"Kamu masih berhutang penjelasan padaku. Jangan pura-pura lupa kamu yah," sindirku setelah kembali duduk di sampingnya.
Dia terkekeh kecil, tangannya lagi-lagi kembali mencubit pipiku. "Iya princess bawel."
Aku yang teraniaya hanya bisa mengusap pipi sambil memanyunkan bibir. Sebenarnya gak sakit sih soalnya dia mencubit tidak dengan penuh kekuatan, tapi senang aja pura-pura sakit di depannya. Hehe...
"Yaudah, tunggu apa lagi," ucapku dengan nada ketus.
"Iya, iya. Jadi gini, sebenarnya Andi itu marah ke aku karena--"
"Kak Andi!" potongku untuk membuatnya sedikit menghargai senior dengan memanggilnya sebutan kakak.
Kulihat Naufal menghembuskan nafas berat. Mungkin ia kesal dengan bawelku yang berlebihan. Hoho, tapi tak apa. Aku suka saat ia menampilkan ekspresi seperti itu di depanku. Hehe, maafkan gaes.
"Ok, ok. Kak Andi marah padaku karena menurutnya aku telah merebut posisinya sebagai captain di team basket sekolah. Padahal aku gak tau apa-apa. Setelah tes kemampuan bermain kemarin, Pak Abdi sebagai pelatih basket ball sekolah ini menunjuk aku sebagai captain baru untuk team basket sekolah. Dan Andi eh maaf, maksud aku Kak Andi pikir aku ditunjuk sebagai captain basket karena semua itu ada hubungannya dengan pangkat ayahku. Jelas saja aku marah dong," jelas Naufal sedikit terlihat kesal mengingat kejadian kemarin.
Aku hanya bisa mengangguk kecil mendengar penjelasannya. Aku tahu bagaimana perasaan Naufal, mengingat aku juga sering mengalami hal seperti itu. Dituduh mendapat gelar peringkat umum pertama bukan karena kemampuanku, tapi karena jabatan ayahku. Dan itu benar-benar menyebalkan.
Makanya kenapa aku terlalu memaksakan diri untuk terus belajar, karena aku mau membuktikan pada mereka bahwa apa yang mereka ucapkan itu adalah salah. Ets, sudahlah. Lupakan mereka, gak penting juga. Hehe..
"Lalu, kenapa kamu gak datang ke kelasku waktu itu?" tanyaku masih sedikit merasa kesal karena perbuatan Naufal yang satu itu.
"Soalnya ... penghapus di kelasku hilang," jawabnya sambil nyengir.
Lagi-lagi aku dibuat greget sama jawabannya. Apa hubungannya coba penghapus yang hilang sama tidak datang ke kelasku? Toh kalau penghapus hilang yah langsung minta aja ke tata usaha. Beres kan.
"Pulang sana. Ngomong sama kamu lebih banyak nyebelinnya dari pada bahagianya," usirku lalu pura-pura fokus pada layar tv.
Ia lagi-lagi terkekeh lalu meraih remote yang ada di atas meja. "Jangan galak-galak, Ay. Entar cepat ubanan loh," katanya sambil mematikan siaran televisi.
Aku menatapnya tajam. Bodo amat dengan apa yang dia katakan. Yang ada di pikiranku hanya pergi meninggalkan tempat itu sebelum aku berubah jadi power ranger saat itu juga. Namun Naufal dengan sigap meraih tanganku membuatku kembali duduk di sampingnya.
"Maaf deh maaf. Jadi gini, awalnya aku tuh mau ke kelasmu saat jam istirahat. Tapi, tiba-tiba Pak Abdi menyuruhku untuk mengumpulkan teman-teman team basketku saat itu juga. Setelah memberi tau kalau dalam waktu dekat ini ada pertandingan basket tingkat nasional, kami disuruh latihan saat itu juga. Jadinya aku gak punya waktu untuk datang menemuimu." Jelasnya masih dengan menggenggam tanganku.
Aku sebenarnya bisa menerima alasannya. Tapi gengsiku masih menguasai diriku saat itu. Tau sendirilah gimana perempuan kalau sudah marah? wkwkw..
"Masih marah?" tanyanya sedikit mempererat genggamannya.
Aku tak menjawab, hanya sedikit menggeleng kecil memberi isyarat bahwa aku sudah baikan. Dan dari situ, aku bisa menyaksikan senyum manis Naufal terukir dengan indahnya. Oh Tuhan, tolong aku. wkwk..
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost You in 2015
Roman pour AdolescentsHei kamu.. Apa kabar..?? Yah, kamu.. Kamu yang menjadi masa laluku, yang dengan gampangnya kembali mengorek beberapa kepingan kenangan dalam diary kehidupanku. Tapi mau gimana lagi, kepingan itu kembali muncul menyerang pikiranku. Jadi, daripada har...