Bel istirahat telah berbunyi sedari tadi dan sampai sekarang Naufal belum juga menampakkan batang hidungnya. Aku menggenggam kedua ujung buku bacaan yang terbuka lebar di depanku dengan sedikit kuat karena geram.
Waktu berlalu begitu cepat, bahkan satu persatu temanku kembali telah memasuki kelas.
"Pris, kamu gak ke kantin? Betah amat di depan buku," ujar Anita yang baru saja datang dari kantin. Aku hanya bisa menanggapi dengan gelengan kepala serta senyuman kecil di bibirku.
"Eh ada Handra tuh. Tumben dia ke kelas ini," ucapan Anita kembali memaksaku mengangkat kepala untuk kedua kalinya. Dan benar, Handra saat ini sedang berjalan ke arah meja kami.
"Pris, Bu Mira nyuruh kita berdua ke ruang guru sekarang juga," ujar Handra setelah sampai di depan mejaku.
Aku mengernyitkan dahi," untuk?" tanyaku.
Handra tak menjawab, sekilas ia hanya mengangkat kedua bahu. Pandangannya lalu berpindah ke arah Anita, terjadi kontak mata antara mereka cukup lama hingga akhirnya Anita mengakhirinya secara sepihak. Aku tidak ingin berpikir yang tidak-tidak. Jadinya untuk menepis rasa penasaran itu, aku menutup bukuku lalu bangkit dari tempatku.
"Ayo," seruku kemudian di balas anggukan kecil oleh Handra.
Tepat saat langkahku berada di samping lapangan, pandanganku menangkap punggung pria yang tak asing di mataku sedang asik bermain basket. Benar, sudah pasti dia adalah Naufal. Huh, pantas saja suasana lapangan sedikit ramai oleh siswii yang menonton.
Tukk ... tukk ... tukk
Bola menggelinding tepat berhenti di kakiku. Semua mata tertuju padaku, termasuk Naufal yang kini terlihat terkejut melihat aku yang kini sedang meraih bola basket itu ke dalam genggamanku. Sekilas aku melirik bola itu lalu tanpa buang waktu, aku melangkah memasuki lapangan.
Tepat di depan Naufal, aku berhenti. Tatapan kami saling beradu. "Sukses buat permainannya," kataku sambil menyerahkan bola itu kepadanya.
Naufal tak langsung menerimanya, ia malah menatapku tanpa berkedip. Sekitar beberapa menit menunggu namun Naufal tak kunjung menerima bolanya, tanpa berpikir panjang aku pun menjatuhkan bolanya ke lantai lalu berbalik.
"Ay..." panggil Naufal menghentikan langkahku. Namun karena rasa perih yang ada di hatiku, membuat langkahku kembali pergi meninggalkan tempat itu tanpa sedikit pun berniat untuk menengok ke belakang.
"Pris, Naufal memanggilmu," ujar Handra ketika aku berlalu di depannya.
"Bodo amat. Mau dia manggil kek, mau dia teriak gak jelas kek, mau dia nangis meraung-raung kek, aku gak peduli. Terserah dia mau ngapain." Entah mengapa aku marah-marah tidak jelas di depan Handra. Aku seperti melampiaskan kemarahanku pada Handra.
Well, i'm so sorry Ndra. Aku tidak bermaksud melakukan ini kepadamu.
Terlepas dari masalahku dengan masalah Naufal, ternyata Bu Mira memanggil aku dan Handra untuk meminta kami mempersiapkan diri mengikuti lomba olimpiade fisika tingkat Nasional yang akan di adakan di Jakarta. Aku sempat menolak mengingat moodku benar-benar tidak bersahabat, namun Bu Mira begitu sabar membujukku hingga aku merasa tidak enak untuk menolaknya.
***
Bel pulang telah berbunyi sekitar dua puluh menit yang lalu, guru yang mengajar di kelasku sudah meninggalkan kelas beberapa menit yang lalu. Aku dan Anita bersiap untuk keluar dari kelas.
Di luar kelas, aku melihat Naufal sedang berdiri di depan kelasku di temani Reny, Dina, dan
"Tumben, nungguin siapa Fal?" tanya Reny.
"Nungguin aku, yah?" sahut Dina.
"Idih, pede amat nih cewe. Gak usah dengerin dia, Fal. Dia emang gitu orangnya," Indah angkat bicara.
Kulihat Naufal hanya bisa tertawa kecil menanggapi ketiga temanku itu. Dan entah mengapa aku tidak suka Naufal tersenyum sama gadis lain. Tegur aku kalau aku sudah gila.
"Ada Naufal tuh," ujar Anita sedikit berbisik. Aku tak menanggapi ucapannya melainkan terus berjalan melewati mereka, pura-pura tidak melihat apa yang sedang mereka lakukan.
"Gaes, aku duluan yah, bye." Samar-samar aku mendengar langkah Naufal menyusul dari belakang.
Tepat di depan pagar sekolah, ia menghentikan langkahku dengan menghalang jalanku.
"Ay ... aku mau bicara," katanya dengan wajah memohon.
"Gak ada yang perlu dibicarakan lagi," sahutku lalu melewatinya begitu saja.
"Tapi Ay--"
"Jangan menghalangi jalanku," tepisku lalu kembali melanjutkan langkahku sedang Anita terlihat bingung dengan apa yang terjadi antara kami berdua.
Dari arah pintu gerbang, aku melihat mobil Handra baru saja keluar. Tanpa berpikir panjang, aku menahan mobil sedan itu.
"Ndra, boleh aku nebeng?" tanyaku setelah mobil itu berhenti tepat di depanku.
Awalnya Handra teelihat bingung. Maklum, tidak biasanya aku seperti ini. Malah mungkin ini adalah kali pertama aku minta tumpangan pada dia. Namun pada akhirnya ia mengangguk kecil menerima permintaanku.
"Nit, ikut gak?" tanyaku pada Anita yang masih terpaku akan kebingungan melihatku.
"Enggak. Duluan aja, aku minta dijemput kakak soalnya," katanya menolak.
"Oh gitu, ya udah aku duluan yah," pamitku pada Anita. Sekilas aku melirik ke arah Naufal yang masih mematung di tempatnya sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil.
****
S
elamat Hari Raya Idul Fitri.
Kami keluarga besar Lost You in 2015 mengucapkan "minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir batin".
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost You in 2015
Teen FictionHei kamu.. Apa kabar..?? Yah, kamu.. Kamu yang menjadi masa laluku, yang dengan gampangnya kembali mengorek beberapa kepingan kenangan dalam diary kehidupanku. Tapi mau gimana lagi, kepingan itu kembali muncul menyerang pikiranku. Jadi, daripada har...