16. Terungkap

275 32 24
                                    

Setelah mengantarku, Naufal tidak langsung pulang. Ia ikut menemaniku makan malam, mengingat Ayah dan Ibuku masih berada di luar kota. Tidak hanya itu, Naufal juga menemaniku belajar. Eh salah, bukan menemani sih tapi lebih tepatnya menjadi pengacau waktu belajarku.

"Ay, tau gak kenapa malam itu gelap?" tanya Naufal sambil membolak-balikkan surat kabar di tangannya.

Aku yang lagi fokus dengan soal-soal fisika yang harus kupecahkan hanya bisa menjawab seadanya. "Enggak, emang kenapa?" tanyaku kembali.

"Aku juga gak tau kenapa, makanya aku tanya." Mendengar jawabannya, aku hanya bisa menghembuskan napas kesal lalu mencoba kembali fokus pada kegiatanku.

"Hahaa ... kok mukanya gitu amat? Ok, sini aku beri tau. Tapi jangan ribut soalnya ini rahasia," kata Naufal sambil memperbaiki posisi duduknya. Ets, sebelum itu dia juga menutup bukuku dan mengambil pulpen yang berada di tanganku lalu meletakkannya di atas meja. Btw, harusnya tidak perlu begini amat kali, mengingat di ruangan ini cuma ada kami berdua. Tapi ya ... tahu sendirilah bagaimana Naufal.

Kini posisi kami saling berhadapan di atas sofa dengan jarak hanya beberapa centi. Bahkan saking dekatnya, aku bisa merasakan hembusan napasnya yang beraroma mint itu. Kedua pandangan kami saling menyatu satu sama lain.

"Tuhan menciptakan malam itu bukan tanpa alasan. Dan salah satu alasannya adalah untuk menyadarkan manusia bahwa hidup itu tidak selamanya berputar pada titik terang. Melainkan ada kalanya hidup harus berputar pada zona kegelapan agar kita bisa lebih mengerti apa arti hidup yang sesungguhnya. Dan kamu juga harus paham, apa yang sekarang kita nikmati, belum tentu akan kita nikmati esok atau pun hari-hari kedepannya."

Sumpah, demi apa pun Naufal benar-benar keren malam ini. Lambat laun aku mulai mengerti, di balik recehnya Naufal tersimpan banyak karakter yang dapat membuat siapa pun merasa kagum akan dirinya. Dia Naufalku, dan aku tidak akan pernah melepaskannya dari genggamanku.

"I love you, Fal."

Dari jarak sedekat ini, senyum manis Naufal benar-benar membuatku hanyut dalam kuasanya.

"I love you too, Ay."

Malam itu benar-benar adalah malam kejayaan Naufal. Bagaimana tidak, ia berhasil mengambil ciuman pertamaku tanpa ada sedikit pun paksaan dari dirinya. Jangan tanya kenapa aku dengan mudahnya memberikan apa yang harusnya belum menjadi miliknya. Karena seberapa pun kalian memaksaku, tetap saja tak ada jawaban yang mampu menjadi alasan untukku. Satu hal yang harus kalian tahu, aku beruntung memiliki dia di sisiku.

*****

Pagi ini, di sepanjang jalan menyusuri koridor yang menembus kelasku, entah mengapa semua mata tertuju padaku. Beberapa kali aku mengecek kembali penampilanku, tapi anehnya tidak ada yang salah dari penampilanku. Aku benar-benar bingung, dan tentu saja tatapan itu mengganggu pikiranku mengingat aku bukan tipe orang suka menjadi pusat perhatian.

Dan itu berlanjut sampai di dalam kelasku. Semua mata kembali tertuju padaku dan anehnya, beberapa dari teman-temanku malah memberiku ucapan selamat. Reny, Indah, dan Dina entah mengapa memberiku tatapan sinis. Tapi masa bodo dengan mereka, toh aku hidup bukan untuk mereka. Melainkan untuk diriku sendiri.

"Pris, kamu benar-benar pacaran sama Naufal?" tanya Anita tepat setelah aku duduk di depan mejaku.

Jelas saja, pertanyaan itu membuat aku sedikit kaget dan risih. Dan sekarang aku paham, alasan kenapa semua mata memandang sinis ke arahku. Itu semua karena kabar ini. "Tau dari mana?"

"Jadi ternyata bener?" tanya Anita sekali lagi dengan tatapan memastikan.

Aku hanya bisa mengangguk tanpa berani menatap Anita. Entah mengapa, mengakui kebenaran gosip itu membuatku sedikit merasa tak percaya diri.

Lost You in 2015Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang