9. Canggung

270 34 17
                                    

Sepanjang perjalanan pulang, aku terus saja memikirkan apa yang baru saja terjadi antara aku dan Naufal. Naufal itu benar-benar tipe cowo yang susah ditebak. Aku tidak tahu apa maksudnya menjadikanku sebagai pacarnya. Padahal dia tahu sendiri kalau antara aku dan dia tak pernah ada kata cocok sama sekali.

"Ay, ayo turun. Dari tadi kok melamun mulu sampai gak sadar kalau udah sampai rumah. Ngelamunin Naufal yah?" goda Ibu membuat aku salah tingkah.

"Ih ibu apaan sih," kataku lalu bergegas turun dari mobil.

Kuhempaskan tubuhku diatas kasur dengan mata menerawang ke langit-langit kamar. Entah apa yang aku pikirkan, yang pasti aku tidak baik-baik saja.

Aku terus memikirkan ucapan Naufal. Dasar cowo aneh. Maunya apa sih? Mungkin dia cuma ingin main-main dengan cewe Makassar, tapi kenapa harus aku coba jadi bahan permainannya.

Ddrrrtt..

Lamunanku buyar seketika setelah ponselku bergetar di saku celana depanku. Aku meraihnya lalu melihat siapa nama yang muncul di balik layar itu.

+6282241******
Udah sampai rumah belom?

What the hell, pesan itu kembali mengalirkan rasa yang tak biasa dalam dadaku. Ada rasa deg-degan saat menerima pesan itu. Aku tahu betul kalau pesan itu dari Naufal. Aku sengaja tidak menyimpan nomornya karena aku tidak ingin dia juga ikut tersimpan dalam memori hidupku.

Tapi nyatanya salah, dengan beraninya dia mencoba mengusik hidupku dan tanpa harus menerima izin dari pemiliknya dia melukiskan beberapa memori yang mungkin tak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Seperti kecupan di kening ini, dia adalah cowo pertama yang menyentuhku selain ayahku. Rasanya pengen aku bunuh ketika mengingat betapa lancangnya dia.

Saya:
Iya.

Aku melempar ponselku setelah membalas pesannya lalu beranjak mengganti pakaian untuk bersiap memberikan hak pada tubuhku, yaitu tidur.

****

Pagi itu setelah terbangun dari tidurku, tepatnya pada pukul 05.50 am, aku beranjak keluar untuk mengambil air minum. Namun belum sampai di dapur, aku harus dikagetkan dengan kedatangan Naufal yang kini sedang duduk di sofa ruang keluarga. Beberapa kali aku mencoba mengucek mataku untuk sekedar menyadarkan diriku dari mimpi panjangku, namun sepertinya ini benar-benar nyata.

Ya Tuhan, dia benar-benar ada di sini dan sepagi ini. Apa dia gila.

Dari arah dapur, Ayah keluar. "Ay udah bangun," sapa Ayah ketika melihatku berdiri di belakang Naufal.
Naufal yang menyadari kehadiranku di ruangan itu ikut berbalik, "pagi Ay," sapa Naufal dengan senyum kecil di bibirnya. Ya Tuhan, benar-benar manis. Dan untuk hanya meneguk ludahku sendiri aku gak mampu.

"Mmm ... pagi," jawabku sedikit canggung. Aku berlalu meninggalkan Ayah dan Naufal yang terlihat sedang siap-siap untuk keluar berolahraga, terlihat jelas dengan pakaian serta sepatu kets yang mereka kenakan.

"Ay, mau ikut keluar gak? Ayah sama Naufal mau ke GOR untuk olahraga," tanya Ayah sedikit berteriak agar aku bisa mendengar apa yang ia katakan walaupun sudah berada di ruang dapur. Oh iya, GOR itu singkatan dari Gedung Olah Raga.

"Enggak, Yah. Aku di rumah aja," kataku menolak.

"Ya udah. Tapi sekali-kali kamu juga harus olahraga, walaupun olahraganya cuma di rumah."

Aku tidak menjawab lagi, kuteguk air yang telah kuisi dalam sebuah gelas kosong tadi sambil duduk di depan meja makan. Aku menunggu hingga suara mereka sudah tak terdengar lagi.

Lost You in 2015Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang