Lagi-lagi Venus tidak menemuiku. Mengapa Venus seolah ingin membuat dirinya dirindukan seseorang? Atau mungkin sebenarnya Venus suka mempermainkan perasaanku.
Jika kembali mengingat malam dimana kami melakukan hal yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, wajahku selalu terasa panas namun seutas senyuman selalu turut menghiasi. Saat sedang menjalin hubungan dengan Zian sama sekali tidak pernah sedikitpun terbesit hal seperti itu. Tetapi dengan Venus, entahlah aku merasa menjadi istimewa mendapatkan perlakuan itu darinya.
Aku sangat sadar bahwa yang kami lakukan adalah kesalahan, tapi jika sudah menyangkut urusan hati maka kesalahan apapun itu pasti tidak dapat dipungkiri lagi.
Tetapi walaupun Venus tidak menemuiku, kami selalu berkomunikasi dengan saling chatting. Tanpa pernah sekalipun menghubungi lewat telpon atau video call.
“Rose kita beli apalagi, nih?” Olin membuyarkan lamunanku yang sedang berjalan di sampingnya dengan mata terfokus menatap layar ponsel berharap mendapat notifikasi masuk dari Venus, tapi seharian ini aku tidak mendapatkan kabar darinya.
“Oh… Bentar aku cek dulu.” Kubuka halaman perhalaman di note kecil.
Kami berdua baru saja mengisi perut di salah satu kafe dalam Mall, setelah lelah berkeliling sedari tadi untuk membeli keperluan pentas seni yang akan diselenggarakan tepat di hari penyerahan jabatan ketua OSIS-ku kepada calon ketua baru, berhubung tahun ini aku sudah kelas 12.
Dan saat kepalaku terangkat kembali, mataku menangkap sosok yang teramat kurindukan.
Senyum di bibirku mengembang ketika melihat penampilan Venus yang mengenakan kemeja putih dipadukan jas abu dengan celana berwarna senada, namun yang menarik ia memakai sneakers.
Aku langsung terkesan dengan gayanya yang sangat berbeda dari biasanya, dan aku dibuat semakin terpukau kala memperhatikannya berbincang dengan beberapa orang, kemungkinan para koleganya. Venus terlihat serius meski wajahnya memang selalu dingin tanpa kehangatan.
Venus berjalan menuju ke arahku, sampai akhirnya ia menyadari kehadiranku.
Kulemparkan senyum lebar nan teramat manis yang pernah kutunjukkan padanya.
Namun Venus seolah tak mengenalku, dia bahkan membuang muka.
Venus memalingkan tatapannya dariku?!
Dan begitu Venus berjalan melewatiku, ia telah sukses menimbulkan perasaan sesak di dada ini.
Aku diabaikan, oleh Venus.
Setidaknya saat itu, berikan seringaianmu Venus.
°•°•°•°
‘Aku pengen ketemu kamu, Venus.’
Kalimat itu baru saja kuketik dan kukirimkan pada orang yang beberap hari belakangan seolah melupakanku, atau sengaja mengabaikan layaknya angin lalu.
Aku selalu menyakinkan diri bahwa saat di Mall itu, Venus mungkin tak ingin menyapa karena sedang bersama para koleganya, terlebih saat itu aku pun sedang dengan Olin.
Tapi lagi-lagi Venus tak membalas chat-ku.
“Rose?” Ardian memanggil sambil mengetuk pintu kamarku.
“Ada apa, Kak?” Aku bertanya setelah membukakan pintu.
“Kita makan malam bareng yuk! Kebetulan di bawah ada Ayra.”
Aku mengangguk saja dengan raut wajah murung, sebab aku lebih berharap Venus yang datang makan malam bersama denganku saat ini.
Begitu aku bergabung di meja makan, Ayra menyapa dengan senyuman lebar maka kubalas sapaannya. Entah mengapa aku tak pernah suka wanita itu meskipun dia memang baik, tetapi aku selalu merasa Ayra memasang sikap palsu.
Dari dulu aku memang dapat menebak sifat yang ditunjukkan seseorang. Instingku kuat.
Saat aku akan mengambil nasi, Ayra menawarkan diri untuk menuangkannya seolah di sini ialah sang tuan rumah. Untuk menghormati Ardian, maka aku menurut padahal ingin sekali menolak.
“Gimana sekolahmu, Rose?” Sekarang wanita itu bertanya layaknya ibuku.
Aku mengangkat bahu malas sebelum akhirnya menjawab setelah menelan makanan, “Baik-baik aja.”
“Rose baru putus sama pacarnya, jadi ceritanya sekarang dia lagi galau.” Ardian bersuara dengan nada bergurau.
“Kalau jodoh nggak akan kemana kok.” Ayra menimpali.
Apa kamu jodohku, Venus?
“Lagipula kamu masih muda, perjalanan hidup kamu masih panjang.” Ardian baru saja menasehatiku.
Venus, perjalanan hubungan kita masih akan panjang ‘kan?
“Kakak mau kamu punya masa depan yang cerah.”
Jika kita berdua bersama, akankah masa depan kita baik-baik saja, Venus?
Pikiranku sedang merindukan Venus lagi. Membuat tanganku yang sedang memegangi sendok dan garpu jadi gemetar, tak lagi kuat menahan tangis.
Mengapa aku jadi terlalu mencintaimu, Venus?!
“Adikku sebenarnya orang yang baik,” Sampai ucapan Ayra membuat kesedihanku mendadak hilang, digantikan dengan rasa penasaran karena aku tahu ucapan yang dimaksud Ayra adalah adiknya yang menjadi terdakwa pembunuhan ayah mereka. “Aku selalu yakin dia punya masa depan yang cerah, tapi… Mungkin dia ngelakuinnya tanpa sengaja. Aku…,”
Ardian menggenggam tangan Ayra, memberinya kekuatan.
Mata Ayra mulai berkaca-kaca. “Aku sebenarnya nggak mau dia diseret ke posisi sekarang, tapi ibu bersikukuh ingin membuatnya mendapat hukuman.” Kini air mata itu sudah tumpah, membasahi pipinya. Ayra langsung menghapus kasar air matanya itu. “Biar bagaimana pun yang Ibu lakuin itu demi kebaikannya, kan?”
Dan Ardian menanggapinya dengan anggukan serta senyum tipis.
Sementara aku, hanya terdiam menatap lekat-lekat wanita di hadapanku.
°•°•°•°
Sedari tadi panggilanku tak diangkat Venus.
Padahal ponselnya aktif.
Segitu sibukkah dia sampai mengabaikan telpon dariku?
Suasana sangat sunyi di ruang kamarku, yang terdengar hanyalah suara jarum jam yang lama-kelamaan memenuhi pendengaranku.
“Venus?!” Akhirnya ia mengangkat panggilanku juga.
“Dia katanya sedang nggak mau bicara sama kamu, dan juga berhenti menelpon!”
Suara angkuh nan sinis Aletha.
Hatiku kembali terasa sakit mengetahui bahwa saat ini Venus sedang bersama wanita itu, meskipun mungkin Aletha yang memaksa Venus menemaninya.
“Aku mau bicara sama Venus sebentar, tolong kasih telponnya.” Pintaku dengan tegas.
“Kamu nggak ngerti tadi saya ngomong apa? Venus bilang dia nggak mau bicara sama kamu, saya nggak bohong!”
Benarkah Venus tidak ingin berbicara padaku sampai Aletha yang menerima panggilannya? Jika benar, kesalahan apa yang sudah kuperbuat padanya sehingga Venus seolah menghindariku.
“Udah, matiin aja panggilannya.” Suara Venus. Dan dia meminta panggilanku dimatikan.
Venus, aku masih yakin pada pemikiranku bahwa saat itu kamu bersikap acuh tak acuh padaku karena perintah Aletha.
Hanya saja diperlakukan seperti itu membuatku tak kuat, aku terlalu lemah untuk Venus abaikan.
Sungguh, aku merindukanmu.
°•°•°•°
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose Met Venus [GxG]
Romance[Completed] Ini, bermula dari seorang perempuan bernama Venus. Dan ini, berakhir pula tentangnya. Hidupku yang semula berjalan lurus tanpa hambatan, mulai berubah penuh lika-liku semenjak bertemu Venus. Percaya kah kalian jika kuberitahu bahwa t...