02 : The Mysterious

22.3K 1K 87
                                    


Malam itu, setelah menghabiskan waktu di festival selama hampir dua jam lamanya, sampai jam tangan yang melekat di lengan kiriku menunjukkan pukul sepuluh. Sudah sangat larut menurutku yang selalu tidur awal karena takut bangun kesiangan dan terlambat masuk sekolah.

Venus mengajukan diri mengantarku, padahal sudah kubilang tidak perlu karena rumahku tidak jauh dari area festival.

“Kamu tinggal di mana?” Aku bertanya di tengah perjalanan, sambil memasukkan kedua telapak tangan ke saku jaket.

“Apartemen,” jawabnya singkat.

“Maksudnya di daerah mana?” tanyaku lagi karena belum puas dengan jawabannya.

“Rahasia. Aku nggak ngasih alamat ke sembarang orang.”

Menjengkelkan. Itulah satu kata yang kuteriakkan dalam hati.

“Nggak adil.”

Venus mendelik, “Makanya harus kenal aku dulu, nanti baru kukasih tahu alamat apartemenku.”

“Dan juga pekerjaanmu.” Tambahku.

Venus hanya mengangguk sekali.

Kamu memancingku, Venus. Itu akal-akalanmu supaya kita saling mengenal, atau lebih tepatnya aku yang jadi ingin mengenal dirimu. Cerdik sekali.

Sesampainya di depan pagar rumah, aku berhenti melangkah diikuti olehnya. “Udah sampai,”

“Jam berapa aja kamu ada di rumah?”

Pertanyaan macam apa itu, Venus? Apa kamu pikir aku orang yang sibuk dengan segudang pekerjaan?

Setelah terkekeh pelan, aku berujar sambil mengangkat bahu. “Nggak menentu.”

Venus hanya mengangguk-anggukan kepala seolah sudah puas mendengar jawabannya.

Lalu sesaat kemudian Venus melangkah maju lebih mendekatkan dirinya padaku, dan satu kecupan dari bibirnya telah sukses mendarat di pipi kananku.

Tahukah, Venus, saat itu aku serasa melayang mendapatkan keistimewaan itu.

Biasanya Zian yang selalu bersikap gentle dengan membukakan pintu pagar untukku. Namun Venus ikut-ikutan sok gentle dengan melakukan hal demikian. Setelah dibuat terkejut dengan kecupannya, dia malah menambah keterkejutanku dengan perlakuan manis itu.

Mengapa kamu bersikap seperti itu padaku, Venus?

“Tidur yang nyenyak, dan jangan bermimpi, kalau mimpiin aku sih boleh.” Kalimat itu begitu mudahnya keluar dari mulut Venus dengan ekspresi wajah datar, seolah menandakan bahwa dia sungguh-sungguh dengan ucapannya, bukan bermaksud bergurau.

Dan Venus berbalik, mulai melangkah pergi dari hadapanku tanpa mengucapkan kalimat perpisahan.

Siapa tahu kita tidak akan bertemu lagi.

Atau dia tidak melakukannya karena tahu kalau kita akan bertemu lagi.

°•°•°•°

Venus. Mengapa aku selalu merasa pertemuan kita sangatlah aneh, seolah-olah kita sudah akrab dan saling kenal lama.

Bahkan Venus sudah membelikanku hotdog dan air mineral dengan uangnya sendiri tanpa meminta ganti. Aku sudah ditraktir olehnya.

Terus mengapa kita kebetulan bertemu di dalam busway?
Kenapa tidak di tempat yang lebih menyenangkan, seperti taman dengan air mancur atau taman dengan penuh bunga-bunga. Setidaknya latar seperti itu akan mempercantik kenangan pertemuan pertama kita.

Rose Met Venus [GxG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang