Chapter 17

1.5K 105 6
                                    

Tiga hari pun berlalu dan Naruto kini sudah keluar dari rumah sakit untuk menjalankan aktivitasnya seperti biasa namun tidak untuk bekerja lagi, Naruto kini sudah tidak bekerja lagi dan memutuskan untuk beristirahat saja. Naruto kini sedang berada di ruang tamu sedang menonton acara televisi, ia merasa bosan karena hanya diam saja.














"Tousan, bolehkah aku mengemudi lagi?" Ucap Naruto pada tousannya.

"Tidak bisa Naruto, tangan kanan mu masih belum sembuh total begitu." Ucap Minato berhambur duduk disofa pojok.

"Hah~ ini membosankan tousan. Aku harus segera pergi ke rumah Tsunade. Lalu aku masih harus menunggu tangan kananku untuk sembuh juga.'' Gumam Naruto sambil melihat tangannya yang di gips.

"Apa kau yakin dengan keputusanmu itu, Naruto? Tousan dan Kaasan sudah mengetahui semuanya diantara kalian.''

''Apa maksud Tousan?'' Naruto terkejut.

"Bukannya Tousan ingin ikut campur dalam masalah ini." Ucap Minato bingung harus memulai pembicaraan.

"Ada apa Tousan?" Tanya Naruto.

"Apa kau masih memiliki perasaan pada Hinata?" Tanya Minato. Seketika wajah Naruto berubah menjadi serius.

"Apa terlihat jelas? Sepertinya Tousan mulai menyadarinya sesaat sebelum aku mengalami kecelakaan. Benarkan?" Ucap Naruto tanpa menjawab pertanyaan Tousannya sambil memaksakan senyum.

"Andai aku tetap bisa bersikap biasa, tousan pasti tidak akan menyadarinya." Ucap Naruto memberi jeda.

"Baiklah, sepertinya sudah tidak mungkin aku menyimpan perasaan ini." Ucap Naruto kembali memberi jeda.

"Ya. Aku memiliki perasaan pada Hinata. Aku masih mencintainya, namun ini adalah kesalahan." Ucap Naruto tersenyum pahit.

"Semua perasaanku pada Hinata adalah kesalahan." Ucap Naruto.

"Tidak ada yang salah dengan perasaan cinta Naruto." Ucap Minato.

"Ya. Tidak ada, namun ada untuk perasaan cinta dari seorang kakak yang mencintai seseorang yang dicintai adiknya, tousan." Ucap Naruto tersenyum pahit.

"Walaupun adikku telah merusaknya." Lanjut Naruto. "Hubunganku dan Hinata sudah lama berakhir, aku hanya ingin memperbaikinya. Tapi tidak bisa, bayangan masa itu sangat lekat,tousan. Hingga aku selalu membuat Hinata kesal, putus asa terhadapku agar dia mau melepaskanku. Dan akhirnya itu terjadi. Hubunganku berakhir. Dan semoga saja Menma bisa membahagiakannya."

"Jadi kau sama sekali tidak akan memperjuangkan perasaanmu itu?" Tanya Minato.

"Sudahlah. Aku tidak ingin membahas ini lebih lanjut." Ucap Naruto datar.

''Aku ingin beristirahat, tousan.'' Ucap Naruto bohong lalu berdiri dan dan pergi mulai meninggalkan Tousannya.

"Kau ingin pergi menjauh dari Hinata dengan cara seperti ini,Naruto?" Ucap Minato dengan nada serius.

Naruto berhenti ketika mendengar apa yang dikatakan Tousannya.

"Apakah Menma telah memberitahunya tentang kepindahanku? Aku harap ini awal yang bagus untuk mereka. Toh Tousan juga ingin menunangkan mereka bukan?" Jawab Naruto sekilas.

Naruto kembali berjalan tak memperdulikan siapa pun. Naruto berjalan dengan tenang dan tatapan kosong menuju ruang kamarnya. Ruang yang akan kosong dalam satu tahun nanti.

Namun tidak ada dari mereka berdua yang menyadari bahwa ada sepasang mata berwarna keperekan yang berdiri entah sejak kapan dengan sendu. Pemilik mata berwarna keperakan itu segera pergi menjauh dari apa yang didengarnya.












Hinata POV...












Kenapa, kenapa harus seperti ini?
Aku kini berlari menjauhi dari ruang depan itu. Aku tidak tahu harus kemana, aku hanya ingin menyendiri sesaat. Aku duduk di lantai depan rumah keluarga Namikaze sambil menekuk lututku dan membenamkan wajahku di antara lututku.

"Hiks… Hiks… Hiks… Kenapa... Hiks… Naruto-kun harus pergi? Hiks…" Gumamku.

"Ke-kenapa… Hiks… D-da-daku terasa se-sesak… Hiks... Saat melihat Na-naruto-kun akan melupakanku… Hiks" Gumamku kembali.












Hinata POV End...
















Hinata terisak sendirian sambil menyembunyikan wajahnya diantara lututnya. Tanpa Hinata sadari seorang laki-laki mendengar apa yang Ia gumamkan.














Menma POV...













Hinata, sepertinya tanpa kau sadari kau memang masih memiliki perasaan pada Naruto-nii dan Naruto-nii pun sejak dulu memang selalu memiliki perasaan kepadamu meski dia ingin aku membahagiakanmu. Aku mengetahuinya dengan jelas belakangan ini dan dari mulut Naruto-nii sendiri saat ia masih di rumah sakit. Aku memang adik yang tak tahu diri.













Menma POV End...














Naruto kini berada didalam kamarnya sendirian. Ia duduk di sofa sambil menyandarkan badannya dan tatapannya tepat menuju langit-langit ruangan.

"Sebaiknya tidak perlu menunggu tanganku sembuh untuk segera pergi." Batin Naruto.





Ceklek...






Suara pintu terbuka menjadi perhatian Naruto. Ternyata itu Menma. Naruto memandang malas tanpa minat saat kedatangan Menma.

"Apa kau juga akan meninggalkan kursi kebangganmu itu." Ucap Menma.

"Ya, aku akan meninggalkannya. Kau bisa mengambil kursi itu seperti kau mengambil Hinata dariku. Terserah kau." Jawab Naruto malas dengan nada menyindir.

Menma yang mendengar apa yang di ucapkan Naruto memberikan tatapan tajam pada Naruto dan Naruto hanya berpura-pura tidak melihat tatapan tajam Menma.

"Aku rasa kau tidak akan keberatan menggantikanku sebagai direktur disana." Ucap Naruto serius.

"Aku tidak menginginkan ini, Naruto-nii. Namun kau harus menjelaskan kenapa kau pergi. Bagaimana dengan Hinata?" Ucap Menma.

"Kau akan bertunangan dengannya setelah aku pergi. Kenapa harus bertanya lagi. Bodoh. Sudah sana pergi, aku ingin sendirian." Ucap Naruto dengan sinis. Menma pun mengalah, ia menutup pintu kamar Naruto pelan.














Bersambung...












Makin lama makin hurt ya ngetiknya. Ga kuat, sedih bgt ini :'3

Endingnya tetap NaruHina kok. MenmaHinata dibuat untuk mempermanis cerita ajah kok 😘

Tetap ikutin ya 😘 voment juga. Bye bye...

TeruskanlahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang