Chapter 20

1.6K 104 7
                                    

Matahari terbit diufuk timur, memberikan sinar hangatnya untuk seluruh makhluk hidup. Sinar mentari kini telah menembus jendela dan membangunkan seorang laki-laki bersurai pirang dan bermata biru sebiru batu sapphire. Naruto. Tak terasa kini Ia telah meninggalkan Jepang hampir satu minggu untuk menenangkan dirinya.

Naruto mengerjapkan matanya membiasakan matanya yang sedikit memburam kala ia terbangun dari tidurnya.

"Sudah pagi? Cepat sekali rasanya." Gumam Naruto. Ia langsung berjalan menuju kamar mandi untuk melaksanakan ritual paginya.

Naruto kini telah mengenakan sebuah kaos putih polos dan mengenakan celana pendek berwarna cokelat. Ia berjalan menuju meja makan untuk sarapan paginya.















Sesampainya di meja makan Ia melihat Jiisannya. Jiisannya itu sedang membaca koran pagi dan ditemani dengan segelas kopi panas. Naruto berjalan menghampirinya.

"Hai, Ero Jiisan." Ucap Naruto santai dan mendudukan dirinya di kursi meja makan.




Plak...



"Ittai!" Pekik Naruto ketika merasakan sebuah benda menghantam kepalanya, tepatnya sebuah koran yang digulung.

"Kenapa Jii-san memukulku?" Ucap Naruto sambil mengelus kepalanya yang habis di hantam dengan gulungan Koran.

"Apa-apaan kau memanggilku seperti itu, dasar kurang ajar!" Ucap Jiraiya kesal.

"Hehehe… Aku kan hanya mengatakan kebenaran." Ucap Naruto dengan cengirnya.

"Cepat makan sarapanmu,keponakan mesum!" Ucap Jiraiya.

"Mesum? Aku?" Ucap Naruto bingung.

"Ya, jika kau memanggilku mesum kau pasti juga memiliki gen mesum dariku yang aku turunkan pada Tousanmu." Ucap Jiraiya aneh.

"Aku tidak mesum!" Bela Naruto.

"Benarkah? Lalu majalah apa yang aku temukan dibawah tempat tidurmu?" Ucap Jiraiya santai sambil membaca Koran.

"Ettoo… Jii-san, kau sudah membuatkanku ramen?" Ucap Naruto mengalihkan pembicaraan dengan melihat ramen di meja makan.

Naruto memang tidak mesum, majalah itu juga ia gunakan untuk mengalihkan pikirannya dari seorang gadis yang mengacaukan pikiran dan hatinya. Ia melakukan segala cara untuk mengalihkan pikiran dari Hinata. Namun selalu nihil.

"Jangan mengalihkan pembicaraan,mesum." Ucap Jirainya menyindir.

"Aku lapar. Ittadakimasu." Ucap Naruto langsung menyantap ramennya dan menghentikan bahasan Jiraiya tentang majalah yang di temukannya di bawah tempat tidur Naruto.

"Dasar." Dengus Jiraiya.

"Naruto, apa kau sudah mengemas barang-barangmu?" Tanya Jiraiya.

"Sudah, Jiisan." Ucap Naruto.

"Apa kau sudah mengambil keputusan untuk kembali lagi ke Jepang?" Tanya Jiraiya.

"Aku akan menghadiri pesta pernikahan sahabatku, Jii-san." Jawab Naruto.

"Lalu bagaimana dengan pendamping? Apa kau tidak tertarik dengan gadis disini atau di Jepang? Selama ini aku tidak pernah mendengar kabarmu yang memiliki kekasih." Ucap Jiraiya.

Naruto hanya diam menatap ramennya yang tersisa sedikit di depannya. Pikirannya tertuju pada gadis bersurai indigo dan bermata amethyst. Hinata Hyuga. Walau Naruto tidak pernah mendapat kabar tentang gadis itu, lebih tepatnya tidak ingin mendapat kabar tentang gadis itu untuk melupakan perasaannya. Bahkan Naruto melarang ketiga sahabatnya untuk memberi kabar tentang Hinata apa pun itu.

TeruskanlahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang