Chapter 12

1.5K 107 11
                                    

"Bagaimana kabarmu, Dobe? Kau baik baik saja bukan?" Tanya Sasuke pada sahabat pirangnya yang entah sedang melamunkan apa dijendela kantornya. Matanya tak henti manatap sosok Naruto yang terlihat lebih kurus daripada sejak terakhir Naruto melihatnya.

"Apa kau masih memikirkan Hinata?" Tanya Kiba membuat Naruto semakin menguatkan pegangannya pada teralis jendela yang digenggamnya.

"Aku sudah tidak memikirkannya."

"Kau masih sama seperti dulu ya, selalu membohongi perasaanmu sendiri. Bagaimana ada yang baik-baik saja berpisah dengan kekasih apalagi kekasihmu memilih Menma. Kau bercanda Naruto. Hahahaha." Kiba berusaha bercanda, mencoba mencairkan suasana.

"Berisik kau, Kiba." Naruto menghampiri Kiba dan memukul kepala Kiba karena Kiba tak henti menertawakan kegalauannya. Dia kesal sekali pada Kiba yang sifatnya tak pernah berubah selalu berkata pedas padanya.

"Sakit, Naruto!" Kiba memegang kelapanya yang benjol.

"Itu salahmu sendiri, karena selalu berkata pedas padaku."

"Malang sekali nasibmu Naruto, tak disangka percintaanmu tak secerah kekuasaanmu di Namikaze Corp." Shikamaru tak mau kalah berbicara lebih menyudutkan. Naruto tetap diam, sedikit terkejut dengan apa yang barusan dikatakan pemuda berambut mirip nanas itu.

"Sekarang kalian kembali menjadi bocah berisik yang membuatku emosi. Kalian berdua sama saja, sama sekali tak berubah.''

"Maafkan mereka, Naruto. Mereka hanya berkata, ehmmm... Yang sebenarnyakan?? Hahaha."

"Kau juga tak berubah, Sasuke. Masih saja sok membela tetapi ikut menertawakan. Cih.''

Naruto membuang mukanya mendengar celotehan ejekan sahabat-sahabatnya itu.

"Janganlah marah, bagaimana kalau kita makan siang... Mumpung kau tidak berkutat dengan dokumenmu itu." Kiba angkat suara lagi mencoba meredakan emosi Naruto.

"Ah, ide yang bagus Kiba, dari tadi aku sudah lapar... Hehehe." Shikamaru menggaruk tengkuknya.

"Dasar kalian itu." Naruto mendengus kasar.

''Ayolah, Naruto.'' Ujar Sasuke kemudian memboyong Naruto keluar ruangannya.












Tap tap tap...







Naruto, Kiba, Sasuke dan Shikamaru menyusuri lorong perusahaan yang tidak ramai. Ada rasa ragu dalam hati Naruto untuk meneruskan langkah kakinya saat melewati ruangan Menma, adiknya. Namun entah mengapa kakinya terus berjalan, seperti ada magnet yang menariknya untuk mendekati ruangan Menma.


Tap...


Naruto menghentikan langkahnya begitu sampai di depan pintu ruangan Menma. Kali ini ia ragu apakah ia harus berjalan ataukah berhenti. Ia berpikir sejenak, mengumpulkan keberaniannya.

Akhirnya, ia putuskan untuk berhenti. Ia mendengar percakapan renyah di dalam sana yang memang pintu ruangan Menma terbuka sedikit membuatnya tetap berdiri di tempat. Dengan terpaksa Kiba, Sasuke dan Shikamaru berhenti, penasaran apa yang ingin dilihat sahabat pirangnya itu.

"Hora, Menma-kun. Kau harus makan." Naruto mendengar suara Hinata. Sepertinya Hinata kesini untuk mengantarkan makanan pada Menma.

"Ne Hinata-chan,aku kekenyangan sekali"

"Aaa begitu... Gomen Menma-kun, aku terlalu bersemangat."

"Daijobou Hinata-chan, aku akan makan lagi jika kau suapi." Suara Menma manja. Wajah Menma yang dibuat se imut mungkin di depan Hinata.









Dada Naruto kembali sesak. Ia tak percaya, sampai saat ini ia masih belum bisa melupakan Hinata. Walaupun ia sudah menyangkalnya berulangkali.

''Ah, sakit Hinata." Ringis Menma mendapat cubitan di pipinya.

"Kau ini ternyata manja ya Menma-kun."

"Tapi aku kan kekasihmu. Tak apakan aku ingin disuapi olehmu?" Ucapan itu sukses membuat Naruto cemburu mendengarnya.

Jika saja semuanya tak seperti ini, ia pasti akan merasakan rasa enaknya makanan Hinata bahkan Hinata akan menyuapi Naruto setiap hari. Naruto menggelengkan kepalanya, memecah khayalannya yang hanya akan membuat lukanya terbuka lagi. Ia tak boleh cemburu. Untuk apa ia cemburu? Ia tidak berhak untuk cemburu. Hinata bukanlah siapa-siapanya. Hinata hanya sempat menempati hatinya selama bertahun-tahun dan sekarang harus ia hilangkan dari pikirannya. Dan ia sudah memutuskan untuk tidak lagi memikirkan Hinata lagi. Apalagi Hinata sudah memilih bahagia bersama adiknya,Menma.

''Kau baik-baik saja, sobat?" Kiba menepuk pundak Naruto membuatnya sedikit terkejut.

''Aku baik-baik saja, aku tidak mood makan lagi. Kalian saja.'' Tanpa melihat Kiba, Naruto lantas melenggang pergi entah kemana meninggalkan ketiga sahabatnya.

''Naruto yang malang.'' Ucap Shikamaru menghela napasnya.




















"Kenapa tidak makan siang?" Tanya Minato setelah melihat Naruto dalam keheningan menatap suasana diluar kantor dari jendela.

"Tousan? Iya, tadi aku akan menemui Menma ternyata dia sedang sibuk" Naruto menoleh ke arah Tousannya.

"Ah. Dia sedang sibuk dengan kekasihnya, Tousan." Ujar Naruto.

''Tousan sudah melihatnya tadi.''

Naruto kembali memandang langit melalui jendela. Ia Kecewa. Ya, dia kecewa. Kenapa ia sering dikecewakan? Kenapa pula ia sering kali terluka? Sejak Hinata dan Menma menjalin hubungan, sepertinya Naruto hanya memperhatikan Menma dan Hinata yang sering mengabaikan keberadaannya.

"Ada apa Tousan kesini?" Lagi-lagi Naruto yang harus memecah kegalauan dengan melontarkan pertanyaan.

"Aku ingin meminta pendapatmu,Naruto" kata Minato.

''Tentang?" Selidik Naruto.

"Bagaimana menurutmu jika Menma dan Hinata bertunangan dalam waktu dekat?"

Naruto terdiam. Ia menelan ludahnya dengan agak susah. Pertanyaan Tousannya itu benar-benar membuatnya tertohok. Ia merasa sesak. Tapi sepertinya kenyataannya memang demikian lari darinya.

"Aku akan mendukungnya Tousan. Sepertinya mereka memang cocok." Suara Naruto sedikit serak. Shappirenya tampak berkaca-kaca.

"Baiklah, aku akan membicarakannya pada mereka langsung. Kau cepatlah makan siang. Kau harus menjaga kesehatanmu Naruto." Minato meletakkan telapak tangan kirinya ke puncak kepala Naruto sambil memberinya usapan pelan. Naruto tersentak, ia menatap Tousannya sambil mencoba tersenyum pada Tousannya yang sedetik kemudian keluar ruangan meninggalkan Naruto yang sukses tak bergeming ditempatnya berdiri.

"Ini sudah berakhir.'' Naruto pun mencoba tersenyum.















*Bersambung*










Hueeeeee, ini chap terhurt yang yuni ketik, hiks... Sedih jdnya. Masih menarikkah? Voment ya? Bye bye.

TeruskanlahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang