2. Magical

169 19 11
                                    


Aku menatap langit-langit kamar ku dengan bosan. Setelah kejadian kemarin aku benar-benar ingin menjernihkan pikiran ku. Dan kau tahu? Buku catatan kemarin yang ku temukan di perpus itu mendarat tepat di atas kasur ku.

"Aku akan membacanya" aku mengambil buku itu dan membuka halaman pertamanya. Ini benar-benar ajaib, atau aku yang benar-benar rabun? Bagaimana ada buku seperti ini? Lucu! Ini sangat lucu!

"Di sebuah kerajaan sihir, terlahir seorang bayi laki-laki yang di pastikan akan menjadi penerus kerajaan itu-" tunggu, apakah ini dongeng? Oke akan ku baca lagi.

"Tempat itu dibuat oleh seorang laki-laki dari dunia manusia yang mencoba membuat hal baru demi membantu manusia yang lain, di ramalkan jika seseorang dari kerajaan itu akan menyerang mereka. Laki-laki itu tewas, anak laki-laki nya terbaring koma selama beberapa tahun, dan istri juga cucu dari anak nya berhasil melarikan diri ke dunia manusia-" sudah habis, hanya begitu saja? Aku yakin ini bukan sebuah akhir cerita. "Pasti ada petunjuk" aku mencari-cari sesuatu yang bisa menghilangkan kebingungan ku dan akhirnya aku menemukan kertas yang berisikan- mantra?

Oh tidak, jangan lagi. Aku lebih malas jika mantra ini malah menghilangkanku. Cukup buku ini yang mempunyai sihir, aku jangan. Biarku simpan saja kertas dan bukunya di dalam lemariku.

****

Pagi ini aku terbangun karna teriakan ibuku yang memaksaku untuk bangun.

"YAK! LYERA, BANGUN LAH. AKU TAK SEGAN MENYIRAM MU PAKAI AIR" pikiknya dari luar pintu.

"Lima menit lagi, bu" balasku. "Aku tidak bisa memahami ibuku sendiri, terkadang dia terlalu baik, dan terkadang aku merasa dia bukan ibuku" gumamku lirih.

"Aku dengar, baiklah jika anakku yang cantik ini tidak bangun, aku akan coba masuk" kata ibuku dari luar.

Aku hanya mendengarkannya tanpa menjawab. Lagi pula, pintu kamar ku terkunci.

BRAAK!

Aku langsung menoleh ke arah pintu. Terlihat ibuku pun kaget. Dan apa yang barusanku lihat ini...

I-IBUKU! D-DIA.. DIA PUNYA SIHIR!

"Hahaha, aku sampai terbawa mimpi gini karna dari kemarin memikirkan sihir, aku yakin masih tidur, ini mimpi kan?" Tanyaku kepada diriku sendiri.

"T-Ternyata.. a-ku masih bisa menggunakannya" ujar ibuku kepada dirinya sendiri.

Plak!

Aku menampar diri ku sendiri. Dan ternyata ini nyata. Bisaku ulangi, INI NYATA. ASTAGA! Ini benar-benar gila!

"Oke Lyera, mungkin pulang sekolah nanti aku akan menceritakan tentang ini" kata ibuku yang kini menatapku dengan tersenyum.

"Kenapa tidak sekarang saja bu?" Tanyaku mendesak. Dan tiba-tiba senyum ibuku berubah seperti iblis yang mendapatkan mangsanya.

"Kau harus sekolah, Ini sudah jam setengah delapan!" Teriaknya lagi.

Oh tuhan, jika aku punya daftar dead note, ibukulah diurutan kedua. Sepertinya ibuku mengidap penyakit kejiwaan.

Setelah setengah bersiap dan pergi ke halte bus, aku berharap pelajaran mr. Gadhe telah selesai.  Entah kenapa aku muak dengan pelajaran Fisika dan dengannya.

Bis datang ketika aku masih membenarkan dasiku, kancing kemeja sekolah ku paling atas saja belum ku kancingkan, benar-benar berantakan. Blazer sekolahku saja ku ikat asal dipinggangku, dasi yang jujur saja aku tidak bisa memakainya hanya tergantung dikerah kemejaku, rambut ku sekarangpun masih ku ikat. Dan lebih baik aku duduk di kursi terdekat dengan pintu dan jendela.
Beberapa menit kemudian, ada seorang laki-laki memakai baju seragam yang sama sepertiku, hanya saja dia memakai masker dan kaca mata hitam. Aku bisa melihat matanya dari samping. Aku memalingkan wajahku dan kembali ke dasiku yang benar-benar belum terpasang.

"Butuh bantuan?" Tanyanya yang kini melihat ku dan melepas kaca matanya.

Aku hanya menatapnya sekilas dan kembali memasang dasiku. Dia mendecak sebal dan dengan paksa menarik tubuhku supaya menghadapnya.

"Sini-ku-bantu."  Ujarnya menekankan setiap katanya. Aku menatapnya datar bercampur pasrah. Aku memang tidak bisa memasangkan dasiku karna ibuku lah yang biasa memasangkannya.

Setelah dia selesai aku pun langsung menghadap depan. Tapi tetap saja dia melihatku.

"Kau melihat apa?" Tanyaku.

"Tidak ada yang ingin kau sampaikan?" Tanya balik.

"Kau laki-laki waktu itu kan?" Jawabku sekaligus pertanyaan.

"Iya, aku yang menemukan cincin mu" balasnya. Aku mengangguk. "Hanya itu?" Tanyanya seakan aku harus mengatakan sesuatu.

Dari pada meladeninya, aku beralih menatap jendela. Dan akhirnya aku sampai. Setelah turun dari bis, aku mengambil blazer yang masih terikat di pinggang ku dan membuka kunciran yang ada di rambutku. Aku melewati koridor sambil memasang blazer ku. Kalian tahu? Aku meminta lelaki tadi membawa tasku.
Setelah selesai dan aku sampai di depan kelas ku, aku mengambil tasku kembali.

"Terimakasih, Zare" ucapku dan masuk ke dalam kelas. Dia nampak bingung, "aku melihat nama mu diname tag mu" jawab ku. Dan dia pun pergi tak lupa tersenyum menandakan dia menerima ucapanku.

"Selamat siang murid ku" sapa mr. Gadhe yang ternyata masih mengajar.
"Terlambat lagi?" Tanyanya. Matanya kemana? Jelas-jelas aku terlambat.

"Seperti yang kau lihat? Aku terlambat, lagi" jawabku datar.

"Yayaya, aku tahu, cepat duduk" ujarnya. Kalau tahu kenapa mesti bertanya? Dasar.

Aku pun berjalan menuju mejaku dipaling belakang. Di sana sudah ada Alein yang sedang menatap ku.

"Hai" sapanya lirih.

"Hm" balasku.

Bel pun langsung berbunyi ketika aku baru duduk. Mr. Gadhe tampak melihatku sambil tersenyum. "Lyera, kerjakan 50 soal ujian fisika dengan caranya, hari ini dikumpul" ujarnya.

"Hm. Dasar gila" cibir ku.

Aku dan Alein pun memilih untuk ke kantin. Sepanjang berjalanan, aku terus saja memikirkan kejadian tadi pagi. Apa aku beritahu saja?

"Ada yang ingin kau katakan?" Tanyanya seakan membaca pikiranku. "Aku tidak membaca pikiranmu, tapi kau terlihat berpikir" tambahnya.

"Ekhm. Mungkin kau tak percaya ini, tapi dengarkan" jawabku. "Ibuku,"

"Ya? Kenapa ibumu?"

"Ibuku, dia punya sihir, dan aku benar-benar melihatnya tadi pagi" jelasku.

Dia diam dan menatapku. Telapak tanyanya pun dia tempelkan di dahiku, "kau sakit? Aku bisa membawa mu ke psikiater" ujarnya.

"Ku mohon, aku tidak sedang bercanda" keluhku.

Alein tampak kaget dan menatapku sambil tersenyum aneh, aku tidak suka senyumnya itu. Terlihat sedih. "Kau tahu? Aku akan menceritakan sesuatu yang harus kau ketahui" balasnya.

"Huh? Menceritakan apa? Apakah ini ada hubunganya dengan-" Alein mengangguk.

Alein pun mengajakku ke taman belakang. Di sana dia menceritakan semua yang dia ketahui. Termasuk wasiat ibunya, teman ibuku dari kecil yang sekarang sudah tiada. Aku benar-benar kaget dan tak tahu harus berkata-kata lagi.

"M-Maksud mu di dalam tubuh ku-, t-tidak! Aku tidak mau!" Bantahku.

"Kau harus melakukannya! Dan kau tahu? Ada satu orang yang sangat ingin bertemu dengan mu!" Ujarnya.

"Siapa?" Tanyaku.

"Aku!"

"Kau?!"

---------~~~~~~~~---------

Jangan menyayangi dan mencintai seseorang, jika kau tidak ingin kehilangan..

---------~~~~~~~~----------

Rainbow MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang