Sekarang sudah waktunya bagi murid kelas sihir untuk berlatih, sedangkan murid ekonomi atau kemasyarakatan dipulangkan. Terlihat wajah lelah Lyera yang tampak sekali ingin pulang. sesekali ia mengacak rambutnya frustasi. lelaki disampingnya pun hanya diam sambil bersidekap dada dan menutup matanya.
"Aku tahu aku tampan, tidak usah melihatku seperti itu terus." sontak Lyera menjambak rambut Zare dan menatapnya tajam.
"Wajahmu bahkan lebih jelek dari kera yang kutemukan tadi." cibir Lyera yang sudah beranjak pergi meninggalkan Zare.
Zare hanya mendengus kesal. Bagaimana mungkin dirinya mirip dengan kera? tidak mungkin, mata Lyera yang katarak. "Alein. Lihat manusia itu bolos jam pelajaran sihir." ujar Zare. Alein melihat kearah pandang Zare.
"Lye-"
"Tidak usah percaya pada pangeran cengeng itu. percaya dengannya itu sama saja menduakan tuhan." Potong Lyera. Dia segera mempercepat langkahnya meniggalkan kelas. Ia berjalan-jalan mengikuti langkah kakinya menuju entah kemana, yang penting tidak belajar sihir. Masuklah dia kedalam toilet, ia melihat ke cermin dimana terlihat wajah yang sangat lelah dan pucat, yup itu wajahnya.
"Lyera? Kau disini?" seseorang tiba-tiba muncul dari balik pintu closet.
"Mama!" Lyera tersentak kaget sambil mengusap dadanya. "tidak bisakah kau mengetok pintu dulu?" Lyera mendengus sebal saat mendapati Sia yang malah menunjukan deretan giginya.
"Jika ini pintu kamarmu pasti akan ku ketok dulu. Inikan pintu toilet, tidak ada orang mengetok pintu toilet umum Lyera." Jelas Sia dengan sabar.
"Terserahlah." Lyera mencuci tangan dan wajahnya. Sungguh terasa segar airnya diwajahnya.
"Apa kau ingin ikut denganku ke Desa? wajahmu mencerminkan otakmu yang butuh refreshing." ajak Sia. Dengan semangat Lyera menoleh ke Sia dan megangguk guguk. "baiklah.. Ayo!" Sia menarik pergelangan tangan Lyera dan membawanya ke halaman belakang.
"Aku rasa lebih baik lewat depan." Lyera melirik tembok tinggi yang menjulang keatas. Ia tidak ingin mengulangi kesalahan waktu ia terlambat dulu. Seingatnya ia dirawat dirumah sakit selama tiga hari karna kakinya patah tulang setelah manjat tembo belakang sekolahnya. sejak saat itu, ketika terlambat/bolos ia lewat pintu depan secara terang-terangan.
"Tidak! aku tahu pelajaran sihir dikelasmu yang mengajar Mr. Freedo. Jika kita lewat didepan kelasmu maka tamatlah riwayat kita. Dan tenang saja, aku tahu bagaimana kita bisa keluar." Sia mengacungkan jempolnya supaya Lyera percaya jika dia bisa. "La porta si aprì." Sia melafalkan sebuah mantra. Dengan cepat sebuah sinar menyilaukan mata dan terlihat jelas sebuah pintu yang berada ditembok itu.
"Ah.. aku teringat Doraemon." Gumam Lyera lirih.
Segera Sia membuka pintu itu dan memberi kode untuk Lyera mengikutinya. Lyera berjalan menyusulnya dari belakang.
"Indah." Satu kaya berjuta makna itu keluar dari mulut Lyera setelah sampai tempat tujuan. "Ingin kemana?" Tanyanya penasaran.
"Kesebuah tempat yang sangat ingin bertemu denganmu." Jawab Dia sambil tersenyum hangat. "Yahh.. tapi sebelum itu pakai ini." Sia memberi sebuah masker hitam untuk Lyera.
"Untuk?"
"Itu agar kau tidak ketahuan kalah kau Lyera." Balas Sia yang juga memakai masker. "Ayo kita pergi sekarang." Sia lagi-lagi menarik Lyera dan membawanya berkeliling desa.
Tanggapan Lyera pun bermacam-macam. Seperti waktu mereka bertemu dengan banyak pedagang disana dan mencicipi banyak kuliner yang dia suka, Lyera sangat antusias. Melihat tidak ada pengemis atau pekerja rendahan itu yang membuatnya tertegun. Hidup desa disana sangat makmur. Rumah para pedagang tertata rapih dan indah. Sama sekali tidak ada kesan suram.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow Magic
FantasyHanya mengisahkan tentang seorang Lyera Vanellica George. Gadis pemalas, cuek, dingin, tapi ditakdirkan untuk menyelamatkan orang banyak. *Harhar* Lyera mending terjun ke sumur aja. Jangankan menyelamatkan orang lain, menyelamatkan dirinya sendiri...