5. The Week Attack

109 12 77
                                    


 Hari ini, aku berusaha untuk bangun se-pagi mungkin. Sejak kemarin aku hanya berdiam diri di kamar. Aku sengaja menghindari Alein, karna dia pasti akan memberiku banyak pertanyaan.

Tok. Tok. Tok.

"Siapa?" Tanyaku dari dalam.

"Aku" jawabnya. Aku sudah tahu siapa pemilik suara bariton itu.

Aku melihat ke arah cermin. Rambutku hari ini sengaja kuurai dengan curly diujungnya. Yang membuatku malas adalah dress lengan pendek dengan bagian bawah di atas lutut berwarna biru ini menempel dibadanku. Aku sengaja mengubah tasku menjadi besar dan kupakai saja.

"Kau lama sekali!" Gerutu Zare setelah aku keluar.

"Aku tidak pernah memintamu menungguku." Balasku.
Aku melihatnya membawa tas yang ia sampirkan dipundak kanannya.

"Aku tidak ingin kau membolos! Kemarin kau tahu? Wali kelas kita menanyakanmu kepadaku!" Ujarnya.

"Hm.."

Aku dan Zare melangkahkan kaki keluar istana. Sepanjang perjalan kami hanya diam. Tak beberapa lama kemudian Zare angkat topik.

"Kemarin, seharusnya kau bisa masuk sekolah. Tapi, kau tidak masuk. Apa ada sesuatu?" Tanyanya kepo.

Aku hanya diam dan melihat ke samping, melihat danau yang membentang sepanjang jalan yang kulewat. Aku masih diam dan mengira-ngira siapa sebenarnya pria yang bernama Raze. Wajahnya benar-benar tidak kukenal, tapi rasanya ada sesuatu yang sama dan terasa familiar.

"Apa kau mendengarkanku?" Dia mencekal tangan kiriku yang membuatku berhenti.

Aku hanya diam dan mengangkat sebelah alisku. "Kau kemarin berasama siapa? Kenapa kau menghentikan langkahmu ke sekolah?" Kali ini dia menatapku dengan tatapan mengintimidasi.

"Tidak dengan siapa-siapa" jawabku bohong.

"Kau tidak pintar berbohong, atau.. kau mencari cara untuk kabur?!" Tuduhnya.

"Tid-"

"Jangan menuduhnya seperti itu." Sela seseorang entah dari mana.

"Siapa kau?!" Zare menyembunyikan aku di belakang punggungnya. Aku mengerinyit heran.

Tiba-tiba ada yang menarik tangan kiriku dari belakang. Zare pun melihatku yang kali ini disembunyikan di belakang punggung seorang laki-laki yang tidak kukenal lagi wajahnya.

"Aku yang bersamanya kemarin." Ujarnya. Dia tersenyum lebar hingga deretan gigi putihnya kelihatan. Aku merasa dia benar Raze, tapi wajahnya sangat berbeda. Aku butuh penjelasan tolong..

"Siapa kau?!" Ulangnya geram.

"Kau sepertinya ingin tahu sekali~" lelaki ini yang kuyakini adalah Raze mencolek dagu Zare. Aku menatapnya seakan 'kau-menjijikan-bodoh'.

"Apa-apaan kau ini!" Bentak Zare.

"Ara, aku akan menunggumu pulang sekolah. Ada yang ingin ku katakan." ujarnya sambil memegang lenganku. Sungguh aku risih sekarang.

Aku menepis kedua tangan Raze dan meninggalkan mereka berdua. "Hm.." balasku.
Setelah itu Zare menyusulku.

"Sia-"

"Aku tidak ingin menjelaskan apapun" sela-ku.

Dia mendengus kesal. "Cih.. tidak sopan" cibirnya.

Aku dan Zare pun sampai di gerbang sekolah yang menjulang tinggi. Sangat megah. Kami pun masuk dan seketika menjadi pusat perhatian. Dengan perasaan malas dipandang dan kesal karna digosipi, aku berjalan dengan langkah gontai ke dalam gedung sekolah berharap Zare lebih dulu jalan meninggalkanku.

"Oh ya ampun. Kenapa kau berjalan seperti orang yang akan mati? Lamban sekali." Cibirnya dan menarik pergelangan tanganku paksa. Orang-orang di sekitar menatap kami dengan tatapan bermacam-macam.

"Aku berharap kau yang mati"

Sesampai di depan kelas, terlihat Alein yang tadinya mengobrol dengan siswi lain langsung menghampiriku.

"LYERA!!" Alein berseru keras dan memelukku dengan erat.

"Kenapa kau kemarin tidak masuk?? Aku jadi khawatir" Alein mendengus sebal. Aku hanya diam, entah kenapa tidak ada keinginan untuk menjawab.

"Kemarin dia bersama laki-laki menyebalkan." Jawab Zare.

"Kau pikir kau tidak menyebalkan, huh?" Aku menatapnya sinis.

"Sudah! Jangan bertengkar disini. Ayo masuk." Ajak Alein.

Kami pun masuk. Aku mendecak sebal karna aku kini harus duduk dengan Zare. Kemarin kata Alein hanya terdapat dua bangku lagi. Satu di tempat gadis dengan rambut hitam sebahu, dan satunya lagi tempat Zare.

Maafkan aku sahabatku :"( aku jadi harus membiarkanmu duduk dengannya..- Alein.

Aku tahu kenapa mereka tidak mau duduk dengan Zare. Kenapa musti takut sih duduk sama Zare, si pangeran menyebalkan ini?- Lyera.

Pelajaran pertama berlangsung hikmat. Tidak ada yang berani ribut karna saat ini pelajaran Matematika. Sekolah ini menempatkan pelajaran biasa di jam 08.00-12.00 sedangkan kegiatan sihir di jam 13.00-21.00. Aku harap aku tidak akan mati muda disini.

Setelah pelajaran selesai, aku diajak Alein untuk menelusuri sekolah ini. Dan sempat Zare berpesan, "di selatan sekolah ada hutan. Jangan mencoba kesana. Ya walau ada batas pelindung sih."

Pertama kami mengunjungi kantin. Di sana banyak jenis makanan yang menggugah selera. Untuk makan disini tak perlu bayar. Cukup menggunakan kartu identitas murid di sini. Rasanya ingin sekali aku bersekolah disini selamannya.  

Aku dan Alein melanjutkan jalan-jalan ke bagian Tenggara sekolah. "kudengar disana ada kebun buah, tapi katanya gak ada yang berani ngambil buah disana." terang Alein kepadaku yang masih sibuk meneliti setiap inci sekolah ini.

"hm.." aku hanya bergeming dan memikirkan sesuatu yang terlintas dipikiranku. Apa maksud dari perkataan Zare tentang cincinku yang sempat hilang waktu itu? Kenapa cincin ini tidak boleh jatuh ke tangan orang lain?  

"Ra? Kau melamun? Ini kita sudah sampai." suara Alein membuyarkan lamunanku. 

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku sebentar dan hampir membuatku melebarkan mataku sempurna. kebunnya sungguh indah. Buah-buahannya terlihat sangat mencolok dan sepertinya lezat. aku mendekati salah satu pohon. Terdapat banyak buah seperti apel tapi bening yang memperlihatkan air manis disana. Baru ingin kusentuh batangnya, sebuah tangan mencegahku.

"kau tidak akan bisa menyentuhnnya, nak." ujar seorang lelaki yang tengah menatapku hangat. "Semua pohon dan buah disini adalah tanaman suci yang hanya keluarga kerajaan atau sihir tingkat tinggi yang bisa membuka pelindung tanaman disini." aku langsung mengurungkan niatku untuk mencicipi buah itu.

"kurasa biasa saja, tida ada yang berharga." cibirku dan kini berbalik memunggungi orang tua itu. "dan.. apakah kau yakin aku tidak bisa menyentuh pohon itu?" ku tersenyum miring dan pergi meninggalkannya dan Alein disitu.

Anak itu.. tolong kau pantau dia. Aku curiga dia bukan murid biasa. [?]

----------------------------

Mian.. aku udah berapa minggu nggak update. Sungguh ini disebkan karna HP author yang tiba-tiba rusak [jadi curhat]. sungguh malang nasib istrinya Zare ini. sekali lagi maafkan author.

guys bener deh. aku cuman butuh dukungan dan vote kalian kok. kadang jadi pengen nge-unpublish nih..


~~kiss bye untuk kalian~~

Rainbow MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang