Langit gelap itu rupanya sebuah kode dari semesta. Kode bahwa semesta ikut berduka saat tahu aku dan dia bertemu kembali. Dia yang tiba tiba menghubungiku kembali setelah menghilang tanpa jejak entah kemana. Dia menginginkan pertemuan denganku. Pertemuan pertama setelah sekian lama kita berpisah. Aku melihatnya dari kejauhan yang berjalan menghampiriku. Semesta sanggupkah aku menemuinya lagi? Sanggupkah aku menatap mata teduhnya lagi? Semesta, dia orang yang aku rindukan selama ini, dia juga orang yang selalu membuat air mataku jatuh setiap malam semesta. Kenapa aku datang menemuinya lagi? Semesta, Aku mohon semoga ini semua cepat berakhir, dan aku takkan mengulangi kesalahan yang sama menemui manusia yang hanya bisa melukaiku.
Ia duduk disampingku. Aku membiarkannya duduk disana tanpa berkomentar apa apa. Hening sesaat, tidak ada yang mau memulai percakapan duluan. Mungkin terlalu gengsi?Aku melihatnya menggenggam sebuah pot kecil ditangannya. Dia memberikan pot kecil itu untukku. Aku tidak paham akan maksudnya. Ingin rasanya Aku menuntut penjelasan darinya. Aku masih tidak mengerti maksud dari semua ini. "untukmu" katanya. "untuk ku? Untuk apa?" tanya ku sambil memegang pot kecil itu, ternyata sebuah tanaman kaktus mini yang dia berikan. "sebagai permintaan maaf ku" jawabnya. Bisa bisanya dia datang dan meminta maaf semudah itu? Tidak segampang itu! Luka ku tidak bisa langsung sembuh dengan kata 'maaf' darimu! "maaf kamu bilang? Semudah itu?" ingin rasanya aku segera pergi dari sini, tapi aku butuh penjelasan darinya.
Bagaimana mungkin ia bisa berkata.. "maaf memang tidak cukup menyembuhkan lukamu. aku tahu memang sudah bukan siapa siapa lagi untukmu, dan bukan apa apa bagimu. Aku tahu aku salah meninggalkanmu begitu saja, maka dari itu ku bawa tanaman kaktus itu sebagai pemohonan maafku. Sebenarnya Ingin rasanya aku beri mawar biru untukmu seperti yang biasa aku berikan. Tapi aku sadar, aku sudah tak pantas memberimu itu. Jadi, aku bawakan kamu tamanan kaktus. Aku tahu pasti kamu akan bertanya 'untuk apa? Dan Apa maksudnya?' sudah ku tebak. Biar aku jelaskan" katanya sambil menghembuskan nafas berat. "anggap saja ini barang pemberianku yang terakhir untukmu, aku takkan mengganggu hidupmu lagi. Ku berikan kaktus ini yang mewakili rasa sakitmu. Aku tak ingin memberikanmu mawar lagi, aku tak ingin seperti mawar lagi untukmu, aku tak ingin menjadi mawar yang terlihat indah, tapi pada akhirnya akan melukai karena durinya. Aku mau jadi kaktus 'apa adanya'. Liatlah dia tak menawan seperti mawar, tak banyak orang yang tertarik padanya. Ia menunjukkan semuanya dari awal. Ia tunjukkan bahwa ia bisa melukai orang lain lewat durinya. Aku akan menjadi kaktus yang tetap hidup ada atau tidaknya air, aku akan tetap berjalan ada atau tidaknya kamu, aku takkan menjadi mawar yang mengering dan mati setelah ditinggalkan tangkainya." aku diam, cukup rumit untuk menerima semua kata kata darinya.
"Mungkin kamu akan berfikir kaktus jahat, tapi tidak bagiku. Mawar lah yang lebih jahat. Ia bertingkah seolah semua baik baik saja padahal tidak. Aku ingin kamu seperti kaktus, bertingkah lah apa adanya, bukan ada apanya. Tetap tegar walaupun banyak orang yang tak pedulikanmu. Menjadi mandiri lah seperti kaktus yang tetap hidup walau terkadang tak dapat perhatian dari orang lain, karena ia tidak ingin merepotkan orang lain. Jangan jadi seperti ku yaa, yang hanya bertingkah manis diawal padahal akan menyakitkan. Untuk kesekian kalinya aku ucapkan maaf untukmu, maaf telah menyakitimu berkali kali. Aku tahu hatimu bukan baja, tapi aku masih tak habis fikir kamu sabar menghadapi aku yang seperti ini. Anggap saja kaktus ini permohonan maaf ku, sebagai tanda terakhir kalinya aku menyakitimu. Baiklah aku pamit, aku tak ingin mengganggu kesembuhan hatimu yang sakit karenaku. " ia bangkit dan meninggalkan seulas senyum manis untukku.
Aku diam tak bersuara sedikit pun mendengar tutur kata yang keluar mulus dari bibirnya. Sampai akhirnya ia benar pergi dari hadapan ku. Lututku lemas mendengar semuanya, mata ku panas. Lagi, hujan turun dari mataku. Aku diam membiarkannya membasahi pipiku, berharap menghapuskan juga rasa sakitku. Sulit ku percaya bahwa yang dia katakan semuanya benar. Dia hanya setangkai mawar yang mampu menipu dunia dengan keindahan kelopaknya tanpa ingat bahwa mawar memiliki duri yang bisa melukainya kapan saja.
Dia benar semesta, dia benar! Dia benar, dia hanya bisa melukaiku saja! Seharusnya ku biarkan dia pergi, seharus aku tidak menemuinya lagi karena luka ku yang mulai tertutup perlahan kini mulai terbuka kembali mengingatnya. Ku mohon hilangan dia dari planet ini, kemana saja terserah, asal dia tidak muncul kembali dihadapanku lagi.
Aravia
Bekasi,
Sel, 27/02/2018 23:25 WIB
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah yang tlah usai
Short StoryRanking # 9 - Qoutes ( 28 Mei 2020 ) # 5 - Qoutes ( 17 Agustus 2020 ) Masalalu itu tak harus dikenang, Tapi jangan pula dilupakan. Aku belajar banyak dari masalalu. Ya, aku tau. Itu smua memang tlah usai. Tapi maaf otakku tak mampu melupakan smuan...