: Chapter 7 – Rindu :
"Aku membutuhkan kamu, merindukan semua hal yang pernah kamu lakukan bersamaku. Aku merindukan kamu yang terus memberikan semangat untukku."
***
Saat kamu pergi, aku hanya sendiri di sini
Menghadapi kejamnya dunia
Bertahan pada rasa sakit yang tak dapat dibendung
Aku merindukanmu
Rindu yang tak pernah terbalaskan karena aku tak lagi melihatmu
Ingin rasanya bertemu, menceritakan semua
Menumpahkan seluruh emosi yang tependam
Akan tetapi, aku terlalu takut untuk menjengukmu
Aku takut... jika aku kembali mengingat
Saat di mana kamu pergi meninggalkanku
Teruntuk,
Habbi Al-Bani
Arini melepas pena yang masih ada dalam genggamannya. Tubuhnya bergetar, menahan isak tangis yang sudah mendesak ingin dilepaskan. Ia memejam, berusaha tidak terlihat cengeng malam ini.
Menghela napas, Arini membuka matanya dan menatap langsung pada selembar foto berukuran 10R yang berada di samping buku harian miliknya. Tatapannya mengabur ketika melihat bagaimana dua orang yang saling berangkulan dan tersenyum bahagia dalam foto tersebut.
Ia menghirup napas dalam, mengisi paru-parunya dengan udara hingga merasa penuh. Jemarinya mengelus foto itu lembut, senyuman samar pun terukir di wajahnya saat kenangan kembali mendatanginya.
Ia masih ingat betul kala cowok yang berada dalam foto itu datang ke sekolahnya saat jam pulang, menjemputnya dengan motor merah andalannya. Senyuman hangat cowok itu terulas, membuat Arini ikut tersenyum dari mata ke mata.
"Hai, capek, ya?" tanya cowok itu.
Arini mencebik, mendekat pada cowok itu seraya mengangguk. "Capek banget, Bi! Kamu tahu, nggak? Tadi tuh ya..." kemudian cerita mengalir begitu saja, kekesalannya akan teman sekelasnya yang begitu menyebalkan ia ceritakan pada Abi hingga cowok itu hanya bisa tertawa untuk menanggapi.
Arini menyelesaikan ceritanya dengan dengusan. "Aku nggak tahu harus ngapain tuh anak, sumpah pengin banget rasanya nimpuk dia pakai botol!" kesalnya.
Abi mengacak rambut cewek itu, terkekeh pelan. "Udah, jangan marah-marah terus. Nggak bagus, nanti cantiknya hilang," katanya sembari memberikan helm yang berada di jok belakang.
Arini menerima itu dan memakainya, ia lalu naik ke atas motor merah itu dan berpegangan pada bahu pengemudi. Abi yang merasakan tangan kecil milik Arini berada di bahunya mengernyit, "Kamu ini lagi dibonceng sama tukang ojek atau pacar, sih?" tanyanya, melirik Arini dari spion.
Arini menyengir, "Enak begini, Bi. Nggak papa, ya?" katanya, memberikan ekspresi memelas agar Abi terenyuh.
Abi yang melihat itu hanya mendesah pelan, cowok itu akhirnya menjalankan motornya menuju tempat biasa dirinya menghabiskan waktu berdua dengan Arini sebelum mengembalikan cewek itu ke rumahnya.
Arini masuk ke dalam kafe bernuansa alam dengan kursi dan meja yang terbuat dari kayu tertata rapi, tanaman-tanaman yang menjalar di dinding dan atap kafe, kolam ikan yang terletak di tengah-tengah bagian kafe, juga air mancur yang berada di ujung kafe membuat pengunjung merasa lebih rileks dengan suara air yang terdengar samar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, I!
RomanceSemua kehidupan memang memiliki beragam macam masalah di dalamnya. Tanpa masalah itu, manusia tidak akan bisa belajar untuk memperbaiki diri mereka hingga menjadi yang lebih baik. Sama halnya seperti apa yang dialami oleh Arini Kumala, kelamnya masa...