: Chapter 13 – Selamat Tinggal :
"Sudah kukatakan sebelumnya untuk jangan mendekat lagi. Dan pada akhirnya, ini berakhir dengan cukup buruk."
***
Sudah dua minggu sejak Arini dan Jimbrun berbicara di depan ruang karyawan, Arini selalu menghindari Jimbrun. Bahkan ketika cowok itu mengirim pesan padanya, Arini hanya membaca pesan itu dan tidak membalasnya. Seperti sekarang.
+62 812 1711 xxx:
Km masih gamau ngmg sm aku?
Arini melempar ponselnya dan merebahkan tubuhnya di kasur. Matanya memandang langit-langit kamar dengan pikiran yang entah kenapa.
Arini tidak tahu bagaimana caranya agar membuat cowok itu jera dan menjauh darinya. Sudah berbagai cara Arini coba, dari mulai menjauh, pura-pura tidak kenal dengan cowok itu, dan yang terakhir tidak memedulikan keberadaan cowok itu yang selalu berada di dekatnya.
Itu semua tidak berhasil.
Terlebih ketika Arini tidak sengaja mendengar kalau Jimbrun itu sudah memiliki kekasih, dia jadi semakin menjauhkan dirinya dari cowok itu. Arini tidak mau dibilang sebagai perebut kekasih orang, dia juga tidak mau hubungannya dengan Oky hancur.
Sebenarnya Arini tidak tahu apakah kabar tentang Jimbrun yang sudah memiliki seorang kekasih itu benar atau tidak, tapi dia memang tidak mau tahu. Justru Arini berterima kasih karena adanya kabar itu, dia bisa menggunakannya sebagai alasan untuk menjauhi Jimbrun.
Baru saja Arini ingin bangkit dari kasurnya, ponselnya tiba-tiba saja bergetar. Arini meraih ponsel itu dan mendengus ketika melihat nomor Jimbrun tertera di sana, mencoba untuk menghubungi Arini via sambungan telepon.
Arini sebenarnya tidak ingin mengangkat sambungan itu, tapi jari tangannya justru berkata beda. Jemarinya justru menerima sambungan itu, hingga membuat Arini menggerutu akan kebodohannya.
"Apa?" tanya Arini ketika ponselnya menempel pada telinga.
Di sebrang sana, Jimbrun menghela napasnya. "Jangan jutek gitu kenapa, sih. Aku telepon kamu itu 'kan baik-baik, jawabnya yang halus sedikit gitu," jawab Jimbrun dengan nada pasrah dan sedikit kesal.
Arini menggerutu pelan. "Kamu itu mau ngapain telepon aku? Aku ini sibuk," ketusnya.
Di saat seperti ini, Arini berharap Oky ada di dekatnya. Karena kalau ada pacarnya itu, Arini tidak akan mengangkatnya dan bisa memberikan alasan pada Jimbrun kenapa dirinya tidak mengangkat telepon—tunggu, kenapa Arini harus memikirkan alasan untuk tidak mengangkat telepon dari Jimbrun?
Memangnya, cowok itu siapanya?
"Aku cuman kangen sama kamu," bisik Jimbrun dari sebrang sana.
Arini yang mendengar itu mematung. Kangen, ya? Arini tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang ini, yang jelas ada perasaan aneh yang melingkupi dirinya ketika mendengar Jimbrun mengatakan kalau cowok itu rindu padanya.
Arini berdeham pelan. "Aku harus pergi sekarang. Maaf," ucapnya sebelum akhirnya memutuskan sambungan secara sepihak.
Arini melempar ponselnya ke sembarang arah, kemudian menghirup napas dalam.
Arini tidak tahu kenapa rasanya begitu berat untuk melakukan ini. Padahal, sebelum dia bertemu dengan Jimbrun, hidupnya baik-baik saja. Lalu, kenapa sekarang rasanya begitu sulit?
Jimbrun bukan siapa-siapa untuknya. Cowok itu hanya orang asing yang berusaha masuk ke dalam hidupnya, seseorang yang berusaha menggapai sesuatu yang tidak pernah bisa ia dapatkan dari Arini.
"Salah gue, sih, sebenarnya. Nggak seharusnya gue ngebiarin dia masuk ke dalam hidup gue," gumam Arini pada dirinya sendiri.
Arini terdiam beberapa saat, kemudian tiba-tiba saja tawa sumbang terdengar dari dirinya.
Lucu.
Menurut Arini ini begitu lucu. Dia yang memulai untuk 'bermain', dan dia pula yang mengakhirinya dengan cara yang begitu memalukan.
"Lo itu terlalu bodoh, Ri."
***
Arini tersenyum tipis dan mencium pipi Oky singkat. Cewek itu memandang sendu pada kekasihnya yang masih duduk manis di atas motor matic miliknya.
"Aku kerja dulu, ya," pamit Arini sembari membalikan tubuhnya, berjalan masuk menuju tempat kerjanya dan meninggalkan Oky yang mulai menyalakan mesin motornya dan melajukannya meninggalkan tempat kerja.
"Hai."
Sapaan itu terdengar dari seseorang ketika Arini melewati bagian barista. Cewek itu menoleh, mendapati Yudha yang tengah memberikan cengiran lebar ke arahnya.
"Oi, Mas, dari kapan di situ?" tanya Arini sembari terkekeh pelan.
Yudha mengedikkan bahunya. "Mungkin, dari kamu di depan sana, pas cium-cium pipi sama Oky," katanya dengan nada mengejek.
Arini yang mendengar itu mendengus pelan. "Ngintip orang pacaran aja, ye," cibirnya sembari berlalu meninggalkan Yudha yang hanya menjawab cibirannya dengan kekehan pelan.
Setelah absen, Arini berjalan menuju ruang karyawan. Cewek itu menaruh tasnya, mengeluarkan kotak rokok dan pematik miliknya, lalu berjalan kembali keluar ruang karyawan.
"Astagfirullah!" Arini berjengkit ketika mendapati Jimbrun yang sudah berdiri di depannya dengan wajah datar.
Jimbrun melipat kedua tangannya di depan dada, menatap lurus pada Arini yang masih berusaha mengendalikan dirinya karena kaget akan kedatangan cowok itu.
Berdecak kesal, Arini menatap sebal pada Jimbrun. "Bisa nggak, sih, kalau datang itu bilang dulu? Nggak usah bikin orang kaget gitu," rutuknya.
Jimbrun tidak menjawab, cowok itu bahkan tidak memberikan respons apa pun pada Arini, membuat cewek itu semakin sebal akan keberadaannya di sana.
Tidak memedulikan Jimbrun yang masih diam mematung di depannya, Arini memilih untuk berjalan melwati cowok itu, dan duduk di pinggir stage. Dia mengeluarkan satu batang rokok miliknya, dan menyulutnya dengan pematik.
"Bisa nggak, kalau orang datang itu, disapa dengan cara yang baik? Bukannya langsung marah-marah, terus habis itu ninggalin gitu aja?" tanya Jimbrun yang tiba-tiba saja sudah duduk di hadapan Arini dengan wajah masam.
Arini yang mendengar itu mendongak, menatap malas cowok yang kini sedang memandang ke arahnya dengan tatapan tajam. "Mau kamu itu apa, sih?"
Jimbrun mengacak rambutnya asal, terlihat kesal. "Aku itu mau tahu penjelasan kamu! Kenapa kamu tiba-tiba menjauh dari aku, heh? Aku salah apa?"
Arini diam. Dia tidak tahu harus menjelasakan apa lagi pada cowok di hadapannya ini. Rasa lelah sudah melingkupi dirinya, dan Arini sungguh malas untuk menanggapi lagi.
"Ri, jawab—"
"Lebih baik kamu nggak usah ganggu aku lagi. Ini yang terbaik. Kamu sudah punya pacar, pun dengan aku." Arini terdiam sejenak, menatap Jimbrun tepat di mata. "Jangan pernah datang lagi, jangan pernah bertanya tentang alasan kenapa aku menjauh. Kamu mengerti?" tegas Arini melanjutkan.
Arini berdiri dari duduknya, hal itu membuat Jimbrun sedikit mendongak.
"Selamat tinggal."
To be continued!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, I!
Любовные романыSemua kehidupan memang memiliki beragam macam masalah di dalamnya. Tanpa masalah itu, manusia tidak akan bisa belajar untuk memperbaiki diri mereka hingga menjadi yang lebih baik. Sama halnya seperti apa yang dialami oleh Arini Kumala, kelamnya masa...