Hey, I! - Chapter 11

80 7 0
                                    

: Chapter 11 – Menjauh :

"Aku pecundang, dan aku menyadarinya. Aku tahu jika aku yang ingin membuat permainan, tapi sekarang, justru aku yang mundur dan kabur dari permainan itu."

***

Satu bulan sejak kejadian di mana Arini menginap di kost Jimbrun, cewek itu terus berusaha untuk menjaga jarak dengan Jimbrun. Ia tahu, rencananya untuk menjadikan Jimbrun kelinci percobaan untuk membalaskan dendamnya pada sosok laki-laki belum dijalaninya sama sekali. Dan sekarang, ia benar-benar mundur dari rencana itu.

Setiap kali Jimbrun datang ke tempat kerjanya, Arini sebisa mungkin tidak bersinggungan dengan cowok itu. Bahkan, ketika cowok itu berusaha mengajaknya berbicara, Arini selalu berpura-pura tuli. Dengan mudahnya, Arini selalu melewati Jimbrun seakan-akan cowok itu tidak ada di hadapannya.

Beberapa kali matanya tak sengaja bersibobrok dengan mata hitam milik Jimbrun, dan beberapa kali itu juga Arini melihat tatapan kecewa dan sedih yang diberikan cowok itu padanya. Sedikit, Arini merasa senang karena cowok itu sudah terjerat pada dirinya. Tapi, ada rasa penyesalan karena Arini menjadikan Jimbrun sebagai incarannya hanya untuk membalas dendam—yang Arini sendiri sadar, cowok itu bahkan tidak pernah menyakiti dirinya sedikit pun.

"Kamu kenapa, Yang?" tanya Oky yang sedari tadi memerhatikan gelagat aneh dari Arini.

Sebenarnya, Oky sudah menyadari ada yang berbeda dari kekasihnya ini. Sejak kepulangannya dari Bengkulu, ia sadar betul jika Arini berubah. Arini jadi lebih pendiam dari biasanya, bahkan cewek itu jadi sering melamun sekarang.

Oky sudah menanyakan berulang kali apa yang sebenarnya terjadi, tapi Arini tidak pernah menjawabnya. Arini justru terkesan menghindar, selalu mengalihkan pembicaraan jika Oky bertanya apa yang terjadi.

"Yang?" panggil Oky lagi ketika melihat Arini yang ternyata sedang melamun. Cewek itu menyenggol Arini dengan sikunya, membuat Arini mengerjap beberapa saat. "Jangan bengong, ish. Aku ini tanya kamu," ucap Oky sebal.

"Hah? Kamu tanya apa?" Arini mengerjap bingung, mengalihkan pandangannya dari paviliun dan menatap Oky yang sedang memberenggut di sampingnya.

Hari ini Arini memang sengaja menemani Oky di tempat kerja, walau ia shift malam. Entah kenapa, Arini sedang tidak suka sendirian—walau ia sadar, ketika ada temannya pun, Arini memilih untuk sibuk dengan pikirannya sendiri. Seperti saat ini, misalnya.

Oky mendengus. "Sebenarnya, ada apa, sih? Kamu tuh, semenjak aku pulang dari Bengkulu, malah jadi aneh. Aku nggak tahu apa yang kamu tutupin dari aku, yang jelas kamu berubah," ucapnya. Air mukanya terlihat tidak suka dengan Arini yang terdiam menatapnya.

"Aku nggak berubah," gumam Arini.

Oky mengangkat sebelah alisnya. Cewek itu menghisap gulungan tembakau yang dipegangangnya, setelah menghembuskan asapnya perlahan, ia kembali membuka suara. "Nggak berubah apanya? Kamu itu sekarang jadi banyak bengong, nggak bisa fokus kalau diajak bicara. Lihat aja sekarang, dari tadi aku tanya kamu itu kenapa, dijawabnya setelah aku tiga kali tanya," katanya dengan nada ketus.

Arini tertunduk. "Maaf," lirihnya.

Oky yang melihat itu menyipit, dia mendekatkan tubuhnya pada Arini. Cukup kasar, tangannya menarik dagu Arini hingga akhirnya cewek itu mendongak dan menatapnya. "Kamu nggak ngelakuin hal yang bisa membuat aku kecewa, kan? Kamu... nggak jalan sama cowok, kan?" tanya Oky.

Arini yang mendengar pertanyaan itu membeliak, namun tak urung ia menggeleng pelan. Dalam hati, Arini menertawakan dirinya yang sudah berani berbohong dengan Oky. Arini tahu, jika ia berbohong sekali, maka kebohongan lainnya akan terus muncul dan menjebaknya dalam lubang penyesalan.

Hey, I!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang