8. Replaced

384 7 0
                                    

"kau tau apa hal yang paling menyedihkan di dunia ini?" aku bertanya padamu disela obrolan kita tentang burung camar yang sedang bersendau gurau di depan kita.

"apa?" jawabmu tanpa menoleh padaku.

"tergantikan"

Kita diam, menyaksikan bagaimana sepasang burung camar itu memamerkan kemesraan dihadapan kita yang hatinya sudah tak lagi bertautan.

Tak ada yang lebih menyedihkan dari tergantikan. Aku tau, saat posisi ku telah tergantikan aku tidak bisa lagi kembali dengan hati seperti sedia kala. Akan ada luka yang masih menganga, akan ada ingatan yang sulit terlupa dan akan ada kisah yang kembali terbuka.

Aku menundukkan kepalaku, berharap menemukan jawaban di antara pasir yang kuais-ais dengan jemari tanganku. Tetapi yang aku temukan hanya pasir yang seolah menertawakanku.

Kau beranjak, mengampiri senja yang sebentar lagi terisi oleh malam. Katamu senja adalah garis samar antara terang dan gelap, antara sore dan malam. Katamu senja adalah sebuah waktu peralihan. Dan katamu, aku seperti senja. Untukmu, aku terlalu samar, untukmu aku hanya sebuah peralihan. Dan aku segera tau aku akan segera tergantikan. Oleh malam, oleh gelap,

Kau bilang malam lebih baik karena banyak bintang yang bisa kau nikmati. Kau bilang malam lebih indah karena sinar rembulannya memantul di jendela kamarmu yang sengaja kau buka. Kau bilang malam lebih romatis karena desah anginnya seperti terpaan nafas yang membelai lembut kulitmu. Dan kau bilang malam lebih bermakna karena menemani kau membuat dunia lain dalam mimpimu.

Aku tersenyum. Sang senja tersenyum. Ah rupanya posisiku sudah tergantikan. Kulihat matamu berbinar saat membicarakan malam, persis dengan sorot mata yang dulu aku lihat saat kau membicarakan senja.

"kau tau, senja begitu indah karena membuatku seolah ada di dimensi lain" kau dengan antusias nya berkata seperti itu.

Aku masih mengingatnya. Masih tercetak jelas dalam ingatanku saat kau dengan bangganya memuja senja. Dulu kau bilang senja menenangkan dengan warna jingganya yang mempesona. Dulu kau bilang senja mengagumkan karena semburat oranye nya menandakan sang surya yang enggan kembali ke tempatnya. Dan dulu kau bilang senja adalah garis batas waktu yang ikatannya akan selalu terhubung.

Kau berbalik, menatapku dalam, seolah mencari jawaban atas pertanyaan yang kau lontarkan pada hatimu sendiri. Atau mungkin pada pikiranmu sendiri karena kau bilang tak pernah percaya pada hati. Kau bimbang, kau menginginkan malam dan membutuhkan senja.

Kau menghela nafas panjang, berjalan ke arahku yang masih duduk memeluk lutut dengan sorot mata penuh harapan.

"maaf"

Ah sejak saat itu kau dan aku tau bahwa senja tak akan pernah sama lagi.

-L

Secangkir RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang