17. Nightmare

132 4 0
                                    

Saya kembali membuka mata dan mendapati diri saya terbangun pada pukul 00.05 hanya untuk menatap langit-langit kamar yang masih sama seperti hari kemarin.

Beberapa tetes air mata lolos dari sudut mata saya karena mimpi saya akhir-akhir ini terasa seperti nyata.

"Saya pergi untuk kembali"

Saya ingat bagaimana cara kamu mengatakan pada saya kalau kamu pergi untuk kembali. Saya ingat bagaimana cara kamu meminta saya untuk menunggu. Saya ingat bagaimana cara kamu memohon supaya saya menjaga hati saya.
Dan saya pun ingat bagaimana cara saya menuruti semua mau kamu.

Lalu saya pun ingat, bagaimana akhirnya kamu pergi dan tak kembali.

Orang bilang bahagialah secukupnya, maka saya juga akan bersedih secukupnya.

Saya setuju.

Tapi entah mengapa saat itu menyangkut kamu, saya menjadi tidak setuju.

Kamu membuat saya merasakan bahagia yang lebih dari sekedar cukup. Dan saya menerimanya. Meski saya tau, saya akan merasakan sedih yang sama besarnya. Dan saya tetap menerimanya.

Saya tetap menerimanya, meski kamu tidak juga kembali.

Saya tetap menerimanya meski saya harus terbangun di jam yang sama setiap hari tanpa tahu kabar kmu sedikitpun.

Saya tetap menerimanya meski logika saya meminta saya menolak.

Karena yang bisa saya lakukan hanya menerima.

Saat saya membuka mata dan melihat lampu kamar saya masih gelap, say berpikir apakah matahari belum terbit atau matahari sudah terbenam.

Kemarin dan hari ini. Hari ini dan besok. Besok dan lusa. Semua terasa sama bagi saya.

Dan saat saya membuka mata esok saya berharap ada yang berbeda. Saya berharap semua hanya mimpi saat kamu berakhir "saya pergi". saya berharap saat saya bangun kamu pun berakhir dengan "saya kembali".

Karena kamu berjanji untuk kembali. Bukan untuk pergi.

Secangkir RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang