9. A Night

324 7 0
                                    

Malam ini begitu dingin, aku mengeratkan pelukan tanganku pada tubuhku sendiri. Semakin pekat semakin menyayat. Itulah korelasi malam dan rindu.

Dalam perjalananku kali ini kulihat kursi penumpang disampingku masih kosong. Bahkan kursi seberang dan depanku pun masih kosong.
Jendela yang kujadikan tempat berasandar pun tak menmpilkan apapun. Malam ini begitu pekat.

Kudengar giliran lagu balad yang kini terputar di ponselku. Curang, kataku. Malam yang jahat, kataku lagi.

"Mengapa tidak sekalian saja kau turunkan hujan?" Aku memaki. Dan yang dimakin hanya diam.

Aku menghela nafas berkali-kali. Memandangi tempat duduk disampingku dengan tatapan pilu.

Dulu, ada kamu.
Dulu, ada kamu.
Dulu, ada kamu.

Masih selalu sama yang aku ucapkan. Dulu, ada kamu.

Bahkan malam pun tak berniat menghangat. Dia hanya mengingat. Dengan luka dan kenangan yang nyerinya masih terasa sangat hebat. Kamu jahat. Kamu jahat, tiada hentinya aku mengumpat.

***

Malam ini terasa mencekam, karena otak memutar film yang telah lama terekam. Dalam layar dan ruang tanpa batas. Satu persatu potongan ditampilkan dalam balutan warna abu-abu. Samar.

Semakin samar sampai akhirnya aku bisa melihat bayanganku sendiri. Sendiri. Aku kembali pada kenyataan. Dengan malam dan bulan yang menertawakan.

Aku berjalan perlahan. Menjauh dari buaian ingatan dalam angan. Kembali pada kenyataan dan menatap kembali pada kursi sebelah kanan. Masih kosong.

-L

Secangkir RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang