11

161 15 0
                                    

" Ngelamun malam - malam di luar itu nggak pernah bagus buat kesehatan "

Nazfa masih terpaku di tempatnya. Di depannya berdiri Arga yang sedang menatap ke arahnya. Tapi bagaimana bisa..

Eh, dia naik apa kesini?! Ini balkon rumah gue?!.

" Ng.. Ng..Ngapain lo disini?! ", teriak Nazfa sambil menggaruk tengkuknya.

Arga hanya menatap kedua mata Nazfa dengan tatapan dinginnya. Mata tajamnya menyelami kedua manik mata yang sangat Indah baginya. Dan benar, Arga sangat merindukan gadis itu. Semuanya tak terkecuali, dari kekehan kecil dan pelukannya masih membekas di ingatannya.

" Wohhh.. Uuhhh.. Lalaaallaa.. Heh?! NGAPAIN LO KESINI?! ", teriak Nazfa keras karena sedari tadi Arga hanya diam dan tak berkata apapun. Bahkan mata tajamnya menatap Nazfa dengan mematikan. Membuat tubuh Nazfa ketakutan. Sedari tadi pula Nazfa menahan agar air mata tidak keluar dari kelopak matanya.

Dan, Ya. Ia masih merindukan Arga.

Arga diam, begitu juga Nazfa. Hanya suara gemerisik dedaunan yang tertiup angin yang menjadi musik pengantar malam pertemuan ini. Hingga suara Nisa memecah keheningan di antara keduanya..

" KAK NAZ !!! ", dengan sigap Ifa menarik ganggang pintu balkon dan membukanya tergesa.

" KA~ , Eh .. Ada Kak Arga. Ups, maaf ganggu. Orang lagi pacaran kok ya,  maaf kan Nisa kak. Nisa jomblo. Ya allah, beri Nisa jodoh sebaik dan setampan Kak Arga ", cerocos Nisa tanpa sadar tentang suasana canggung yang tengah menyelimuti ketiganya saat ini.

Nazfa hanya bisa menelan ludahnya kasar, sementara Arga hanya diam dan wajahnya sedikit memerah.  Nazfa menyadari itu, namun senyumannya memudar kala kalimat tak berperasaan itu kembali terngiang di pikirannya kembali.

" Um,  Kak Arga kok nggak masuk.  Masuk aja kak, disini dingin loh.. Nisa bikinin teh kayak dulu lagi. Kak Arga kan sekarang jarang main kesini, Nisa kangen deh ", dan ucapan Nisa barusan entah kenapa mencabik sedikit hati Nazfa.

" Nih, anak ganjen banget dah. Coba aja kalau bukan adek gua, gua bunuh ni anak "

Baru saja tangan Nisa ingin meraih lengan Arga, namun suara Arga menginterupsi pergerakan tangan adik Nazfa tersebut.

" Um.. Maaf ya Nis,  mungkin lain kali dulu. Kak Arga pamit dulu ya, udah malam lagian ", ucap Arga pelan sambil mengacak rambut Nisa dengan gemas. Sementara Nisa  memajukan bibir cemberutnya menunjukkan kekecewaannya kepada Arga.

" Kak Arga pamit ya,  Daa Nisa. Tidur yang nyenyak,  mimpiin Kak Arga. Eh, nggak ah.. Pacar Nisa aja yang dimimpiin ", ucap Arga cengengesan sambil mengelus lengan putih Nisa dan berpamitan padanya.

Semua itu tanpa melihat Nazfa, yang menyaksikan semuanya. Dan Nazfa hanya bisa berdiri mematung layaknya pajangan koleksi museum. Kakinya seperti dipahat disitu dan bibirnya seperti dikunci ketika melihat semua itu.

Bahkan ketika Arga menuruni balkon kamarnya, ia sama sekali tak melihatnya. Pandangannya terus terarah pada adiknya, Nisa.

Dan sentuhan tangan Nisa sekarang yang memulihkan kesadarannya.

" Yah,  kok Kak Nazfa malah diem.. Kak Arga pulang tuh lho kak. Kok nggak disalamin, biasanya kan pelukan sama Kak Nazfa "

"...."

" Kak Nazfa kenapa?  Kak Nazfa kok diem.. Kak?  Kak? "

" ... "

Nisa terus menggoyangkan tubuhku, namun entah kenapa bibirku sama sekali tak ingin membalas ucapannya sedikitpun.
Dan adikku akhirnya menyerah, Nisa mengambilkan jaket untukku dan pergi ke kamarnya sambil menginterupsiku bahwa aku harus bercerita kepadanya ketika aku sudah merasa baikan.

Dan aku mengakuinya sekarang.

" Gue cemburu dek, lihat lo sama Arga tadi "

Dan dalam hembusan angin malam yang menusuk relung tulang,  Nazfa menangis. Cubitan hati itu terasa sakit, bahkan kalimat yang seperti kaset rusak itu terus berputar di otaknya. Tangisannya menjadi, bahkan langit seperti ikut menangis mendengar tangisannya dan ikut menumpahkan airnya ke daratan.

Diantara pohon dan hujan yang deras itu, disaat bau tanah yang bercampur aspal itu menyatu.. Disitu berdiri lelaki yang mengamati Nazfa dari jauh, hatinya juga sakit. Bahkan mungkin lebih sakit lagi dari yang dirasakan oleh Nazfa.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

" Sampai kapanpun lo tetep nafas gue, Naz. Gue kuat kalau lo ada ".













Dan tanpa laki - laki itu sadari pula ... di belakangnya, laki - laki lain bermatel hitam tebal juga melihat semuanya. Hatinya terasa panas dan tangannya mengepal erat menahan marah.





















" Nazfa buat gue, bukan lo "







Halu.. Maaf updatenya lama. 🙏
Lagi fokus sama cerita satunya,  judulnya " Who ". Jangan lupa di tambahkan juga ya..

Tinggalkan jejak :v
Vote and comment  🤗🤗



















Matematika Cinta Nazfa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang