*Kevin’s POV*
Gue terbangun dan langsung memegang kepala. Pusingnya masih kerasa karna gue minum 2 botol wine sekaligus. Gue pun duduk dan memakai tshirt.
Gue mengambil hp yang tergeletak di kasur dan menyalakannya.
“Oh iya. Rey...” kata gue pelan. Gue bener-bener lupa buat kabarin dia. Atau lebih tepatnya sama sekali gak ngabarin. “Damn” umpat gue. seketika pusing yang menyerang langsung hilang.
Gue pun berniat ke rumah Rey. Baru saja keluar kamar. Udh ada sosok Rey lagi duduk di sofa sambil makan.
“Rey?” kata gue, Rey pun membalikkan badannya dan melihat ke arah gue. “Mau makan kaga lu? Ada nasi goreng tuh gue beliin” katanya sambil menunjuk dapur. Kebetulan, gue belum makan.
Gue mengambil bungkusan dan membukanya, menaruhnya di piring dan menuang air ke gelas, lalu gue bawa ke ruang depan dan duduk di sebelah Rey.
“Dateng jam berapa lu?” tanya gue sambil makan. “Abis magrib” katanya singkat, matanya msh fokus ke tv sambil makan makanan yang sama dengan gue.
“Masuk lewat mana? Bukannya pintu depan gue kunci” kata gue lagi “Lu kan pea, pintu depan di kunci pintu belakang ngga” katanya lagi.
Gue hanya mengangkat bahu dan kembali makan.
“Lo pulang kapan?” tanyanya setelah cukup lama hening, hanya suara tv yang mendominasi “Pagi, sekitar jam 8 jam 9” kata gue
“Ini hari apa?” tanyanya lagi, “Kamis, mungkin, lupa hari” “Ini hari Rabu pea” “Kan gue bilang, gue lupa hari” kata gue melihatnya dengan tatapan memelas.
“Lu berangkat hari apa?” “Kamis” “Kamis kan? Bilang ke gue berapa hari lo disana?” “Seminggu” “Seminggu. Berarti kan harusnya lo balik kamis lalu atau gak jumat lalu. Ini udah rabu. Namanya bukan seminggu, tapi hampir 2 minggu”
“Betah gue disana” “Betah gamasalah, tapi kalo gaada kabar bikin orng khawatir. Lu gatau oma sampe pusing mikirin elu?” katanya yang sekarang melihat ke arah gue
“Ya maaf. Baru besok gue mau ke rumah oma” “Gue udh nelfon oma kalo lu udah pulang,” gue tersenyum manis ke Rey “Sok cantik lu” katanya sinis.
“Udah ah mau balik” katanya sambil berdiri dan pergi lewatin gue gitu aja.
Tiba-tiba terlintas suatu hal di otak gue. Bagaimana kalau nanti gue belum ketemu pengganti Mawar? Apa iya gue harus tega dan nikahin Rey atas permintaan Ibu?
***
*Kevin’s POV*
Kembali ke aktifitas semula. Gue memakirkan mobil dan langsung masuk ke dalam kantor. Menyapa setiap orang yang bertemu dengan gue hanya dengan senyuman.
Menghindari pertanyaan orang-orang yang bertanya seminggu lebih ini gue kemana. Enggan untuk menjawab akhirnya gue percepat langkah dan masuk ke dalam ruangan gue.
Baru saja gue duduk di kursi tiba tiba pintu ruangan gue terbuka, Lani pun berdiri di depan pintu dengan tatapannya yang kelihatan cemas “Lan? Kenapa?” tanya gue.
“Yaampun Kev. Lo itu kemana ajasih, gue nyariin” katanya dengan suaranya yang melengking tinggi. Dia pun mendekati gue, mengambil kursi dan duduk di depan gue.
“Ah.. gabisa gue jelasin Lan. Ribet” kata gue, mencoba menyembunyikan tentang pernikahan Mawar dan alasan gue pergi.
“Karna Mawar lagi?” katanya. Gue melihatnya dan mengerutkan kening “Rey kasih tau gue” lanjutnya. “Of course” kata gue sambil menggelengkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Teen FictionTerkadang, gue suka mengeluh akan hidup gue yang menurut gue sama sekali tidak ada hal yang menyenangkan. Itu takdir. Iya. Lelaki ini selalu berbicara itu ke gue. Takdir. Sebetulnya benarkah ini takdir gue? Atau takdir gue yang sebetulnya indah. Be...