Part 15

96 5 0
                                    

*Rey’s POV*

“Besok ke cafe yuk? Sore sore. Sama Alif sama Caroline juga” kata Imam menyadarkan lamunan gue.

“Cafe? Cafe mana?” tanya gue “Cafe biasa. Mau kan? Makan sekalian ngobrol, gue yang traktir” katanya lagi “Oh, iya, yaudah” kata gue sambil minum.

“Eh Rey, nyanyi sana, ada yang nawarin tuh” kata Alif. Di cafe ini memang biasanya malam minggu, dari sore sampai malam akan ada lagu-lagu akustik yang di bawain, entah dari penyanyinya yang udah di sewa ataupun dari pembeli yang datang

“Ah males gue” kata gue “Yahilah, gue temenin, gue yang main gitar” katanya lagi.

“Sana gih Rey. Lumayan suara lu gak bikin telinga gue sakit” kata Olin

“Yaudahlah yaudah” kata gue. Imam hanya tersenyum.

Gue pun mengikuti Alif di belakang yang berjalan ke arah stage kecil itu. Tapi tiba-tiba gue menabrak seseorang, tidak sengaja tentunya.

“Eh. Maaf maaf, sorry banget” kata gue ke laki-laki yang gue tabrak barusan.

“Kalo jalan liat-liat kali, jangan asal jalan, punya mata kan?” katanya dengan nada tinggi. Gue kenal dengan suaranya. Dan gue kenal dengan wajahnya. Dia hanya menatap gue dengan tatapan sinis dan seperti merendah lalu berbalik kembali.

Gue melihatnya, terus melihatnya. Kelihatannya laki-laki itu lagi debat sama Alif, entahlah mungkin berebutan untuk nyanyi.

“Lif. Lif udah” kata gue sambil menarik lengan Alif

“Oh. Dia yang nyanyi? Yaudah duluan aja” katanya sambil menatap gue tajam seperti melihat pelacur rendahan di depannya. Dia melihat gue, gue pun menatapnya lagi, menatapnya terus.

Rasanya hati gue bergejolak, gue ingin marah, tetapi rasa sedih itupun mendominasi. Gue terus menatapnya hingga dia kembali lagi di tempat duduknya. Gue menatapnya seperti serigala yang ingin memakan mangsanya.

“Rey, ayo, nyanyi apa?” kata Alif membuyarkan semuanya. Gue pun melihat Alif dengan tatapan bingung

“Nyanyi apaan?” katanya lagi. Gue yakin, pasti Alif tau karna barusan dia abis ngebacot sama laki-laki itu. Tatapannya ke gue pun keliatan beda. Seperti mengharapkan sesuatu untuk gue nyanyiin yang bisa menusuk tepat.

“Tau chords nothing like us kan?” tanya gue pelan “Tau” balasnya “nothing like us aja” kata gue sambil naik ke stage “Eh ngga gue lupa. Yang lain” katanya “Bacot lu, nothing like us!” bisik gue.

Gue pun duduk di kursi yang ada dan Alif duduk di sebelah gue siap dengan gitar. Kembali tatapan gue fokus ke laki-laki yang baru aja gue tabrak tadi.

Lagu Nothing Like Us milik Justin Bieber pun mengalun lagi di telinga gue. entah kenapa, gue merasa terikat dengan lagu ini. Dan hebatnya, untuk kali ini, gue menyanyikannya tanpa ditemani air mata.

Lagupun selesai, suara gue yang cukup bagus mengalun pelan di cafe, orang-orang pun menghentikan aktifitas mereka dan melihat ke arah stage, penasaran siapa yang menyanyikan lagu galau ini.

Orang-orang pun memberikan tepuk tangan ke gue dan Alif, gue hanya tersenyum dan turun dari stage, kembali lagi ke meja gue.

“Gak pake nangis?” kata laki-laki yang sedang duduk dan bicara di samping gue persis. Gue pun langsung berhenti tepat disampingnya dan melihatnya

“Kenapa mba? Kok gapake nangis? Padahal gue mau liat loh cara lo nyari simpati ke orang-orang gimana” katanya yang melihat gue dengan tatapan yang sama seperti sebelumnya. Dan teman-teman yang bareng dengan dia pun tertawa atas ucapannya.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang