*Rey’s POV*
“Jadi lo ngomong iya?!” kata Alif yang terlihat tidak percaya “Berisik elah” kata gue dengan santainya sambil memainkan hp gue di depannya “Trus Imam nasibnya gimana?!” katanya lagi.
Gue menatap Alif yang sedang menatap gue “Gausah ingetin gue tentang Imam” kata gue yang kembali memainkan hp “Pasti belum bilang ke imam” katanya lagi. Gue hanya diam dan tetap fokus dengan hp gue
“Makin lama lo tunda buat ngomong ke Imam, malah makin buat dia nyesek nantinya. Gue sih ngasih tau aja” katanya, gue tetap tidak peduli, atau lebih tepatnya berpura-pura tidak peduli
“Gue ingetin aja, lo sampe sekarang masih gantungin Imam, lo gak pernah jawab iya atau engga ke Imam. Dan tiba tiba lo bilang ke dia kalau lo mau nikah, nyesek men, gue aja yang gak ngerasain nyesek” lanjutnya lagi
“Berisik elah” kata gue “TRUS NASIB TEMEN GUE GIMANA?!?!” kata Alif “Elah lebay lu ah” kata gue sambil meliriknya “Oh iya lebay” katanya yang kembali biasa “Gue tau lo kan sebetulnya gak peduli peduli banget” kata gue yang kembali melihat Alif
“Emang sih, iyajuga sih” katanya “Jadi lo kapan bilang ke Imam tentang ini?” tanyanya lagi “Gatau lip” kata gue “Gaada nyali dan gak tau mau ngomong gimana ke dia. gimana jelasinnya. Karna sampai sekarang aja gue masih gak percaya kalau sebentar lagi gue nikah” kata gue
“Emanngya berapa bulan lagi?” tanyanya “3 bulan lagi” kata gue sambil menyenderkan tubuh gue di kursi dan melihat ke luar kaca cafe yang diguyur hujan.
“Kalau lo butuh bantuan, gue bisa bantu ngomong ke Imam” kata Alif yang memang sering sekali membantu gue sejak SMA “Gak usah” kata gue “Biar gue yang ngomong ke dia, walaupun entah kapan” lanjut gue.
“Ih si Olin mana coba” gerutu gue sambil menelfon Caroline berkali-kali tetapi tidak kunjung di jawab “Elah gue balik sama siapa” kata gue yang akhirnya sudah menyerah menelfon Caroline
Gue melihat sekeliling gue, siapa tau ada yang gue kenal dan sedang ada jam kosong jadi gue bisa minta dianterin pulang. Tetapi satupun gak ada wajah yang gue kenal “Kok kampret sih hari ini, kena marah dosen, Olin ditelfon gak jawab” kata gue yang kembali menggerutu
“Rey!” teriak salah satu teman gue, gue pun menegok ke arah sumber suara “Putri! AH MINTA ANTERIN PUTRI AJA. YES” batin gue dalam hati. Tunggu, tapi ada laki-laki yang berjalan di belakangnya, lebih tinggi daripada Putri jadi terlihat jelas wajahnya
“Om Kev?!” kata gue yang sedikit tidak percaya karna dia datang ke kampus “Nih, ada yang cariin” kata Putri setelah berdiri di depan gue “Ini kak, Reynya” kata Putri “Kak?” kata gue dengan tampang bingung
“Makasih ya” kata om Kev ke Putri “Sama-sama kak” kata Putri. Putri melihat gue sambil tersenyum, tetapi senyumannya menyiratkan sesuatu, tetapi ia langsung pergi begitu saja
“Lo gak ngomong apa apa kan ke anak itu?” kata gue setelah Putri sudah cukup jauh “Ah engga, gue cuma bilang gue nyari lo sama gue itu calon suami lo” katanya. mata gue seketika membesar
“Sekalian aja lo update di facebook,twitter,bbm,whatsapp,line,skype,ktalk,apalagi tuh, semua socmed yang lo punya dan bilang kalo lo itu calon suami Reynanda Putri Kinanti yang cantik cetar membahana”
“Bener ya?” katanya sambil mengeluarkan hpnya dari kantung celananya “EH ENGGA ANJRIT GUE BECANDA!”
“Eh, anak musang, rumah gue lewat. Mau kemana?” kata gue setelah om Kev melewati jalan yang ke arah rumah gue “Jakarta” kata om Kev, singkat jelas padat “Hah? Ngapain?” tanya gue
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Fiksi RemajaTerkadang, gue suka mengeluh akan hidup gue yang menurut gue sama sekali tidak ada hal yang menyenangkan. Itu takdir. Iya. Lelaki ini selalu berbicara itu ke gue. Takdir. Sebetulnya benarkah ini takdir gue? Atau takdir gue yang sebetulnya indah. Be...