7.3 HADIAH DAN IMBALAN

2.9K 146 1
                                    

"Memangnya dia siapa mampu membuat semua orang memujanya!"

Kiran menutup kedua telinganya dengan tangannya. Dia berdiri sambil memelototi Sean hingga matanya nyaris keluar.

"Aku akan kembali ke bawah sebelum aku ikut gila sepertimu!" pekik Kiran lalu berlari kecil ke arah pintu masih dengan kedua tangan menutup rapat telinganya.

"Buuk!" Kiran menabrak sesuatu. Kiran yakin tadi pintunya terbuka lebar tapi kenapa sekarang jadi tertutup. Sebuah uluran tangan hadir di depan wajahnya. Kiran mendongak dan sesosok pria tampan bak dewa muncul.

Kiran berdiri dengan bantuan pria yang ditabraknya tadi. Kiran masih saja terpaku dengan sosok laki-laki tampan yang sedang mendaratkan kedua tangannya di bahu Kiran.

"Are you okay?" tanya laki-laki tampan itu.

Kiran mengangguk pelan, "terima ka-sih," kata Kiran.

"Mau apa ke sini?" tanya Sean yang sudah berdiri di belakang Kiran.

"Oh my God," pekik Kiran sambil memukul lengan Sean karena muncul tiba-tiba dan membuatnya kaget.

"Tentu saja..." laki-laki itu memberi sedikit jeda sebelum dia melanjutkan kata-katanya, "menjemputmu anak nakal!" sambung laki-laki itu lalu menjewer telinga Sean dan menyeret Sean masuk seolah tempat itu miliknya bukan milik Sean.

Kiran berdiri di depan pintu seperti orang bodoh dengan mulut yang setengah terbuka. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "boleh aku pulang?" tanya Kiran. Padahal dia tak perlu meminta izin untuk pulang.

"Tidak!" seru kedua pria tampan yang sedang saling mengunci itu.

Kiran menutup pintu dan kembali ke dalam dengan perasaan yang tidak enak. Sepertinya akan terjadi perang yang sangat besar di sini. Masalah! Pasti akan ada masalah yang akan datang dengan segera.

"Bisakah aku pergi? Pasti kalian berdua akan merasa canggung jika aku berdiri di sini. Lagi pula aku pasti tak ada hubungannya dengan kalian bukan?"

"ADA!" bentak Sean dan lelaki itu secara bersama membuat Kiran terpancing emosi.

"Siapa kalian menyuruhku jangan pergi heh!" pekik Kiran.

Dan mereka berdua pun berhenti saling mengunci, memiting dan memukul. Pria yang lebih tinggi dari Sean itu berjalan ke arah Kiran sambil membenarkan kemejanya yang sesikit kusut.

"Aku Ryan Haris, Kakak dari laki-laki bodoh yang duduk di sana," Ryan secara resmi mengenalkan dirinya. Kiran masih berdiri mematung sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. Ryan langsung saja menyambar tangan Kiran lalu mengecup punggung tangan Kiran, "Nice to meet you My Lady."

"What do you say? My Lady? Asshole!" pekik Sean lalu berjalan cepat. Tidak! Sean berlari lalu meloncat ke punggung Ryan yang malah membuat mereka berdua menimpa Kiran.

Bukkkkk!

Rasanya Kiran sedang ditindih tujuh karung beras. Badannya remuk, dan tak lama pandangannya mulai kabur dan semuanya berubah jadi gelap.

Kiran!

Kiran!

Kiran!

Kiran berjalan di sebuah lorong dengan cahaya berwarna putih di atas kepalanya. Di ujung lorong sudah ada dua orang yang menunggunya. Tampaknya seorang pria dan Kiran mengenal mereka.

"Arrrrrrgh!" pekik Kiran yang terbangun. Karena ditindih dua orang pria tadi Kiran kehilangan kesadarannya untuk beberapa menit.

"Kau tak apa-apa?"

"Kau tak apa-apa?"

Telinga Kiran berdenging, semua yang dia lihat nampak menjadi dua. Kepalanya sakit dan semua yang dia dengar seperti terdengar sangat pelan. Kiran mengerjapkan matanya. Tangannya terus memukul-mukul kepalanya beberapa kali.

Ryan menahan tangan Kiran. Lalu Sean menangkup wajah Kiran, "Kiran kau tidak apa-apa?" tanya Sean dengan sangat khawatir.

"Oh... oh kau ada dua, ada apa dengan mataku? Tunggu..."

Sean dan Ryan mengamati Kiran mereka takut terjadi sesuatu yang buruk pada gadis itu. Semua ini karena Sean yang tiba-tiba menyerang Ryan dengan membabi buta. Sekarang Kiran yang harus menanggung akibatnya.

"Oh... kau sudah tidak jadi dua lagi, kenapa kau terus memegangi tanganku heh?" tanya Kiran dengan sinis.

"Dia kembali!" kekeh Sean sambil mengusap kepala Kiran dengan lembut. Ryan pun menghembuskan nafasnya dengan kasar. Lega, hatinya merasa lega. Sean dan Ryan mengira mereka sudah melakukan sesuati yang buruk kepada Kiran ternyata semuanya baik-baik saja.

"Oh... tunggu!" pekik Kiran.

Sean dan Ryan yang baru saja mau berdiri kembali bersimpuh di hadapan Kiran.

"Ada apa? Ada yang sakit? Kakimu terluka? Tanganmu? Katakan padaku!" kata Sean sambil memeriksa tubuh Kiran.

"Apa kau milyader yang terkenal itu? Iya itu kau! Aku melihatmu di majalah forbes!" pekik Kiran sambil menyatukan kedua tangannya.

Ryan tersenyum simpul. Kiran benar dia muncul beberapa kali di majalah Forbes sebagai 20 pengusaha paling kaya di dunia. "Kau melihatku di sana? Aku memang terkenal ya," kata Ryan lalu membantu Kiran berdiri.

Sean merasa diacuhkan karena perhatian Kiran telah terpaku pada Ryan. Kakaknya benar-benar kelewatan. "Bisakah dia berhenti mencuri milikku!" gerutu Sean dalam hati.

Sean menarik lengan Kiran dengan paksa. Menyeret Kiran agar menjauh dari kakaknya. "Ayo turun!"

"Hei!" pekik Kiran yang merasa pergelangan tangannya sakit karena Sean menariknya dengan sangat kuat.
Karena tidak sabar dengan langkah kaki Kiran yang begitu lambat Sean menggendong Kiran. Ryan yang berdiri di ambang pintu bersiul melihat adegan itu. Kiran yang ada di gendongam Sean sedang meronta-ronta minta diturunkan.

Sean menurunkan Kiran tepat di depan pintu. Sean terus melangkahkan kakinya maju membuat Kiran terus melangkah mundur sampai langkahnya terhenti karena punggungnya sudah menyentih pintu. "A-apa kau mau apa?" kata Kiran terbata.

Sean mengurung Kiran dengan lengannya. Kiran meneguk salivanya dengan kasar. Sean memberikan Kiran sebuah kecupan singkat dan tak terduga di bibir Kiran. "Masuk dan kunci pintunya," bisik Sean sambil membukakan pintu dengan tangan kananya.

Dengan pelan Kiran berjalan mundur dan Sean menutup kembali pintu rumah Kiran. Gadis itu masih mematung dan saat dia sadar dia lalu berlari ke kamarnya. Menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Membenamkan kepalanya di atas bantal demi menahan umpatan-umpatan yang sedang dia keluarkan untuk Sean.

"Pervert!" pekik Kiran.
.
.
.
.
.
.
.

Unexpected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang