CHAPTER SEBELUMNYA DI PRIVASI, BERARTI YANG BELUM BACA CHAPTER SEBELUMNYA BELUM FOLLOW SAYA :)
KALO MAU BACA CHAPTER SEBELUMNYA SILAHKAN KELUARIN DULU CERITA INI DARI PERPUSTAKAAN KALIAN, LALU FOLLOW SAYA BARU DIMASUKKAN KEMBALI CERITA INI KE PERPUSTAKAAN KALIAN, NISCAYA CHAPTER YANG SEBELUMNYA AKAN MUNCUL.
THANKS YANG UDAH FOLLOW SAYA DARI AWAL YA....
.
.
.
.
Cinta bukanlah hal yang dapat hadir sesuai dengan dugaan kita. Cinta selalu datang dengan cara yang berbeda. Tak semua cinta juga memiliki ending yang bahagia. Bahkan, banyak di luar sana cinta-cinta menyedihkan yang tercipta. Cinta bukan soal di mana jantung kita berdebar lebih kencang karena seseorang. Cinta juga bukan soal bagaimana orang yang kita cintai harus membalas cinta yang sudah kita berikan kepadanya. Cinta itu sulit dan terlalu rumit untuk dijabarkan padahal cinta hanyalah sebuah perasaan yang sederhana. Cinta itu terkadang seperti kopi walaupun pahit tetap saja kau sesap setiap pagi. Atau cinta bisa berubah menjadi madu yang memberikan kenangan luar biasa manisnya. Dan terkadang juga cinta bisa seperti whiskey, memabukkan dan jika terlalu lama bisa merusak dengan perlahan.
Apa yang akan Kiran lakukan sekarang selain mengutuk Sean dengan penuh amarah? Apa Kiran harus melakukan hal lebih dari mengutuk? Seperti memaki? Lupakan, mengutuk dan memaki itu sama! Baiklah Kiran harus mulai dari menenangkan debaran jantungnya terlebih dahulu. Bagaimana jantung Kiran tidak berdebar jika ada seorang laki-laki tampan yang berdiri di sampingnya dengan jarak kurang dari 5 cm.
Kiran duduk di sofa dan Kiran masih bisa merasakan sosok seorang Sean yang menduduki sofa ini tadi. Sosok Sean yang luar biasa angkuhnya. Mata Kiran melirik kotak pizza yang beberapa menit lalu dia hempaskan begitu saja di atas meja. Dan aroma pizzanya membuat perut Kiran mengeluarkan suara-suara mengerikan seperti "kruuuuuuk... kruuuuuuk."
"Jangan pernah membuang makanan, mereka akan menangis Kiran," gumam Kiran sambil membawa kotak pizza itu mendekat ke arahnya.
Kiran membuka kotaknya dan matanya langsung memancarkan cahaya yang sangat berkilau. Tatapan sang pemangsa. Pizza itu terlalu menggoda untuk Kiran sia-siakan kehadirannya. Jadi lebih baik Kiran menyimpan Pizza itu di tempat yang paling benar, yaitu perutnya. Kiran menghabiskaan pizza itu dengan lahap seperti tidak peduli siapa yang telah membawa pizza itu hadir di hadapannya sekarang.
"You like my kiss? I want to lick your lips now, you are hot and sexy!" sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Kiran. Siapa lagi kalau bukan Sean.
Kiran tersenyum tipis. Sean sepertinya sudah terobsesi dengan sebuah ciuman. Sean terus-terusan bertanya tentang ciumannya tadi kepada Kiran. "Hmm, about the kiss I think you so poor, I don't enjoy it, I think you are not a good kisser, good bye pervert," balasan Kiran untuk pesan yang baru saja Sean kirim. Biasanya Kiran memilih untuk menghindar ketika orang-orang bertanya tentang ciuman atau hal-hal yang berbau tentang sex lainnya. Kiran hanya tak ingin berbagi suatu hal yang bersifat pribadi dan tentang ciuman entah kenapa hatinya selalu mengingat Rio ketika mendengar kata itu.
Sean sedang menyetir mobilnya dan balasan pesan dari Kiran membuat dirinya menginjak rem secara mendadak. Dan Sean membuat jalan raya itu ramai dengan suara nyaring klakson dari pengemudi yang ada di belakangnya. Apa Sean pikir, dia sedang mengendara di jalanan yang hanya dibuat untuknya? Tanpa peduli dengan bunyi nyaring klakson yang ada di belakangnya Sean pun melajukan lagi Audi hitamnya.
"Oh realy, she doesn't like my kiss?" gerutu Sean seakan tidak percaya dengan pesan yang baru saja dia baca.
Untung saja Kiran sudah melahap habis pizzanya. Jika tidak, dia mungkin sudah kehilangan nafsunya sekarang. "Apa dia tidak ada pekerjaan lain selain mengusik hidup orang, laki-laki itu benar-benar membuatku kesal," Kiran berdiri dari sofa lalu melirik ke arah kotak pizza yang isinya sudah berpindah ke dalam perutnya, "hey kau kenapa juga aku menghabiskanmu tadi! Bagaimana jika dia menaburkan sesuatu di atas keju mozarellamu yang meleleh itu heh! Aku pasti tidak akan tahu," gerutu Kiran kepada kotak pizza yang sama sekali tidak berdosa.
Bertemu dengan Sean membuat dirinya kehilangan sedikit akal sehat. Contohnya sekarang, Kiran malah memaki kotak pizza yang sama sekali tidak bisa bicara atau pun mendengar.
"Pick, pick, pick, pick me up..." nada dering ponsel Kiran berbunyi.
"WHAT DO YOU WANT HAH! I TOLD YOU BEFORE! I DON'T INTERESTING WITH SEX CHAT NO I DON'T LIKE HAVING CHAT WITH YOU, JUST GO AWAY," pekik Kiran tepat dimana microphone ponselnya berada. Pasti Sean yang ada di seberang sana merasa telinganya berdenging.
"Hey calm down, I just ask you something about the kiss, why you don't like that things? I mean the kiss," jawab Sean dengan nada yang begitu tenang seeperti dia tidak melakukan kesalahan apa pun.
"I think you crazy, I like that things but‒" belum sempat Kiran menyelesaikan kalimatnya, Sean memotong pembicaraannya begitu saja membuat Kiran makin memandang buruk tentang sosok seorang Sean.
"That things? Damn! And why you say my kiss so poor? You wanna get more? If you want, we can kiss again, and we can do it better than before," dan perkataan Sean makin memperburuk penilaian Kiran tentang Sean.
"Apa dia gila? Melakukannya satu kali bersamanya saja sudah termasuk kesialan bagiku, tidak bisakah dia menyadari kalau aku marah, atau dia memang pasien rumah sakit jiwa yang kabur? Dia benar-benar gila!" keluh Kiran dalam hati.
Kiran langsung memutuskan sambungan teleponnya. Dan memblokir nomor telepon Sean. Kiran tidak boleh terlibat lebih jauh lagi dengan lelaki yang bernama Sean. Ya, menjauh dan menghilang adalah cara yang terbaik. Kiran tidak akan membiarkan lelaki gila itu membuat hatinya menjadi kacau seperti 6 tahun yang lalu. Debaran jantung yang baru saja Kiran rasakan lagi begitu membuatnya tersiksa. Kiran sudah berjanji kepada dirinya sendiri tidak akan menjadi orang bodoh lagi seperti 6 tahun yang lalu. Cukup hati Kiran sudah tidak utuh lagi. Dan dia terlalu lelah untuk mengikuti permainan gila yang sedang Sean lakukan.
Kiran membaringkan tubuhnya di atas ranjang yang begitu besar untuk disi dengan dirinya sendiri. Kiran menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya. Dari balik selimut mulai terdengar suara isakan tangis dari bibir Kiran. Wanita itu tidak sengaja kembali memutar kenangan buruk masa lalunya. Kenangan di mana cintanya begitu saja dihempas dan ditinggalkan. Bagian paling menjijikkan bagi Kiran adalah ketika dia memohon dan meminta Rio untuk tetap mencintainya. Harga dirinya sudah jatuh di hadapan Rio saat itu.
Saat itu Kiran sudah terlalu menggantungkan dirinya pada sosok seorang Rio. Dulu, Rio adalah sosok lelaki paling sempurna di mata Kiran. Rio menjadi sosok seorang yang bisa melindungi Kiran layaknya Superman. Tapi, setelah menyelamatkan hari-harinya, Rio malah pergi meninggalkannya dengan alasan tak berdasar. Kiran seorang lesbian?
Jika Rio bosan dengan hubungan mereka lebih baik dia mengatakannya dengan kata bosan. Harusnya Rio mendeskripsikan perasaannya dengan jelas bukan menciptakan suatu omong kosong yang malah membuat orang yang mencintainya dengan tulus terluka dan hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Love
Romance18+ Bijaklah dalam memilih bacaan. Not include sex scene but full of harsh words. langsung baca prolog... di private random....