8.1 PERASAAN YANG HARUS DIPADAMKAN

2.8K 164 6
                                    

Suara keras ketukan pintu membangunkan Kiran. Dengan malas Kiran berjalan keluar. Ketika dia membuka pintu dua pria tampan berdiri dihadapannya bersiap untuk disambut dengan senyum manis Kiran. Tapi,  Kiran malah menutup kembali pintunya dengan keras.

"Babe are you okay?" pekik Sean sambil mengetuk-ngetuk pintu rumah Kiran dengan kuat.

"Aku sudah bilang,  dia tidak mungkin menyukaimu," celetuk Ryan.

"Jangan panggil aku Babe!" pekik Kiran.

"you see!" kata Ryan sambil mengangkat kedua bahunya.

Kiran seakan menghilangkan semua kejadian tentang semalam dalam sekejap. Kiran masih mengira hatinya belum siap padahal kejadian semalam benar-benar menunjukan dia sangat menyukai Sean.

Suara ketukan pintu terdengar semakin keras. "Babe buka pintunya! Atau akan aku lubangi pintumu!" pekik Sean.

Ryan hanya bisa menggaruk kepalanya melihat kegaduhan yang dibuat oleh adiknya. "Jika dia tidak mencintaimu kau akan aku seret pulang kerumah," ancam Ryan.

"Kenapa kau tiba-tiba bersikap kejam,  heh!" rengek Sean.

Dan Ryan mengabaikan Sean dia lebih memilih kembali ke atas dan beristirahat daripada melihat kegaduhan yang dibuat oleh adiknya yang bodoh itu.

"Kau mau kemana!" pekik Sean.

Ryan membalikkan badannya, "kau pikir aku akan berdiri di sini dan menonton tingkah lakumu yang bodoh itu? Lebih baik aku kembali tidur dan Sean ini masih terlalu pagi biarkan gadis itu kembali tidur," kata Ryan lalu dia menaiki anak tangga dengan langkah kaki cepat agar dia segera terbebas dari kegaduhan Sean.

"Kiran please open the door!" pinta Sean.

Kiran pun membukakan pintu dan tanpa disuruh Sean langsung masuk ke dalam. Dia berjalan menuju ruang tamu dan menempatkan bokongnya di atas sofa. Kiran memejamkan matanya sejenak mengenyahkan pikirannya tentang memusnahkan Sean dengan segera.

Kiran menutup pintunya lalu berjalan menuju dapur. Ada rasa penyesalan di dalam hati Kiran. Dia menyesal karena sudah bertindak bodoh dan juga gegabah seperti semalam. Bisa-bisanya dia terlihat seperti wanita murahan dimata Sean.

"Kopi atau teh?" tanya Kiran dari dapur.

"Tea please," jawab Sean yang sedang meraih remot TV di atas meja.

"Aku kesini ingin membicarakan soal semalam," celetuk Sean.

Tangan Kiran yang sedang memasukkan gula ke dalam cangkir teh pun berhenti. Kiran menggigit bibir bawahnya gugup. "Habis sudah dirimu Kiran! "  kutuk Kiran dalam hati.

"Hahaha," Kiran tertawa hambar.

"Semalam?  Ada apa dengan semalam?" tanya Kiran.

"Jadi kau mau berpura-pura tidak melakukan sesuatu padaku?" Sean menoleh ke arah Kiran yang memunggunginya.

"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang kau katakan Sean," jawab Kiran sambil membawa dua cangkir teh hangat.

Kiran berdiri di hadapan Sean dengan memegang dua cangkir teh. Sean meraih satu cangkir teh yang ada di tangan Kiran.

"Benarkah? Tidak mau berusaha mengingat kejadian semalam?  Jika ingin mengingatnya..." Sean menyesap tehnya lalu meletakkannya kembali ke meja.

Kiran masih berdiri di hadapan Sean dengan tangan memegang secangkir teh. Sean mengambil cangkir teh yang masih Kiran pegang lalu meletakkannya ke atas meja.

Sean menarik kedua tangan Kiran hingga tubuh Kiran hampir jatuh ke pelukan Sean. "jika ingin mengingatnya aku akan membantu mengulang adegan semalam," bisik Sean yang membuat Kiran salah tingkah dan menjadi kaku seketika.

Sean mendorong tubuh Kiran mundur. "Jangan terlalu dekat, atau kau sengaja menggodaku,  lihatlah wajahmu sudah merah seperti kepiting rebus!" Sean tertawa terbahak-bahak.

Kiran spontan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya lalu berlari ke dapur.  Kiran menuju wastafel lalu mengguyur wajahnya dia ngan air dingun dari keran.

"SEAAAAAAANNNNN! " pekik Kiran dalam hati. Tangan Kiran mengepal sempurna. Rasanya dia ingin sekali mendaratkan buku-buku jarinya ke pipi mulus Sean.

"Uhuk...  Uhuk..." Sean terbatuk,  "Apa ada yang sedang mengutukku?" gerutu Sean sambil menepuk-nepuk dadanya.

"Sedang apa kau di sana? Kemarilah, " pinta Sean.

Kiran berjalan malas ke ruang tamu. Langkah kakinya terasa begitu sangat berat. Belum lagi perasaan malu karena kejadian semalam. Rasanya Kiran benar-benar tidak ingin bertemu lagi dengan Sean.

"Habiskan tehmu lalu kembali ke atas, bisakah kau tidak mengangguku, kau tahu rasanya aku tak sanggup lagi melihat wajahmu Sean," rengek Kiran yang sudah duduk di samping Sean.

Kiran menghentak-hentakkan kakinya kesal. Sedangkan Sean menggoyang-goyangkan kakinya senang.

"be my girlfriend,"

"no!"

"kau harus—"

"big no!"

"Jadi kau mau apa?  Menikah?" tanya Sean sambil menyesap krmbali tehnya.

Mata Kiran melotot. Bola matanya hampir saja keluar. "Jadi pacarmu saja aku tak mau apa lagi menikah denganmu," gerutu Kiran.

"Benar tidak ingin jadi pacarku?  Setidaknya kau harus bertanggung jawab atas semua yang sudah kau lakukan padaku, apa lagi soal semalam, aku bisa saja melaporkannya atas tuduhan pelecehan seksual," oceh Sean panjang lebar yang di balas dengan pekikan Kiran.

"WHAT?"

"Ya benar,  kenapa kaget?" Sean semakin memojokkan Kiran.

"Kau ingat, kau juga melakukan hal yang sama waktu itu, waktu di plaza!" cecar Kiran suaranya kian meninggi.

"Plaza," Sean berusaha mengingat.

"Ya waktu di Singapore!" jawab Kiran dengan suara yang makin tinggi.

"Ooooh," Sean mengangguk pelan,  "Kalau mau melaporkanku,  laporkan saja. Kau punya uang untuk menyewa pengacara, Kiran kau itu akan kalah. Bahkan sebelum memulai persidangan, lakukahlah...  lakukan semua yang kau mau," kekeh Sean.

"YOU!"

"Apa lagi Kiran?" tanya Sean sambil menunjukkan senyumannya.

Kiran menggeleng pelan, "You are handsome," kata Kiran sambil tersenyum.

"Hahahaha," Sean tertawa.

"Aku memang sudah tampan seperti ini, kau ini pasti benar-benar menyukaiku, jadi mulai sekarang kau pacarku," kata Sean.

Kiran menoleh ke arah Sean melihat Sean dengan tatapan sinisnya. "Aku rasa kau benar-benar gila, ya terserah akan aku buat kau tidak tahan punya pacar sepertiku!" kata Kiran.

"Benarkah?" Sean menangkap manik mata Kiran. Sean mendekati Kiran lalu mendaratkan sebuah kecupan singkat di bibir Kiran.

"Aku yang akan membuatmu tak bisa lepas dariku, sayang!"
.
.
.
.

Unexpected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang