AIB DAN AMANAH
Upacara sekolah pagi itu terasa sungguh khidmat. Mentari yang setia menyinari seolah sangat mengerti dan tak mengeluarkan seluruh cahayanya sehingga hawa tak terlalu terik. Guru karyawan berjajar rapi di belakang pembina upacara. Siswa-siswi yang bertugas sebagai petugas upacara pun menjalankannya dengan nyaris sempurna. Hanya amanat pembina upacara-lah yang membuat upacara pagi itu sedikit berbeda.
Di akhir amanatnya, Ustadz Abdurrahman selaku pembina upacara memberitahukan sebuah pengumuman penting.
"Terhitung mulai hari ini, pembina OSIS sekaligus Waka Kesiswaan beralih jabatan, yang semula dijabat oleh Ustadz Romzan Amirudin digantikan oleh Ustadz Guntur Wijaya....".
Suara riuh rendah para peserta upacara langsung bergemuruh. Guru dan karyawan juga saling bertanya-tanya. Sungguh mengherankan kenapa Ustadz Romzan yang sepertinya tak ada masalah tiba-tiba dilengserkan jabatannya dengan se-ekstrim itu. Ustadz Guntur pun hanya melongo mendengar ucapan Ustadz Abdurrahman barusan. Ia merasa kikuk, bingung, dan tak enak hati selain pada Ustadz Romzan juga pada seluruh guru karyawan. Ia tak ingin dianggap sebagai biang dibalik dipecatnya Ustadz Romzan sebagai Kesiswaan, sebab dia memang tak tahu menahu tentang apa pun!
Siswi-siswi yang sangat mengidolakan Ustadz Guntur masih terus membicarakan naiknya ustadz idola mereka itu sebagai Pembina OSIS dan Waka Kesiswaan itu. Tak terkecuali Aulia, yang semakin mengidolakan Ustadz Guntur sejak kejadian dua hari lalu itu.
"Wah, aku bakalan sering ketemu Ustadz Guntur dong.... Asyik....," ujar Aulia reflek.
"Iya, iya....yang jadi ketua OSIS....," tanggap Citra yang berdiri di sampingnya persis.
"Makanya jadi OSIS dong, kan jadi sering ketemu Ustadz Guntur"
"Wegah (males)...!"
"Nyesel lho, lumayan jadi banyak pengalaman organisasi Cit..."
Suara riuh yang dikeluarkan para peserta upacara buru-buru diredamkan oleh pembina upacara.
"Para siswa mohon tenang. Saya akan lanjutkan amanat saya...". Seketika seluruh peserta upacara diam setelah mendengar suara yang sangat berwibawa itu. Ustadz Guntur terlihat celingukan kesana kemari. Sorot matanya ia arahkan ke segala sudut sekolah, namun ia seperti tak menemukan apa yang ia cari. Aneh. Dimana Ustadz Romzan?
"Apakah ini cuma kebetulan atau memang ada hubungannya dengan keputusan kepala sekolah sehingga Ustadz Romzan tidak kelihatan di upacara?" gumam Ustadz Guntur.
Upacara pun sepuluh menit kemudian usai. Hampir seluruh guru karyawan menanyakan kemana Ustadz Romzan, yang biasanya selalui stand by saat upacara, kini hilang. Mungkinkah ia sakit dan tak berangkat ke sekolah hari ini? Atau ada faktor lain. Ustadz Guntur yang merasa berkepentingan langsung mencari ke seluruh lingkungan sekolah. Tiap sudut ia jelajahi. Hingga akhirnya ia menemukan sosok Ustadz Romzan sedang terduduk lesu di dalam musholla sekolah.
"Assalamu'alaikum, Ustadz Romzan...," sapa Ustadz Guntur sopan, sambil berusaha menginjakkan kakinya masuk ke dalam musholla. Nampak Ustadz Romzan sedang berdzikir dengan tenang.
"Wa'alaikumsalam, Ustadz Guntur... Ada apa mencariku?" jawab Ustadz Romzan tenang. Tak ada raut dendam sedikitpun di wajah Ustadz Romzan. Pria berusia 43 tahun itu pun mempersilahkan Ustadz Guntur duduk di depannya.
"Apa anda tidak ikut upacara?" tanya Ustadz Guntur.
"Tidak, Ustadz. Saya diminta kepala sekolah untuk diam di sini"
"Untuk apa?"
"Saya sendiri tidak tahu, tapi yang jelas saya mau mengucapkan selamat atas terpilihnya anda sebagai Waka Kesiswaan yang baru"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi di Britania
Teen FictionYa Allah, mengapa pesona Ustadz Guntur makin tak terbendung lagi? Apa kelemahan dia supaya aku tak tergila-gila seperti ini? Terlebih lagi, masa' cinta pertamaku itu Ustadzku sendiri yang umurnya sebelas tahun diatasku? Tapi memang, semakin dilihat...