KHARISMATIK
Ustadz Guntur memacu motornya melewati jalan raya di dekat rumahnya. Bukan jalan protokol memang, namun terlalu kecil jika disebut gang, sebab di kanan kiri jalan itu juga banyak pertokoan, warung internet, restoran, bahkan sebuah lapangan futsal yang cukup megah.
Hari sudah malam, sudah menunjuk angka delapan lewat. Ustadz Guntur menghentikan motornya di sebuah mini market di dekat pertigaan. Masih nampak cukup ramai di dalam mini market yang sebenarnya tak begitu besar itu. Beberapa motor terparkir rapi di halaman. Seorang tukang parkir masih setia mencari uang ribuan dari jasanya menunggui kendaraan yang terparkir di situ.
Ustadz Guntur masuk dan mulai mengambil barang – barang yang dibutuhkan. Hanya dua barang yang ia cari, obat nyamuk dan beberapa bungkus mie instant. Ia sebenarnya cukup membeli di warung kelontong di dekat rumah, namun tak biasanya warung itu sudah tutup malam ini. Padahal hampir tiap hari tutup hingga tengah malam. Mungkin karena si pemilik warung sedang keluar kota, jadi mereka memilih menutup warungnya.
Tak lama kemudian, ketika Ustadz Guntur sedang antri membayar di kasir, ia dikejutkan oleh suara seorang wanita, "Mborong apa Ustadz?"
Ia menoleh ke belakang, "Eh, Ustadzah Rani?"
Ustadzah yang berstatus janda itu hanya tersenyum simpul.
"Sama siapa malem – malem begini?" tanya Ustadz Guntur lagi, ia seakan lupa bahwa ia yang sebenarnya pertama kali ditanya.
"Ini, sama adik...," jawab Ustadzah Rani lembut.
"Lho, Fina?" kata Ustadz Guntur setelah tahu siapa yang dimaksud 'adik' oleh Ustadzah Rani tadi.
"Iya, Mas," jawab Fina.
"Kok bisa?"
"Ya bisa lah, Mbak Rani ini kan kakak sepupuku," terang Fina.
"Oh, begitu...," respon Ustadz Guntur.
"Tapi kalo ndak salah kan Ustadzah rumahnya di Wiradesa? Kok bisa sampai sini, jauh amat?"
"Ya ceritanya sejak Mbak Rani ngajar di SMP Al Islam, tinggalnya di rumahku, gituu...," jawab Fina.
"Jadi kalian udah saling kenal?" tanya Ustadzah Rani heran.
"Iya, Fina ini temen Halimah, adik saya...," jelas Ustadz Guntur.
"Oh, begitu...," kata Ustadzah Maharani menirukan nada Ustadz Guntur tadi.
Obrolan singkat nan hangat terjadi, hingga akhirnya panggilan dari sang kasir menghentikannya.
"Ya sudah kalau begitu, saya permisi dulu, assalamu'alaikum...," pamit Ustadz Guntur terlebih dulu setelah membayar barang belanjaannya ke kasir.
"Wa'alaikumsalam...," jawab Ustadzah Maharani dan Fina bersamaan.
Ustadzah Maharani dan Fina berganti maju ke arah kasir, satu detik pandangan Ustadzah Maharani menyempatkan ke arah Ustadz Guntur yang sedang melangkah ke arah motornya di luar minimarket itu. Meski sekejap mata, nampaknya Fina sudah menunggu terjadinya hal itu.
"Ehm, simpatik ya orangnya?" ledek Fina sambil menyenggolkan sikunya ke lengan Ustdazah Maharani.
Ustadzah Rani tak menjawab, ia hanya tersenyum tipis. Lalu pura-pura mencari uang di dompetnya. Padahal uang yang ia keluarkan sebelumnya sudah sangat cukup untuk membayar belanjaan mereka berdua.
Setelah usai berurusan dengan kasir, Ustadzah Maharani dan Fina berjalan keluar menuju tempat parkir motor mereka. Ustadz Guntur sudah sejak tadi berlalu dari lokasi parkir itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi di Britania
Teen FictionYa Allah, mengapa pesona Ustadz Guntur makin tak terbendung lagi? Apa kelemahan dia supaya aku tak tergila-gila seperti ini? Terlebih lagi, masa' cinta pertamaku itu Ustadzku sendiri yang umurnya sebelas tahun diatasku? Tapi memang, semakin dilihat...