MENYIBAKKAN HARAPAN KOSONG
Hawa dingin sudah menyeruak sejak semalam. Waktu memang sudah mulai memasuki musim dingin di Inggris. Meski begitu Lia sudah terjaga sejak pukul lima pagi guna menunaikan shalat subuh di kamarnya. Seusai shalat, ia menoleh ke arah Al Quran pemberian dari Ustadz Guntur. Luka sempat kembali menghampiri saat ia memandangi Quran itu. Namun seperti yang sudah diucapkan sang Ustadz, membaca Quran itu bukan semata – mata karena Alquran pemberian darinya, melainkan karena memang mengharap ridho Allah semata. Begitu teringat kata – kata penuh bijak itu, Aulia langsung mengambil Quran tadi dan langsung membacanya setidaknya sepuluh ayat.
Seusai membaca Al Quran, ia memberesi kamar dan berniat keluar menghirup udara segar. Pelan – pelan ia membuka pintu kamarnya, ia tak ingin membangunkan Mbak Susan dan Linda yang masih tertidur. Maklum, di apartemen itu memang Lia yang paling terkenal rajin bangun pagi untuk shalat shubuh. Ketika ia mulai melangkah ke arah pintu depan, pandangannya tertarik oleh dua lembar kertas di atas meja ruang tamu.
Merasa janggal, ia mendekat ke arah meja tamu dan melihat kertas apa itu.
"Hah? I-ini kan tiket nonton pertandingan Manchester United di Old Trafford! Wah, punya siapa nih?" batin Lia kaget.
Ada secarik kertas yang menempel di tiket itu.
Ini tiket untuk kamu, Lia. Besok sepulang kuliah kamu aku ajak lihat pertandingan MU vs Sunderland di Manchester. Mudah – mudahan kamu suka. Aku pengin jadi orang pertama yang bisa mewujudkan semua mimpi – mimpimu... AA.
"AA? Kayaknya dulu pernah... Oh, Mas Ardian?!"
Sekejap ingatannya tertuju pada saat pelaksanaan Milad di SMP Al Islam. Pada saat itu Ardian memanggil Aulia ke sebuah ruang kelas dan memberikan sebuah pigura bertuliskan A&A (Aulia & Ardian). Dengan Ardian menuliskan kode A&A, seolah sengaja mengingatkan bahwa Ardian masih mencintainya, hingga saat ini.
"Ah, daripada pusing-pusing memikirkan itu, mending aku konfirmasi saja dulu. Siapa tahu bukan dari Mas Ardian," gumam Aulia.
Lia lantas langsung mengambil Smartphone yang ada di kamarnya. Lalu menulis sms pada Ardian.
Ini tiket bener dr km, mas?
Cukup lama sms itu tak berbalas. Sebenarnya apartemen Ardian sangat dekat dengan apartemen Aulia, hanya saja tak sopan rasanya pagi – pagi begini cewek datang ke apartemen cowok. Yah, meskipun di Inggris budaya seperti itu tak terlalu menjadi masalah. Tapi menurut Islam dan adat ketimuran, tentu dilarang. Sepuluh menit kemudian, sms balasan masuk ke smartphone milik Lia.
- Yup! Gimana, km suka kan?
- Ya tp klo brngktnya sm mbk susan jg gmn? Dia fans MU jg loh
- ....... gimana ya? Tiketny ak cm beli 2
- Ak yg beli deh
- Emg knp si klo cm brdua?
- Hei... Mas ini gk malu apa jadi lulusan sklh Al Islam? Jln berdua mulu ntar lama2 jd fitnah
- Iya2 bos
- Nah gtu dong
- Brarti mau ya?
- Insya Allah. Nnti ak ajak mb susan dlu
Aulia mengakhiri sms itu. Ia meneruskan kegiatannya. Menyapu lantai, beres-beres apartemen, pokoknya menyibukkan diri, ia tak mau terus-terusan teringat Ustadz Guntur.
Yah, mudah-mudahan dengan nonton Manchester United langsung di stadion bisa membuatku terlupa akan harapan kosong itu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi di Britania
Teen FictionYa Allah, mengapa pesona Ustadz Guntur makin tak terbendung lagi? Apa kelemahan dia supaya aku tak tergila-gila seperti ini? Terlebih lagi, masa' cinta pertamaku itu Ustadzku sendiri yang umurnya sebelas tahun diatasku? Tapi memang, semakin dilihat...