🥀 confession

756 93 7
                                    

Arin memberhentikan aktifitasnya yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah. Ini sudah waktunya pulang sekolah, namun sejak tadi kakak perempuannya itu belum menjeputnya. Daripada bosan, dia lebih baik mengerjakan pekerjaan rumahnya.

Balik ke awal, Arin meletakan bolpoinnya dan mengangkat kepalanya. Dia melihat wajah manis dari salah satu sahabat laki-lakinya, Mark.

"Ada apa?" Tanya Arin sambil memiringkan kepalanya. Bingung.

Mark tersenyum dan menarik kursi yang berada di seberang Arin. Arin tidak melihatnya dan melanjutkan mengerjakan pekerjaannya.

"Arin-ah, aku ingin bertanya." Mark mengambil satu bolpoin Arin dan memutar-mutarkannya.

"Silakan." Arin tidak melepaskan pandangannya dari tulisan dan rumus-rumus Matematika itu.

Mark menghembuskan nafasnya pelan, "Aku ingin menembak perempuan."

"Jangan! Nanti dia meninggal!" Ucap Arin sambil melihat Mark. Mark tertawa melihat sahabat kecilnya itu. Terlalu polos.

"Bukan itu maksudku, menembak agar dia jadi pacarku. Begitu." Ucapan Mark membuat Arin menghembuskan nafasnya, lega.

"Oh, kau tembak saja." Arin lanjut berhitung. "Ehm, ngomong-ngomong, perempuan itu bagaimana?" Lanjut Arin.

"Dia baik, cantik, ramah, pintar, sekelas denganku, amat sangat mengerti diriku, intinya dia adalah tipeku sekali." Jawab Mark dengan senyuman mematikannya.

"Wah?! Beruntung sekali perempuan itu. Jadi kau kesini hanya untuk pamer karena kau sudah memiliki gebetan, begitu?" Tanya Arin sinis. Tapi tetap lucu di mata Mark.

Mark mengangguk dan Arin menghembuskan nafasnya kesal. "Oh iya, karena kita sedang membicarakan tentang gebetan, kau sudah punya gebetan belum?" Tanya Mark sambil menopang dagunya menggunakan kedua tangannya.

Arin menggeleng, "Belum, kenapa? Lagipula kalau aku sudah punya, aku tidak mau pamer padamu."

"Lho? Kenapa?"

"Tidak penting juga."

"Hmm."

Setelah itu mereka berdua diam. Larut dalam pikirannya masing-masing. Arin sibuk dengan rumus-rumus menyebalkan dan Mark yang sibuk dengan gebetan cantiknya itu.

"Arin-ah, kau sudah boleh berpacaran oleh orang tuamu?" Tanya Mark hati-hati.

Arin menggeleng, "Belum. Mereka belum membolehkanku, aku juga ingin fokus belajar dulu."

"Baiklah." Kata Mark sedih.

"Omong-omong, kapan kau akan menembaknya? Maksudku gebetanmu itu." Arin tersenyum.

Mark menggeleng, "Tidak usah ditembak, aku tahu pasti dia akan menolaknya. Aku pulang duluan, hati-hati di jalan." Ucap Mark serius dan datar lalu ia pamit pada Pak Kim –penjaga perpus.

Ada apa dengannya? Atau jangan-jangan, gebetan yang ia maksud itu adalah aku? Ah, sudahlah, aku tidak boleh terlalu percaya diri –chy

🥀🥀🥀

maaf lama ga update. vomment juseyoo!! ✨

–produsewanawan✨

EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang