✨ bad boy

243 33 0
                                    

Pagi sekali, Arin sudah ada di depan sekolah, lebih tepatnya di pintu gerbang.

Sedang apa?

Ya, menggantikan guru piket yang sedang tidak masuk. Dia itu seorang ketua OSIS kalau kalian mau tahu.

Gadis itu baru saja diberi tahu akan mengecek semua kelengkapan belajar dan atribut sekolah itu tadi pagi. Untungnya saja dia tidak terlambat mengetahuinya.

"Oh selamat pagi, *ssaem."
           *guru

Jung ssaem menyapa balik ketua OSIS itu. Arin tersenyum setelah menerima senyuman khas dari Jung ssaem –namanya adalah Jung Jaehyun.

Sudah lima belas menit Arin berjaga di pintu gerbang. Dia sudah memeriksa semua kelengkapan anak-anak yang dibutuhkan untuk sekolahnya. Seperti dasi, buku tugas, buku siswa, dan lain-lain.

Dia juga dibantu oleh Pak Kim, satpam yang terbaik di sekolah ini. Padahal, Arin tidak memintanya. Namun Pak Kim yang berinisiatif untuk menolongnya.

"Terima kasih, Pak. Atas bantuannya." Arin membungkuk hormat.

"Tidak masalah. Aku senang membantumu."

Arin memberikan senyum pada Pak Kim, lalu dia bergegas menutup pintu gerbang, karena bel sudah berbunyi.

"Berhenti!"

"Wae?" Tanya Arin ketus.

"Tolong bukakan pintu gerbangnya." Jawab laki-laki itu setelah mengatur nafasnya.

Arin menggeleng, "Tidak boleh. Kau terlambat, Mark Lee. Ini sudah ke yang 7 kalinya kau terlambat. Kau harus ke ruang BK setelah ini."

Pak Kim membukakan pintu gerbang dan menyuruh Mark masuk sebelum Arin berubah pikiran.

"Gomawo, Arin-ah. Kamsahamnida."
Mark membungkuk kepada Pak Kim.

"Dasar, badboy." Gumam Arin setelah keluar bersama Mark dari ruang BK.

Dia mendelik ke arah Mark, yang dideliknya tidak tahu kalau gadis itu sedang mengejeknya. Arin melihat Mark dari atas kepala sampai ke kaki. Seragam yang tidak dimasukan, jas tidak dipakai, tidak memakai dasi. 

Benar-benar, anak itu -batinnya

Bagaimana tidak? Mark adalah badboynya sekolah. Terkenal karena kenakalannya.

"Kau bawa dasi? Buku tugas? Buku siswa?" Tanya Arin setelah berjalan ke arah meja piket.

"Tidak."

"Baiklah."

Arin mengeluarkan dua buku yang berwarna berbeda. Satu hijau, satunya lagi biru.

Hijau untuk mencatat keterlambatan. Biru untuk mencatat kelalaian. Apapun bentuknya.

"Ke-7 kali terlambat. Tidak membawa topi, buku siswa, dan buku tugas."

"Kau ini sebenarnya mau sekolah atau tidak? Kalau kau tidak mau sekolah, lebih baik kau angkat kaki dari sini." Lanjut Arin.

Mark menghela nafas, "Aku bersekolah disini karena ingin melihat sesuatu."

"Sesuatu?"

"Hmm, aku ingin melihatmu terus, ketua OSIS galak." Ucap Mark, tidak ada nada bercanda di dalamnya.

Arin bingung, "Kau bercanda. Aku tidak galak."

"Kau galak, karena itu aku suka kamu.   Tipeku mirip sekali denganmu. Jadian yuk?"

"Ogah."

Arin berjalan ke kelasnya setelah melakukan "debat" kecil dengan Mark. Teman sekelasnya yang sangat susah diatur.

"What? Demi apa ini Mark?"

"Kak Mark udah ga badboy lagi huhu"

"Anjir! Siapa ini? Si Mark kayaknya kerasukan setan deh."

Iya, jadi di atas itu komentar-komentar anak-anak setelah melihat penampilan Mark. Dari atas kepala sampai ke ujung kakinya. Benar-benar berbeda.

Arin yang sedang tertawa di ujung lorong dengan sahabatnya, mendengarkan omongan mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arin yang sedang tertawa di ujung lorong dengan sahabatnya, mendengarkan omongan mereka. Mark? Berubah? Mustahil baginya. Tetapi setelah mendapatkan Mark yang sedang berjalan dengan tampang yang sok ganteng itu membuat Arin membulatkan mulutnya.

"Pagi, sayang."

"Siapa kau? Aku tidak mengenalimu." Ucap Arin cuek. Lalu dia mengajak sahabatnya itu pergi dari sana -tempatnya yang sedang mengobrol dengan Mark.

Mark menahan tangan Arin yang satunya lagi -yang satunya dipakai untuk menarik tangan sahabatnya, "Eits! Aku sudah berubah, masa kau tidak menyukaiku?"

"Semua itu menggunakan waktu, Mark."

Bukan Arin yang menjawab, melainkan sahabatnya itu. Arin diam saja karena tidak enak kepada Mark tetapi di lain sisi, dia membenarkan perkataan sahabatnya itu.

"Ya. Aku permisi, Mark."

Arin pergi meninggalkan Mark dan mengajak sahabatnya itu ke arah lapangan basket sekolahnya. Mark yang melihat kedua gadis itu pergi hanya menghembuskan nafasnya berat.

"Aku harus apa kalau supaya kau menyukaiku, hmm, Choi Yewon? Aku benar-benar menyukaimu." Gumam Mark, lalu tersenyum, dan pergi dari tempat tersebut. 

.

.

.

cerita abal-abal kambek :v yeyyyyyy

EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang