Leo

419 14 1
                                    

                                                                                         Leo  

Namanya bricella, tetapi aku senang bila memanggilnya coconut. Bagiku, buah kelapa ialah buah yang memiliki sistem pertahanan paling kuat. Bahkan buah durian saja, kalah sempurna dari sisi pertahanan dirinya.

Buah kelapa tak akan bisa dibuka hanya dengan pisau, dengan palu, bahkan sulit dibuka dengan gergaji. Alat yang lazim digunakan untuk membuka buah kelapa ialah golok, kapak, atau tonggak tajam yang ditancap di atas tanah.

Itulah coconut ku yang tidak mudah dihancurkan oleh orang lain dengan usaha yang sedikit saja, mesti ada orang luar biasa yang berpengalaman untuk dapat melemahkannya, sepertiku.. Hahaha... 

Dan apabila kalian memperhatikan struktur buahnya kalian akan menemukan bahwa meskipun terlihat keras diluar serta tersusun dari berlapis-lapis kulit luarnya, pada akhirnya di bagian dalam buah kelapa yang sering kita makan itu berwarna putih, suci, bersih, bening dan lembut.

Yaa, itu dia.. Bricella si kelapa muda ku yang keras kepala, menyebalkan, mudah berubah mood, dan terkadang sulit dimengerti. Tetapi tidak seorang pun yang dapat mengingat sifat buruknya itu ketika sudah mengenalnya lebih dalam lagi. 

Karna sifat aslinya yang baik hati, pemurah, penyayang, teguh pendirian, bijaksana, jujur dan pendiam. Jika kukatakan pendiam sepertinya sudah pasti, karna dia... dia tak pernah mengatakan apapun. Dia bukan tidak bisa tapi tidak mau.

        10 tahun yang lalu, saat pertama kali aku bertemu dengannya dirumah sakit tempat ayahku berkerja. dia sama sekali tak bergeming dan hanya menatap pintu kamar inapnya menunggu kehadiran ayahnya. Ayahku sangat kasihan melihat kondisinya, ketika itu ayahku memaksaku untuk memindahkan dia menjadi satu kamar bersamaku, aku selalu mengajaknya berbicara dan terkadang aku menceritakan keluh kesahku menghadapi penyakit yang ku idap sejak lahir ini. meskipun aku tidak akan ditanggapi karena dia tidak bisa mendengar suaraku.

        2 tahun kemudian dengan jerih payah dan uang tabungan yang ia kumpulkan, akhirnya ayah dapat membeli rumah yang lebih besar dan membuka kliniknya sendiri. Mulai hari itu aku dan coco pindah kerumah baru kami. Ayah senantiasa menyayangi coco seperti anaknya sendiri, mungkin karena ayah tidak memiliki anak perempuan, Tapi ayah juga tidak marah jika kami saling mencintai satu sama lain, malah itu lebih bagus menurutnya.

Satu satunya perawat yang masih bertahan berkerja dengan ayah yaitu nenek Fara, umurnya memang lebih tua dari ayahku bahkan nenek sudah menjadi pensiunan di rumah sakit besar dulu, tapi nenek tetap saja ingin membantu ayah dalam tugasnya mengobati para pasien. Nenek juga yang menginspirasi coco untuk tetap menjalani hidup seperti biasanya. Setiap malam sebelum tidur, nenek mengajari coco bahasa tangan. Nenek ingin agar setidaknya dia dapat berkomunikasi dengan orang lain walaupun dengan bahasa isyarat. Karena meskipun coco sudah menggunakan alat bantu pendengaran, dia tetap tidak mau bicara. Entah mengapa coco bersikap sangat keras kepala untuk hal ini.  

 ******

Coconut yang periang dan cerdas pun sekarang sudah kembali, hanya saja dia tetap tidak mau bicara. Bahkan ketika nenek sudah tiada pun, dia tetap tidak mau bicara. Padahal kami sudah saling mengenal sejak kecil. Ayah bilang trauma berat yang dialaminya membuat dia tidak mau berbicara apapun hingga kini.  

    Tapi aku harus membuatnya bicara, apapun harus kulakukan agar dia bisa bicara lagi. Aku ingin suatu saat nanti dia bisa menceritakan kepada anak -anak nya tentang kisah cinta kami yang tidak sempurna ini.

Little DewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang