Potongan 7

48 5 2
                                    

Cinta. Haruskah dia diungkapkan atau terasa melalui tindakan?
--------------------------------

Kerutan di dahi Aneta semakin dalam saat dia berusaha untuk menyelesaikan pekerjaannya menyortir pengguna produk perusahaan yang masih aktif. Biasanya Aneta hanya butuh waktu satu jam paling lama tapi entah apa yang membuatnya selama dua jam masih menekuni pekerjaan itu.

Aneta menghela napasnya dan menyenderkan punggung serta kepalanya di kursi yang dia duduki. Memijat pangkal hidungnya dengan jempol dan telunjuk, Aneta teringat kembali kejadian kemarin malam.

---

Sudah dua hari sejak acara kencan dengan Henriko berlangsung dan dua hari pula Aneta masih segan untuk membalas pesan dari Henriko. Dia takut jika hatinya akan tersakiti. Pengecut memang karena dia tidak akan tahu hasilnya seperti apa jika dia sendiri belum mencoba. Namun, hati Aneta terlalu rapuh untuk sekedar berharap. Dia takut jika apa yang Kio bicarakan tentang Henriko benar. Apa kabar hatinya nanti jika laki-laki itu menduakannya?

Aneta hanya ingin Henriko bersikap lebih tegas pada hubungan mereka berdua. Terlalu kekanakan memang jika Aneta masih berharap ditembak secara romantis oleh laki-laki. Tapi, setidaknya Aneta ingin mereka berdua berkomitmen satu sama lain. Aneta masih belum sanggup menjalani hubungan seperti temannya, Aya, yang menjalin hubungan terbuka dengan pacarnya. Hatinya masih belum sanggup.

Saat sedang galau sambil tidur terlentang di atas kasurnya, ponselnya mengalunkan lagu Stay dari Blackpink. Itu nada telepon masuk untuk Whatsappnya.

Whatsapp Video Call Henriko Incoming...

Lah lagi dipikirin orangnya minta video call langsung. Punya telepati kayaknya ni orang. Aneta bergegas membenahi penampilannya terlebih dahulu di kaca sebelum mengangkat panggilan dari Henriko. Hari sudah menunjukkan pukul sembilan malam jadi tampilan Aneta lebih ke persiapan untuk dia tidur.

Wajah Henriko yang berkumis dan memakai earphone serta kaos berwarna hitam memenuhi layar ponsel Aneta. Agak pecah sih gambarnya tapi Aneta masih dapat melihat wajah Henriko cukup jelas. Sebelumnya Aneta telah memasangkan earphone pada telinganya agar percakapan mereka bisa lebih jelas.

"Tumben nge-vidcall. Malem-malem lagi. Ada apa?" bukan sapaan selamat malam atau basa-basi lainnya yang Aneta lontarkan pada Henriko melainkan pertanyaan.

"Emang ga boleh ya kalau aku nge-vidcall kamu?" terlihat orang di seberang sana memasang wajah datarnya saat menjawab pertanyaan Aneta. "Aku cuman pengen ngobrol aja. Males ngetik. Lagian kamunya ngilang dua hari ini."

"Bukan ga boleh cuman aneh aja Rik." Aneta berpikir sejenak memilah jawaban yang pas untuk pernyataan terakhir yang dikeluarkan Henriko. "Aku lagi sibuk di kantor. Kerjaan banyak banget jadi pas pulang ke kosan bawaannya pengen istirahat mulu." Ah, klise sekali jawabannya. Biarlah habisnya Aneta bingung mau menjawab apa lagi. Aneta masih belum siap jujur mengenai perasaannya pada laki-laki itu. 

Lagipula, bukannya sikap dia sewaktu di pertemuan mereka dua hari yang lalu itu sudah menunjukkan ketertarikannya ya? Kalau dinilai dari segi itu juga, perempuan itu awalnya mengartikan bahwa Henriko juga menyukai dia. Tapi, setelah mendengar omongan Kio, pikiran Aneta kembali ragu. Laki-laki dan segala keambiguannya...

"Heh, ngelamun aja. Ngelamunin apa itu sampe mukanya kusut gitu?" Aneta tidak sadar bahwa dia masih terhubung dengan Henriko sampai semua perbincangan yang laki-laki itu buat dia abaikan begitu saja.

"Engga. Hehehe... Itu kamu masih di kantor?" Aneta mencoba mengalihkan pembicaraan mereka dari dirinya. Dia tidak mau ketahuan sedang memikirkan hubungan mereka berdua yang menurut perempuan itu cukup rumit.

PupusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang