Potongan 9

33 4 2
                                    

Srianeta Tungga Rahayu atau akrab dipanggil Aneta oleh teman-temannya dan Onet oleh keluarganya adalah seorang perempuan yang telah merencanakan hidupnya sejak dia kelas enam Sekolah Dasar. Dia sudah tahu kemana dia akan masuk SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Setiap dia melewati sekolah impiannya, dia selalu membatin "Nanti aku akan sekolah di sana."

Entah rahmat dari Tuhan atau usahanya yang keras, Aneta selalu bisa mewujudkan semua ambisinya. Dia berhasil masuk ke SMP, SMA, dan Universitas yang telah dia impikan sejak kecil. Jadi, dari kecil hingga sekarang dia berumur 22 tahun, fokus kehidupan dia hanya pada belajar dan belajar untuk menggapai apa yang dia rencanakan. Bahkan, saat dia mendapatkan gelar sarjananya, mimpinya saat itu hanya bekerja untuk menabung uang dan mendapatkan pengalaman. Jika dirasanya tabungan dia sudah cukup, dia ingin melanjutkan S2.

Ya, itu semua adalah rencana yang telah terpatri di dalam hati dan pikiran Aneta. Tidak heran jika pengalaman dia di ranah pacaran sangat minim. Terakhir dia memiliki "pacar" adalah saat dia kelas 2 SMP. Tapi, Aneta tidak pernah benar-benar menganggapnya sebagai pacaran atau memiliki hubungan spesial karena nyatana hubungan itu hanya berjalan sekitar dua bulan saja.

Tumbuh dewasa, dia semakin melupakan tentang hubungan romantis yang biasa dijalin oleh orang-orang yang sebaya dengan dia. Matanya seperti ditempeli kacamata kuda. Kedatangan Henriko tidak pernah Aneta rencanakan. Henriko itu ibaratnya seperti ladang wortel di pertengahan jalan yang mendistraksi perhatian seekor kuda. Aneta tentu saja tergiur dengan ladang wortel itu karena sudah lama sekali dia hanya berjalan dan berjalan tanpa berhenti dan menikmati semua perjalanann dia dengan santai.

Namun, semakin lama dia menyusuri ladang wortel itu, semakin dia tidak menemukan jalan keluar. Padahal dia bisa melihat jalan di seberang sana tapi dia tidak pernah sampai ke jalan itu. Aneta takut dia akan selamanya terjebak di ladang wortel ini sementara impiannya belum dia capai semua. Dia masih harus menabung. Dia masih harus sekolah S2 di luar negeri. Dia masih harus membelikan orang tuanya sebuah rumah. Kesegaran dan kerimbunan ladang wortel itu sama sekali tidak membuatnya nyaman atau kerasan.

Hal itu diperparah saat dia tahu bahwa ladang tersebut memiliki hama di beberapa bagian sehingga banyak wortel yang membusuk. Selain itu, Aneta juga sudah merasa mual memakan wortel yang segar itu setiap hari. Dia hanya ingin melanjutkan perjalanannya.

Setelah lama termenung sendiri di tengah rimbunnya ladang wortel, Aneta mengingat perjalanan dia selama 22 tahun hidupnya di dunia. Berjalan dan terus berjalan tanpa jeda itu melelahkan. Sangat. Dia seringkali iri pada teman-temannya yang telah menemukan rumah mereka sendiri. Dia ingin seperti teman-temannya yang bisa berkeluh kesah terhadap seseorang yang selalu setia memegang tangan kita. Aneta mendambakannya.

Bimbang. Kesal. Sedih. Rindu. Keempat rasa itu bercampur aduk dan bergejolak di batin perempuan dengan tinggi 160cm itu. Aneta merasa bahwa selama ini fokus hidupnya terlalu lurus. Jika dia seperti teman-temannya, mungkin dia tidak akan merasakan kebimbangan ini karena dia sudah berpengalaman dalam urusan asmara. Tapi, apa boleh dikata... Dia hanya mampu sebatas naksir pujaan hatinya semenjak dia lepas SMP tanpa ada niatan untuk mendekati apalagi menjalin hubungan khusus.

Jangan salah. Dia sudah coba untuk berkonsultasi dengan temannya semasa kuliah tapi jawaban mereka sama, "itu semua balik lagi ke kamu, Net. Ini hidup kamu. Kamu yang menentukan. Aku sih cuman bisa bilang ada laki-laki yang selama ini kamu taksir lagi deketin kamu. Soal kamu mau nyambut atau engga, keputusan ada di tangan kamu."

Ah, jawaban yang sangat diplomatis. Aneta bersyukur teman-temannya tidak pernah memaksakan kehendak mereka pada kehidupan pribadi dia. Mungkin teman-temannya juga tidak mau membuat dia salah langkah dihidupnya sendiri dan nantinya mereka dikambing-hitamkan oleh Aneta. Aneta sungguh sayang pada teman-temannya itu. Di dunia yang netizennya sering ikut campur kehidupan orang lain dan mengomentarinya, teman-teman Aneta masih berpikiran waras dengan memisahkan urusan pribadi dan publik. Sekali lagi, Aneta sangat bersyukur memiliki sahabat seperti mereka.

PupusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang