Potongan 10

24 3 0
                                    

Pagi ini Aneta bangun dengan keadaan letih luar biasa. Semalam dia baru bisa memejamkan mata pukul 3 pagi. Pikirannya melayang kemana-mana yang menyebabkan dia sulit untuk tidur. Apalagi semalam lelaki itu melakukan video call sampai tengah malam.

Dengan mata yang bagaikan diduduki oleh gajah, Aneta menyeret tubuhnya ke kamar mandi. Hari ini akan ada rapat dengan salah satu pegawai lepas di tempatnya bekerja dan ada wawancara untuk calon rekan kerja satu timnya. Jadi, dia tidak boleh absen walaupun badannya terasa remuk dan suhu tubuhnya naik.

Perempuan itu menghabiskan 15 menit untuk membersihkan badannya dan 45 menit untuk berdandan.

"Baru jam 8:30. Ya udahlah lumayan bisa sarapan dulu nanti di kantor." Aneta pun mengambil tas punggungnya yang berisi laptop dan mengunci pintu kamarnya. Tak lupa ia juga memesan ojek online dari aplikasi di ponselnya. Setelah lima menit menunggu, ojek online itu datang dan segera mengantar ke kantor Aneta bekerja. Sebenarnya, jarak kantor Aneta dan kosannya itu kurang dari satu kilometer. Hanya saja dia sering kali malas harus berjalan dan merusak dandanannya oleh keringat. Jadilah dia naik ojek online dari kosannya dan menghabiskan waktu dua menit di jalan untuk sampai ke kantornya.

"Itu yang di sebelah kanan, mas. Ya..." Aneta turun dari motor setelah supir ojek itu menghentikannya tepat di depan kantor. "Ini uangnya. Makasih ya." Setelah menyerahkan uang pecahan lima ribu, Aneta pun memasuki gedung kantor bercat merah di depannya.

Sebelum dia naik ke lantai tiga di mana divisinya berada, perempuan yang memakai gaun selutu berwarna hitam itu berjalan ke pantry dan mengambil dua buah gelas dan satu sendok kecil. Saat dia akan kembali, office boy kantor, mas Dika, menghampirinya.

"Pagi Bu. Mau nitip sarapan?"

"Pagi mas Dika. Kebetulan banget. Iya saya mau nitip lontong kari dong setengah porsi. Berapa ya?"

"Setengah porsi? Delapan ribu aja bu."

Aneta mengeluarkan uang senilai sepuluh ribu dari dompetnya dan memberikan uang itu ke mas Dika. "Sip. Ini uangnya. Thanks yaaa..."

Aneta kembali berjalan ke arah tangga yang akan membawanya ke lantai tiga. Di sana, sudah ada Bu Tanti yang kali ini memakai kaos berwarna hitam dipadukan dengan rok balon berwarna hitam juga duduk di meja yang berhadapan langsung dengannya.

"Morning Bu," sapa Aneta sembari meletakkan gelas dan tasnya. Gadis itu juga segera mengeluarkan laptop, kabel charger laptop, dan tetikus dari dalam tasnya.

"Morning. Kusut amat mukanya."

Aneta membuang nafasnya dengan kasar dan terduduk di kursinya. "Iya bu. Baru tidur jam tiga aku."

"Tumben? Aahh... Abis telponan sama si Henriko itu ya?" Wajah jail Bu Tanti muncul ketika pertanyaan itu terlontar. Bukan hal yang aneh lagi memang karena perempuan berumur 35 tahun itu tahu sepak terjang hubungan aneh bin ajaib Aneta dan Henriko.

"Tau aja si ibu. Hehehe..." Gadis yang ditanyai itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Iya nih abis video call-an sampe jam 12."

"Buseeet. Niat juga kalian video call-nya. Ngobrolin apa aja? Kok muka kamu bukannya seneng abis saling nyapa malah kusut gitu sih?"

"Jadi gini bu..."

---

Malam sebelumnya…

PupusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang