Special short message!
Dear Adien
Hai Adien! Apa kabarmu di sana? Aku merindukanmu sejak kemarin. Rasanya sangat berat untukku menahan rasa rindu ini, mungkin duniaku sudah mati jika sehari tanpamu. Tadi pagi aku melihat foto kita yang terpajang di dinding kamarku. Aku kira rasa rinduku tak lagi bisa kubendung untuk waktu yang singkat.
Tapi kamu sudah pergi ya? Aku memang bodoh, bisa-bisanya aku menahanmu pergi untuk kebahagiaan yang memang orang lain pun inginkan. Maafkan aku jika aku pernah salah kepadamu. Sebenarnya aku tidak ingin ini terjadi.
Tiga tahun yang lalu aku berdiri di depanmu, menatap segala ketulusan hati yang kamu berikan. Aku tersenyum mengingatnya. Aku masih ingat persis kala kamu menerimaku sebagai kekasihmu. Tuhan memang adil, ia memberikanmu sebagai wujud penghibur lara dan tempatku bernaung selama ini.
Tuhan memang adil, menitipkanmu padaku untuk kujaga dan kulindungi. Dan mungkin waktu yang diberikan telah habis. Habis termakan waktu selama tiga tahun kita bersama. Tiga tahun yang membuat hari-hariku terasa lebih bermakna. Sebagai laki-laki aku tidak boleh menangis, tapi apa salahku sekarang? Kau pergi dan aku tetap disini. Mengapa Tuhan mengajakmu saja? Mengapa aku tidak? Kita sudah tiga tahun bersama dan sekarang kau meninggalkanku sendiri. Apa tiga tahun tidak ada artinya untukmu? Ah tidak aku melupakan sesuatu, kau 'kan tidak pergi, kau masih tetap di sini. Di dalam hatiku, terpendam jauh di antara langit yang ku lihat setiap pagi. Kau selalu di sana mengawasi dengan senyum yang sama saat kita pertama bertemu.
Bolehkah aku menangis untukmu untuk yang terakhir kalinya? Melupakan itu jauh lebih sulit daripada kita harus memulai semuanya dari awal. Aku merasakan jika hatiku seakan pecah berkeping-keping ketika mendengarnya. Kau pergi dan tidak akan kembali. Ingin aku berteriak kepada dunia. Mengapa kau mengambilnya dan bukan aku? Melepaskanmu itu hal yang sangat sulit untukku. Menemanimu belajar, pulang bersama-sama, mengucapkan selamat tidur saat malam dan merayakan hari ulang tahunmu, itu semua sudah menjadi kebiasaanku. Dan sekarang kau memintaku untuk melupakannya? Adakah pilihan selain itu, Adien? Cukup sudah, aku lelah. Lelah untuk bertanya padamu akan banyak hal yang pastinya tidak bisa kau jawab.
Baiklah, aku menyerah. Ini seperti perubahan fisika, sama halnya dengan kertas yang dibakar berubah menjadi abu. Tidak bisa berubah kembali. Tetap pada tempatnya dan akan kembali kemana dia pernah pergi. Aku mengikhlaskanmu pergi. Awalnya kukira itu mudah tapi setelah sehari saja aku tidak melakukan kebiasaanku itu, kepalaku seakan ingin meledak ketika memikirkanmu.
Terima kasih Adien. Kau adalah pewarna di hidupku. Kau mewarnai segala hal yang pernah kualami. Jika ini yang terbaik aku akan melepaskanmu dengan segenap hatiku. Toh kamu sudah tenang, kamu tak perlu lagi merasakan kesakitan. Kamu tak perlu lagi memarahiku saat aku salah. Kamu tak perlu lagi merasa sedih karena ulahku. Karena sekarang kamu sudah tenang. Tuhan terlalu saying kepadamu hingga ia mengajakmu terlebih dahulu dan meninggalakan aku disini. Tapi aku masih tetap berdoa kepada Tuhan, agar kita bisa dipertemukan lagi di surga. Selamat jalan ndien, aku akan selalu merindukanmu hingga akhir napasku berhembus.
Zulfi
-Surat ini aku tujukan untuk kakak kelasku yang udah meninggal beberapa hari lalu, aku turut berbela sungkawa untuk itu. Meski dia gak bisa baca surat ini, aku tahu dia ingat pada kenangan yang aku tuliskan, semoga Kak Adien, tenang di sana. Meskipun aku nggak begitu deket, aku tahu Allah sayang banget sama Kak Adien, maka dari itu Allah gak mau kakak merasakan sakit lagi untuk waktu yang lebih lama-
KAMU SEDANG MEMBACA
Seriosa Nada (Quotes)
RandomJika berbicara tidak lagi bermakna maka tuangkan ke dalam kata-kata. #99 dalam poetry [12/1/17]