Hari ini awan tidak ingin mengalah pada bulan. Sinarnya pun tertutup rapat, hanya ada secercah cahaya samar yang memancar dari awan kelabu. Aku pikir ini semua seperti keadaan yang terjadi barusan. Semua tampak berbeda di setiap detiknya, berubah menjadi baik dan ada yang berubah menjadi lebih buruk.
Mungkin ini adalah curhatan harianku tentang hari ini yang sudah lama ingin kuceritakan sebelumnya tentang kesetiaan dan pengkhianatan. Kepedihan dan kegembiraan. Itu semua terasa campur aduk saat dirasakan. Kadang manis, kadang asam, terkadang juga tak berasa.
Kiranya dunia mulai mengerti bagaimana takdir terjadi. Membolak-balikkan setiap sendi kehidupan dengan mudah. Mengubah seluruh cara pandang hanya dengan sekali serang. Bahkan belum menyerang, hanya tanda-tanda. Hingga semua berubah secara runtut sesuai irama dan urutan mereka sendiri.
Pertemanan mulai merenggang seperti karet usang yang terus dimainkan. Berawal dari orang tak saling kenal berubah menjadi hubungan yang lebih dari sekadar pertemanan. Selalu dikatakan sebagai orang yang penuh keberuntungan, sekali terkena takdir buruk, berubah menjadi bahan pembicaraan.
Terkadang orang lebih suka memakan makanan yang telah dikunyah oleh orang lain. Termakan oleh setiap perkatan tak berdasar yang bisa melukai hati. Pandangan mereka bagai dewa di dunia mereka sendiri. Kepala sudah berubah menjadi batu tanpa otak yang mulai dilahap habis oleh ambisi amatir. Banyak orang bilang, jangan dengarkan kata orang lain. Tapi mereka malah memasang telinga selebar gajah di kedua sisi kepalanya.
Sudahku bilang jika dunia sudah berubah. Semakin hari hal yang buruk bertambah seakan menjadi gulma dalam kehidupan indah yang menjadi impian semua orang. Ini seperti pasang surut air laut yang terkadang naik dan turun. Mereka semua mendekat saat ada sebuah tumpahan madu dari atas tapi ketika madu itu habis, perlahan-lahan mereka berangsur pergi.
Jika dunia memang kejam, kau sudah pasti tidak akan diperbolehkan tinggal di sini apabila tidak bisa bertahan dengan hidupmu sendiri. Air mata yang keluar dari sepasang indra penglihatanmu akan sia-sia. Hanya menangisi segala kebodohan dan penyesalan yang kau tumpuk dalam-dalam.
Aku tak ingin marah padamu karena tak ada hakku untuk memarahimu. Yang hanya ingin kulakukan adalah menceritakan apa yang selama ini aku pendam. Mereka yang terlalu pengecut tidak akan berani membuang kesedihan mereka pada orang lain. Kau tak perlu membacanya sampai habis. Jika pikiranmu lebih baik dari apa yang aku punya, kau boleh mencaciku. Aku tak peduli.
Terkadang aku ingin berteriak pada dunia, mengapa dunia menjadi seperti ini? Terlalu banyak merenung untuk menunggu datangnya pelangi. Hingga tidak pernah tahu jika sang perindu bumi telah menyakiti awan untuk berpulang. Sudahlah, pasti kau bingung dengan apa yang aku katakan. Jangan membacanya ulang jika kau tak bisa menerima kebenaran yang sebenarnya.
Bersikap selalu kuat akan membunuh dirimu sendiri secara perlahan. Mengerti?
KAMU SEDANG MEMBACA
Seriosa Nada (Quotes)
RandomJika berbicara tidak lagi bermakna maka tuangkan ke dalam kata-kata. #99 dalam poetry [12/1/17]