1. Arsadista Fiona

1.3K 100 9
                                    

Seorang laki-laki turun dari mobil berwarna putih yang ia tumpangi. Ia berjalan perlahan menyusuri koridor sekolah yang belum pernah ia lewati. Matanya menatap ke sekeliling. Mencari-cari letak ruangan tata usaha.

Langkahnya terhenti kala melihat seorang gadis yang berajalan bersama tumpukan buka tebal di dekapannya. Karena penglihatannya tertutupi oleh tumpukan buku, gadis yang mempunyai rambut cokelat itu pun tanpa sengaja menabraknya yang bahkan belum sempat menghindar.


"Aw..."

"Maaf, maaf. Gue nggak sengaja. Gue nggak terlalu kelihatan tadi. Buku-buku ini ngalangin mata gue," kata gadis tadi buru-buru bangkit dari tempatnya jatuh. Tangannya terulur untuk membantu laki-laki tadi berdiri.

"Iya, gue maafin. Lain kali kalau misal nggak bisa bawa semua, minta tolong orang atau kalau nggak, lo bawa sedikit-sedikit."

Gadis itu tersenyum sekilas. Kemudian, ia kembali membungkuk untuk memunguti buku-bukunya yang tercecer.

Laki-laki yang masih mengenakan jaketnya itu pun ikut membungkuk. Membantu gadis yang menabraknya tadi memungut buku. "Gue bantuin."

"Mau lo bawa kemana?" katanya setelah berhasil mengambil semua buku yang tercecer di lantai.

"Ke ruang OSIS."

Mereka pun berjalan beriringan menuju ruangan OSIS. Koridor masih sepi karena sekarang masih jam pelajaran. Hal itu membuat suasana menjadi canggung.

"Ehmm, nama lo siapa? Lo anak baru ya? Gue nggak pernah lihat lo sekali pun di sini."

"Ayden. Gue anak baru dan jelas lo nggak pernah lihat gue."

Gadis tadi menganggukkan kepalanya. Tanda mengerti. "Gue Bina."

Ayden berdehem pelan. Matanya masih fokus mentap ke depan. Menatap jalanan koridor yang terlihat sepi dan mencekam walau di siang hari.

Setelah berjalan melewati beberapa ruang kelas, akhirnya mereka sampai di dalam ruang OSIS. Ayden menaruh buku-buku tadi di meja panjang yang bisa ia tebak jika meja itu adalah meja yang biasa anak-anak OSIS gunakan untuk diskusi.

"Makasih ya ... Ayden."

"Sama-sama." Ayden mengakkan badannya. "Sekarang, bisa lo tunjukin gue mana ruangan TU-nya?"

"Gue anterin aja ya?" kata Bina cepat-cepat.

"Nggak usah," Ayden menggeleng singkat. "Tunjukkin aja dimana letaknya."

Bina mengangguk samar. "Oke. TU ada di dekat ruang guru. Jadi, dari sini lo tinggal lurus dan belok ke koridor kelas sebelas. Disamping kelas XI IPA 4. Jadi diapit kelas sama ruang guru," jelasnya panjang lebar.

"Oke. Makasih."

***

Ayden berjalan keluar ruangan TU sambil menenteng seragam baru. Ia berniat untuk mengganti bajunya di toilet sekolah. Sebelumnya, Ayden sempat bertanya dimana letak toilet terdekat kepada penjaga TU.

Di saat Ayden telah selesai mengganti bajunya menjadi seragam sekolah barunya, Ayden mendengar suara teriakan tertahan dari dalam UKS. Pintunya sedikit terbuka, membuat Ayden leluasa untuk melirik siapa pemilik suara di dalam UKS.

Sedetik kemudian, matanya membola. Lidahnya tercekat. Ia bahkan kesusahan untuk menelan salivanya.

Di saat bersamaan, seseorang yang membuat Ayden membatu itu turun dari ranjang UKS. Ia mendekat ke arah nakas. Mengambil beberapa kapas dan menuangkan alkohol di tangannya. Rasa perih pasti menjalar dalam kulit orang itu. Kapas yang ia pegang ia biarkan beberapa saat sebelum ia gunakan untuk menghapus noda darah yang bercampur dengan alkohol. Ia memasukkan silet yang berada di tangan kanannya ke dalam saku rok abu-abunya. Dan disaat gadis itu berbalik untuk keluar dari UKS, ia mendapati seseorang yang tidak ia kenal tergeletak pingsan di pintu UKS. Itu Ayden.

***

Aroma obat-obatan dan bau alkohol bercampur dalam ruangan ber-AC itu. Penampakan seorang wanita berwajah dingin mengagetkannya saat ia baru saja siuman. "Astaga!"

"Lo siapa?" tanya Ayden was-was.

"Harusnya gue yang nanya." Gadis itu memutar bola matanya. Terlihat jengah. "Lo siapa? Murid baru?"

Ayden mengangguk. Masih was-was. "L- lo, lo cewek yang tadi langsung nuangin alkohol ke luka tangan tanpa dituang ke kapas dulu kan?"

Gadis ber-nametag 'Arsadista F.' itu pun mengangguk. Mengiyakan tuduhan Ayden. "Kenapa emangnya?"

"Nggak perih?"

"Cuman begituan juga."

"Bukan itu." Ayden menggeleng pelan. "Maksud gue, apa nggak perih, ngegores tangan lo sendiri pakai silet yang sekarang ada di saku rok abu-abu lo itu?"

-Wish to be Saved-

Wish to be Saved Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang