Self injury atau self harm (menyakiti/melukai diri sendiri) merupakan kelainan psikologis dimana seseorang dengan sengaja melukai diri sendiri. Tindakan ini dilakukan tidak dengan tujuan bunuh diri tetapi sebagai suatu cara untuk melampiaskan emosi-emosi yang terlalu menyakitkan untuk diekspresikan dengan kata-kata.
***
"Gue nggak sengaja ngegores tangan gue pakai silet. Udah berapa kali sih gue bilang, kalau itu nggak sengaja?" Arsa menggeram kesal manakala Ayden yang terus mengikutinya dan bertanya mengenai apa yang ia lihat di UKS tadi. Jika dihitung, ini adalah ketiga kalinya Arsa menjawab pertanyaan yang sama.
Ayden menggeleng keras. "Nggak. Gue nggak percaya." Laki-laki itu terus berjalan cepat mengimbangi Arsa yang terlihat enggan melihat ke arahnya. "Ck," decaknya pelan. "Oke, kalau lo bilang itu nggak sengaja. Terus apa alasan lo sebenarnya make silet sampai ngegores tangan lo?"
"Gue cuman mau motong tali gelang yang kepanjangan di tangan gue." Arsa menunjukkan tangan kirinya. "Nih, ini gelang baru dan talinya tadi kepanjangan. Jadi, ya, gue potong." Ada jeda beberapa detik. "Pake silet," lanjutnya.
Bukannya melihat ke arah gelang yang ditunjukkan oleh Arsa, mata Ayden lebih memilih untuk fokus ke luka yang masih basah di lengan bawah gadis itu. Terdapat tiga goresan yang sejajar dan sudah tidak ada lagi bercak darah di sana. Ayden cukup pintar untuk tidak mudah percaya dengan alasan gadis itu. "Denger, ya, gue nggak sebodoh itu."
Arsa menaikkan sebelah alisnya. Tidak mengerti maksud ucapan Ayden. Ia bahkan, tidak sadar telah mengubur niatnya untuk segera pergi dari hadapan laki-laki itu.
"Nih," Ayden memegang tali gelang yang dimaksud Arsa. "Tali ini ada bekas bakaran api buat nyatuin antar benangnya supaya nggak semrawut. Sedangkan, lo tadi cuman bawa silet."
Arsa terlihat menggigit bibirnya bawahnya. Ia merutuki kebodohan beralibinya. "G-gue bawa, bawa korek, kok."
"Kok?" Ayden menarik sebelah sudut bibirnya. Membentuk sebuah senyum miring. "Kata 'kok' diakhir kalimat lo itu malah terdengar kurang meyakinkan pernyataan lo."
"Apasih. Ini bukan pelajaran bahasa Indonesia," kilah Arsa cepat-cepat. Pandangan matanya tertuju kemana-mana.
"Gue nggak sedang memakai pelajaran bahasa Indonesia." Ayden menatap tepat di mata Arsa. Ada sorot hampa yang Ayden lihat di sana. "Gue cuman mencoba untuk membaca tingkah lo," lanjutnya kemudian.
"Arsa!"
Ayden dan Arsa menoleh. Seorang gadis melambai ke arah mereka. Bukannya itu cewek yang tadi? tanya Ayden dalam hati.
"Lhoh? Ayden?" gadis itu terlihat kaget ketika melihat Ayden bersama dengan sahabatnya, Arsa.
"Bina, ya?"
"He'em." Bina tersenyum seraya mengangguk. Kemudian, perhatiannya teralihkan pada Arsa. "Sa, gue cariin dari tadi juga."
"Belom jam istirahat nih, lo main minggat aja dari kelas," lanjutnya kemudian.
"Kok lo tahu gue nggak ada di kelas, sih?" Arsa menatap sahabatnya itu heran.
"Gue tadi abis ngasih pengumuman ke kelas lo. Dan gue nggak ada lihat lo di sana," jelas Bina setelah sekilas menatap Ayden dengan senyuman tipis. "Ternyata lo di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish to be Saved
Mystery / Thriller(was Sadis) [maybe this story isn't suitable for under 15th years old] ••• Dia menyembunyikan semuanya. Melarang orang lain tahu siapa sebenarnya ia. Bergelut dengan luka. Bersenandung dengan rintihan. Bersahabat...