I warned you guys if this chapter contains something that will make you feel disgusted, nauseated or anything like that❣
***
"Morning..."
Sebuah sapaan hangat Bina menyambut kehadiran Arsa saat baru memasuki gerbang SMA Cendrawasih.
"Too," balas Arsa tersenyum singkat. "anak OSIS lagi ngadain sidak ya, pagi-pagi gini jaga di gerbang?"
Bina mengangguk antusias. "Yap." Gadis itu kemudian melihat penampilan Arsa dari atas sampai bawah. "Dan sekarang, lo lagi nggak makai kaos kaki putih berlogo SMA Cendrawasih."
Arsa langsung mendekat ke arah Bina. Mempersempit jarak hingga bahu keduanya bersenggolan. "Ya ampun, Bin. Lo kan sahabat gue. Sekali ini aja, jangan dicatet ya? Lo tau kan, nama gue ini udah banyak banget masuk daftar gara-gara sering bolos pas jam pelajaran buat ke UKS?" Tangan Arsa bahkan sudah mengayun-ayunkan lengan Bina dengan gerak pelan.
"Ya, lo selalu bolos buat cutting di UKS." Bina menjawab seraya memutar kedua bola matanya malas. Suaranya cukup keras. Membuat Arsa sontak membekap mulut gadis itu dengan tangan kanannya.
"Sial, jangan keras-keras!"
Bina memberengut kesal. Tangan Arsa dengan seenaknya membekap mulutnya. Ah, gadis itu merusak liptint yang baru beberapa saat lalu ia poleskan ke permukaan bibirnya. "Iya, iya. Maaf. Nggak ada yang merhatiin juga."
"Yaudah." Arsa menukas cepat. "Pokoknya jangan catet gue. Awas!"
"Iya, Ndoro. Iya." Bina menjawab seraya memutar kedua bola matanya malas.
"Kalau gitu gue duluan."
Belum ada lima langkah gadis itu meninggalkan posisi awalnya, suara Bina lagi-lagi terdengaar memanggil namanya. Menghentikan niat awalnya untuk cepat-cepat menuju kelas.
"Arsa!"
"Kenapa?"
"Nanti gue ada rapat OSIS. Lo ngantin sendiri ya."
Tak berkeinginan untuk menjawab dengan kata-kata, Arsa hanya menganggukkan kepalanya sebagai balasan ucapan Bina. Dan tanpa menunggu lagi, gadis itu lantas kembali melanjutkan langkahnya untuk menuju kelas.
Meninggalkan Bina yang mendengus kesal karena respon yang diberikan Arsa sesimpel itu. Juga meninggalkan seseorang yang diam-diam mendengar semua pembicaraan mereka.
Bina tau Arsa suka cutting, tapi kenapa dia cuman ngebiarin dan malah seolah mendukung? Mereka beneran ... sahabat kan?
***
Jam istirahat berbunyi beberapa menit yang lalu. Seorang laki-laki berkulit seputih tahu itu berjalan menyusuri koridor dengan meminum beberapa teguk air mineral di tangannya. Menikmati waktu istirahatnya sambil berjalan-jalan santai mengelilingi ruangan-ruangan sekolah barunya.
Tepat di depan UKS, laki-laki itu menghentikan langkah kakinya. Rasanya seperti dejavu. Lagi, di dalam sana, ia melihat seorang gadis yang tengah menahan diri untuk tidak merintih kesakitan.
"Kenapa dia cutting lagi, sih?" Ayden bergumam pelan. Lebih seperti berbisik pada dirinya sendiri. Ia hanya beniat menonton dan menunggu gadis itu keluar dari UKS dengan sendirinya. Toh Arsa juga sudah kembali memasukkan cutternya ke dalam saku seragamnya. Sudah terlambat baginya untuk mencegah.
Namun belum ada sedetik setelah niatan itu tercipta, iris matanya mendadak melebar tatkala menyaksikan apa yang terjadi selanjutnya. Di dalam sana, gadis itu membuka peniti-yang selalu ia kenakan untuk mengeratkan kerah sergamnya-dan langsung menancapkannya pada telapak tangan kirinya yang bebas. Ringisan kesakitan semakin tertera di wajah dinginnya. Membuat darah itu perlahan keluar lagi. Bau besi berkarat menguar bersama bau obat-obatan dan alkohol yang lebih dulu memenuhi ruangan ber-AC itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wish to be Saved
Mystery / Thriller(was Sadis) [maybe this story isn't suitable for under 15th years old] ••• Dia menyembunyikan semuanya. Melarang orang lain tahu siapa sebenarnya ia. Bergelut dengan luka. Bersenandung dengan rintihan. Bersahabat...