[Minhyun] Adik Kecil

66 22 5
                                    

Saya sama Jaehwan janjian bareng naik bus hari ini. Dia duduk di pojok kaca, sibuk chatting-an entah sama siapa. Tapi mungkin dia sadar kalo saya penasaran, jadi dia bilang, "kelompok psikopend, Hyun. Besok gue presentasi."

"Oooh."

Dia noleh ke saya, lalu ke ponselnya lagi. "Iya, oooh. Gitu," jawabnya meniru suara saya. "Lo udah maju?"

"Lah kan minggu kemarin, Pak. Fokus lah, Jae. Masa orang setampan gue nggak lo per--oke. Gue diem. Nggak usah sok muka komdis gitu deh."

Jaehwan udah ngasih tampang bete dengan agak nunduk dan menatap saya.

Jadilah saya diam dan nggak lama kemudian, ada pengamen masuk ke dalam bus. Yang satu ibu-ibu bertubuh gemuk, satunya lagi anak laki-laki kecil yang umurnya sekitar tujuh tahun.

"Oh, iya, Hyun. Ibu gue bawain duku banyak banget. Lo mau nggak? Mumpung ketemu sama lo. Nanti mah di kostan paling abis sama si Woojin." Jaehwan udah siap nunduk buat ngambil plastik berisi duku dari tasnya di bawah kursi.

"Nggak usah lah, Jae. Nanti sampahnya buang kemana? Ke plastik itu juga? Kan nggak mungkin. Mau buang ke bawah kursi? Lo nggak lihat ke sekitar, bus nya kotor gara-gara sampah duku, salak, sama sampah plastik. Mending kalo habis itu lo bersihin, kalo nggak? Nggak bertanggung jawab lo. Sampah jangan dijadiin temen, Jae. Minggu ini gue mau sidak ke kostan lo deh."

"Astagfirullah tuan muda Pratama. Gue batalin nih. Udah, tuh. No makan-makan duku di bus. Puas? Yaa Allah, nggak usah repot-repot main lah, Bro. Kostan gue bersih, kok."

Saya natap dia dari ujung mata tanpa noleh. "Suka-suka, lah." Lalu merhatiin ibu pengamen yang sedang nyanyi dangdut dan anak kecil di sebelah saya.

"Eh, Dek," panggil saya. "kamu sekolah nggak?"

Dia senyum sampai gigi ompongnya keliatan. "Iya."

"Jam berapa?"

"Pagi. Tapi cuma hari Minggu aja," jawabnya dengan suara imut khas anak-anak.

Seminggu sekali, toh.

"Paling suka pelajaran apa kalo di sekolah?" Saya yang gemas, ngusap-ngusap kepala dia.

"Matematika."

"Wah, ngitungnya pinter dong ya? Tuh, Kak Jaehwan. Anak kecil aja suka matematika."

Jaehwan manyun. Saya ketawa jahil.

"Coba, ya. Dua tambah tiga berapa?"

"Dua tambah tiga. Dua di mulut, tiga di jari. Habis dua, tiga, empat, lima. Lima!"

Saya sama Jaehwan ketawa senang. Anak ini ceria banget. "Pinter," ucap saya dan high five sama dia. "Belajar yang rajin, ya."

"Iya, Kak."

"Nama kamu siapa?" tanya Jaehwan yang pipi bakpao-nya udah terangkat karena senyum.

"Aji."

"Aji kalo udah besar mau jadi apa?"

"Mau jadi ... penyanyi."

"Woh!" Jaehwan heboh. "Nanti kita nyanyi bareng, ya."

Aji cuma nyengir.

"Jangan banyak makan permen, ya. Giginya ompong, tuh," kata saya.

"Iya," jawab Aji. Ibunya nyolek dia dan setelah itu Aji pergi ke depan, membagikan amplop kosong ke tiap penumpang sampai ke belakang. Setelah Sang Ibu--sebenarnya saya nggak yakin ibu kandungnya atau bukan--selesai menyanyi, Aji menarik kembali amplop-amplop tersebut dengan harapan ada yang terisi rupiah.

"Eh, Ji, Ji, tunggu," panggil Jaehwan sebelum Aji pergi ke belakang. Jaehwan mengambil dua buah jeruk dari tasnya dan diberikan pada Aji yang tangannya kecil, jadi agak kerepotan.

Saya jadi ingat kalau adik saya beliin saya beberapa roti buat bekal. Saya rogoh tas saya dan memberikan dua roti untuk Aji, plus plastik tambahan buat naruh jeruk.

"Dimakan, ya," ucap saya sambil senyum dan ngusap puncak kepala Aji.

Aji, dengan cengiran khas dan gigi depannya yang ompong satu, keliatan senang. "Makasih, ya, Kak."

"Makasih, ya, Kak. Duh imut banget, yak." Itu suara Jaehwan. "Sama-sama."

"Sama-sama. Hati-hati, ya."

Kami melambaikan tangan pada Aji yang kemudian turun dari bus.

"Eh, Hyun," panggil Jaehwan. "ternyata ada baiknya juga bawa banyak buah. Minggu depan mau ikut ibu gue ke pasar ah. Hahahaha."

"Kapan-kapan bikin kegiatan ngajar gitu, yuk, Jae. Ngajak yang lain juga."

Jaehwan langsung berhenti ketawa dan ngangkat alisnya. "Ngajak mentee lo yang itu boleh?"

"Boleh aja kalo dianya mau mah."

"Mantul. Mantap betul ide bosque!" Jaehwan ngedorong hidung saya pake jempolnya dari samping.

"Paan sih, alay."

.
.
.
.

Ajak aku juga dong kak '-'
/krik/

Btw, ini kejadian nyata. Bedanya, ada penambahan sih dan waktu itu saya cuma jadi pengamat kejadian ini dari belakang. Anaknya imut banget dan dia harus ngamen sama kakak-atau-bukan-kakaknya diusia semuda itu :"

Ada Apa di Dalam Bus?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang