Setelah acara bukber selesai, gue dan rombongan Tangerang Squad--bang Jaehwan, bang Minhyun, bang Seongwoo, Daehwi, dan Jihoon--berencana pulang bareng naik bus.
"Dira, duluan." Itu suara bang Minhyun kepada teman sekelas gue, namanya Dira. Karena itu, kami mempersilakan Dira dan temannya sebagai wanita untuk naik terlebih dahulu.
Udah jam delapan lewat begitu bus datang dan kami langsung antre masuk ke dalam bus kayak anak TK yang tertib.
"Eh nanti kita Vidcall bang Daniel juga yok! Kasian dia jomblo!" ucap Daehwi padahal belum duduk.
"Katanya mau main UNO?" tanya Jihoon.
Bang Jaehwan sebagai pemilik kartu langsung nolak, "nggak!" Alasannya masih sama: takut kartu-kartunya pada hilang kalau main di bus. Jawaban itu bikin bang Seongwoo sebagai pemberi ide manyun. Ya emang ribet juga, sih.
Tapi boro-boro mau main UNO atau nelepon bang Daniel, busnya penuh!
Lalu gue lihat Dira memandang bang Minhyun di samping gue, dan bang Minhyun yang ngerti langsung jawab, "udah kamu duduk aja."
Gue pun ikut-ikutan, "Iya udah duduk aja, Dir. Itu si Nayla juga duduk, kan."
Dira tampak menghela napas, tapi kemudian duduk juga. Sementara bang Jaehwan, mendengar nama Nayla disebut, dia langsung tersedak. Bucin dasar.
"Daehwi lo nginjek sepatu gue!" Tiba-tiba mode galak Jihoon muncul.
"Apa, sih? Gue jauh kali, bang Seongwoo, tuh!" jawab Daehwi disela ketiak kanan bang Seongwoo--tangan kanannya pegangan ke tiang bus dan Daehwi muncul dari sana. Yang disebut Daehwi langsung mengangkat kakinya dari atas sepatu Jihoon dengan tampang polos.
"Maaf. Terlalu betah nginjeknya," jawab bang Seongwoo, kompor.
Jadi urutan kami tuh begini, dari kanan gue: Daehwi, bang Seongwoo, Jihoon, bang Jaehwan, bang Minhyun, gue, dan di depan gue ada Dira dan Nayla yang duduk.
Selagi mereka bertiga rusuh, gue perhatiin dua lainnya. Bang Jaehwan curi-curi waktu buat ngelirik Nayla yang sibuk makan batagor kampus, bang Minhyun dengan pandangan fokus ke jendela sambil menenteng plastik di tangan kiri, dan Dira yang sedari tadi menatap Minhyun khawatir.
Bang Minhyun mulu, sih, elah!
"Mas."
Tuh, kan, manggil-manggil.
"Mas."
Gue menyikut bang Minhyun. "Mas Minhyun dipanggil, tuh!" ucap gue agak kesal.
"Eh, apa, Dir?" jawabnya.
Lalu Dira memajukan tangannya. "Sini tasnya aku bawa."
"Penuh, nggak?"
"Nggak, kok. Sini daripada berat."
"Oke."
Keduanya tersenyum bahkan sampai plastik tas yang lewat di hadapan gue sampai pada Dira. Ampun, dah, kok gue risih, sih, sama calon kakak ipar sendiri, eh.
Sadar, dong, Woojin tampan! Mending tadi terima tumpangan Guanlin aja, yak?
"Woojin, itu tasnya berat juga, nggak?"
Kan, mulai halu. Lo mah siapanya dia, Woojin....
"Woojin?"
Deg.
Nggak. Nggak halusinasi, ternyata.
"Eh apa?" tanya gue pada Dira yang baru saja memanggil.
Dia tersenyum dan gue jadi ikut tersenyum. "Itu tasnya berat, nggak?" tanya Dira menunjuk tas kain berukuran sedang yang gue bawa.
"Ng-ngak, kok. Ini mah cuma novel. Tadi beli di bazar pusda."
"Ya udah nggak apa-apa. Sini, biar nggak ribet."
"Nggak usah, Dir. Beneran, hehe."
"Halah." Itu suara bang Minhyun sambil senyum rese.
Lalu Dira mengambil tas itu dan gue membiarkannya tanpa paksaan. "Nggak apa-apa," jawabnya sambil senyum.
Duh.
"Ya udah. Makasih, ya."
Dira mengacungkan jempolnya. "Siip."
Sebelum gue garuk-garuk kepala gue yang nggak gatal, bang Minhyun udah ngacak-ngacak rambut gue.
Ini direstuin kakak ipar?
.
.
.
.Ya tebak aja, Jin .-.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Apa di Dalam Bus?
FanfictionDalam bus, ada banyak kejadian yang mungkin terjadi. Makanya, berdoa biar selamat, biar ngga ditarikin uang lebih, dan biar dipertemukan sama jodoh itu penting. Judul lama: Murni | mausatu © origyumi, 2018