» 𝟹,𝟻 | ᴅʀᴇɪᴇɪɴʜᴀʟʙ «

539 100 31
                                    

    Sang pangeran menemukannya! (F/n) yang kini sedang dikejar oleh beberapa prajurit bawahannya. Sungguh kampret Jenderal Akaashi yang bahkan tidak mendengarkan usulannya untuk melindungi dan membiarkan gadis manis itu tetap hidup.

    Pangeran Bokuto menabrakkan dirinya ke tubuh (f/n) yang masih berlari. Menggendong dan membawa (f/n) menuju tempat yang aman. Tetapi, di mana? Ah, pikir nanti. Sekarang, dia hanya harus berlari untuk menghindari kejaran maut prajuritnya.

    Keluar dari kastil, dirinya sudah tidak terkejar. Berterima kasihlah pada kecepatan lari dan stamina Pangeran Bokuto yang di atas rata-rata. Sekarang, dirinya harus mencari tempat peristirahatan terakh-eh, teraman. Terbesit suatu tempat di pikirannya. Pangeran Bokuto mempercepat laju larinya.

✦―― dreienhalb ――✦

    Terengah-engah, Pangeran Bokuto akhirnya sampai di tempat tujuan. Sebuah danau. Diturunkannya beban yang sedaritadi berada di gendongannya. Sang pangeran menatap gadis yang kini sudah berada di pangkuannya. Sangat manis, cantik, dan pucat?

    'Dia, (f/n) tidak mati, kan? ' batinnya panik. 'Apa yang harus kulakukan?'

    Terbesit suatu cara yang pernah diajarkan Jenderal Akaashi kepadanya. Napas buatan! Yang perlu Pangeran Bokuto lakukan hanyalah membuka mulut (f/n), meniupkan udara melalui mulutnya, kemudian mengecek apakah sang gadis masih bernapas atau tidak. Iya, kan? Setidaknya begitu seingat si pangeran.

    Ancang-ancang, tangan sang pangeran menyentuh bibir si gadis, perlahan membuka mulutnya sambil menguras jarak antara lisan mereka. Semakin dekat jarak mereka, wajah Pangeran Bokuto semakin memanas.

    'Anjir!'

    Tidak bisa. Hanya beberapa senti tersisa, tetapi diri sudah terlanjur merah, dan sulit bernapas. Sang pangeran terlalu malu, tersipu saat mengetahui kenyataan bahwa secara tidak langsung, (f/n) akan menerima ciuman pertama sang pangeran.

    'Bagaimana ini? Aku terlalu malu untuk ini, tapi, aku tidak mau dia mati.' Konflik batin melanda.

    Setelah lama berpikir, memantapkan hati dan meluruskan niat, sang pangeran tetap akan memberi napas buatan, untuk menyelamatkan gadis yang dia sayangi. Kepala Bokuto mendekat. Jarak semakin berkurang. Konflik batin masih saja rekursif menghantui, tetapi tidak dihiraukannya. Sampai akhirnya, dapat dirasakan napas sang gadis dan sedetik kemudian lisan kedua insan tersebut saling bertemu.

    Kini mulut (f/n) sudah terlumat. Pangeran Bokuto segera menghembuskan napas panjang di dalam lisan si gadis. Setelah dirasa cukup, sang pangeran mengangkat kepalanya kembali. Menyudahi ciuman mereka dengan belaian lembut di pelipis sang gadis. Dilihatnya (f/n) yang masih tertidur, menghembuskan dan menarik napas berulang kali.

    'Syukurlah, dia masih bisa mengeluarkan anginnya.'

    Tetapi, tunggu, napas? Sedari tadi, (f/n) bernapas. Lalu, mengapa Pangeran Bokuto memberi napas buatan kepadanya? Kenapa-

    'Persetan, aku lupa kalau orang yang masih bernapas tidak perlu diberi napas buatan!' batin Bokuto bergejolak, antara malu dan marah. Kini wajahnya sudah semerah tutup botol cola. Ciuman pertamanya...

    Pangeran Bokuto tidak bisa berkata-kata. Dia hanya bergeming, belum bisa menerima kenyataan, dan malu. Batinnya tidak karuan. Raganya kacau, seperti orang bodoh.

    Bokuto terus membeku dengan wajah malunya. Sampai dia kesepian dan kecapekan, lalu memaksakan diri untuk membangunkan sang gadis.

✦―― dreienhalb; end ――✦

Tale: Volkrich | Bokuto Koutaro [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang