::Andini::
Andini berbaring terlentang menatap langit-langit kamar. Sudah pukul sebelas malam, tapi matanya masih enggan terpejam. Gadis itu tersenyum. Rupanya ia masih saja terbayang-bayang mie goreng seafood rasa cinta, yang sengaja dimasak khusus untuknya, saat berkunjung ke rumah orangtua Gilang hari ini. Ia juga masih bisa merasakan belaian lembut tangan mama Gilang di kepalanya, rasanya begitu hangat, begitu tulus. Sungguh, kesan-kesan itu telah sukses membuatnya jatuh hati pada keluarga Gilang.
Akhirnya Andini paham mengapa ayah bersikeras memintanya menikah dengan anak sahabatnya. Baru beberapa kali bertemu, namun Andini bisa menyimpulkan bahwa orangtua Gilang adalah orang yang baik, dan itu membuatnya merasa aman sekaligus nyaman.
Gadis itu lantas mengubah posisi tidurnya menghadap sisi ranjang yang kosong. Ya, sesuai kesepakatan yang dibuatnya bersama Gilang sesaat setelah pernikahan, untuk sementara mereka akan tidur di kamar terpisah. Entah sampai kapan. Yang jelas, sampai mereka berdua benar-benar siap untuk melangkah ke tahap selanjutnya.
Andini mendadak teringat pada ayahnya yang kini tinggal seorang diri. Dua puluh tahun mereka hidup bersama, namun kini ia terpaksa meninggalkan ayahnya untuk tinggal bersama Gilang.
"Inilah siklus kehidupan, Nduk. Sejak pertama kali ayah menggendong tubuh mungilmu saat baru saja terlahir ke dunia, Ayah tahu, tidak selamanya kamu akan berada di sisi Ayah." Ucapan ayah suatu hari menjelang pernikahan kembali terngiang di telinga Andini. "Ayah ikhlas, Nduk, Ayah ridho. Maka pesan Ayah, berbaktilah pada suamimu. Kelak, suamimu-lah yang lebih berhak atas dirimu daripada Ayah," lanjut ayah saat itu.
Andini menghela napas. Bagaimana caranya berbakti pada Gilang? Ia bahkan merasa belum siap melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.
🍁🍁🍁
Andini membuka mata, kerongkongannya terasa begitu kering. Masih setengah mengantuk, gadis itu berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum.
Dalam remang cahaya, ia melihat seseorang sedang berdiri di depan kulkas. Rupanya Gilang sudah lebih dulu berada di sana, tangannya sedang menuang air dari botol ke dalam gelas.
Andini sempat berpikir untuk berbalik, namun niat itu ia urungkan saat Gilang menoleh ke arahnya.
"Haus juga?" tanya Gilang, yang dibalas anggukan oleh Andini.
"Air galon habis. Ternyata keran dispenser bocor. Adanya air dingin nih."
"Loh, bocor? Banjir dong?" Andini menoleh ke arah dispenser. Tapi tidak terlihat tanda-tanda lantai basah.
"Iya, tadi banjir. Udah aku pel sih. Untungnya air di galon sisa dikit, jadi banjirnya nggak sampai mana-mana." Gilang mundur beberapa langkah, mempersilakan Andini untuk mengambil air di kulkas.
"Tapi bisa diperbaiki?" tanya Andini sembari menuangkan air minum ke gelas yang baru saja ia ambil di rak.
"Dispenser itu udah beberapa kali aku ganti keran, tapi bolak balik bocor juga. Mungkin lebih baik beli baru. Lagian itu udah lama banget, dulu bawa dari rumah mama waktu pindahan," balas Gilang yang sekarang sudah duduk di kursi meja makan.
"Nanti malam, kita lihat-lihat elektronik ya?" tanya Gilang. "Sekalian beli mesin cuci, biar kamu nggak ngucek lagi."
Andini mengangguk pelan. Rupanya Gilang memperhatikan saat dirinya mencuci bajunya yang terkena muntahan Diana, putri Mbak Mayang, yang tadi sempat ia gendong.
"Oh ya, aku baru sadar, kita belum membicarakan sesuatu." Gilang melipat kedua tangannya di meja.
"Membicarakan apa?" Andini mengerutkan kening.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDINI (SUDAH TERBIT NOVEL CETAKNYA)
Romance::Telah terbit dalam versi novel cetak:: Beberapa part dihapus untuk kepentingan penerbitan. Rank #2 in #romance (13 Mei 2018) #3 in #romance (9 Mei 2018) 🍁🍁🍁 "Kamu yakin mau nikah sama saya?" Pertanyaan Gilang membuat Andini nyaris me...