Part 26

54.1K 2.5K 161
                                    

"Assalamualaikum," salam Gilang saat memasuki rumah. "Ndin, aku bawa martabak manis cokelat keju, nih."

Hening. Sepertinya sang istri sedang terlelap. Lelaki itu memakluminya. Sejak ayah meninggal, Andini memang kurang istirahat.

Gilang meletakkan bungkusan martabak manis di meja makan, kemudian berjalan menuju gudang untuk mengambil tangga lipat. Lelaki itu berusaha mengangkat tangga sepelan mungkin, agar tidak membangunkan istrinya.

Sesampainya di kamar, Gilang tidak melihat Andini. Rupanya dugaannya salah, sang istri tidak sedang tidur. Dengan hati-hati, dibukanya tangga lipat yang ia bawa, kemudian menaikinya untuk mengganti lampu dengan yang baru.

Setelah memastikan bahwa lampunya sudah bisa menyala dengan baik, Gilang mengembalikan tangga tersebut ke gudang.

"Ndin?" diketuknya pintu kamar mandi. Karena tak kunjung mendapat jawaban, lelaki itu membuka pintunya yang tidak terkunci. Kosong. Andini tidak ada.

"Ndin?" Gilang memeriksa halaman belakang. Nihil. Andini juga tidak berada di sana.

Mulai khawatir, akhirnya ia memeriksa setiap ruangan yang ada di rumah, hingga ke pelataran depan. Tapi sosok sang istri tidak juga ia temukan.

"Ndin ... Kamu kemana sih?" gumamnya.

Lelaki itu merogoh saku celana, mencari-cari sesuatu, namun sejurus kemudian, ia menepuk kening. Gilang baru ingat bahwa ponselnya tertinggal. Tanpa menunggu lama, ia segera beranjak ke kamar. Dahinya berkerut, saat dirinya tidak melihat benda yang ia cari di meja. Padahal seingatnya, di situlah tempat terakhirnya meletakkan ponsel.

Saat sedang berpikir, manik matanya tanpa sengaja menangkap bayangan benda pipih hitam di atas ranjang. Diraihnya benda tersebut. Entah bagaimana ceritanya hingga ponselnya berpindah dari meja ke ranjang.

Gilang tiba-tiba saja terbelalak. Deretan chat whatsapp-nya dengan Rana muncul, ketika ia baru saja mengaktifkan layar.

Jangan-jangan ....

Wajahnya memucat, tangan lelaki itu gemetar saat memencet kontak Andini.

"Maaf, telepon sementara tidak dapat dihubungi atau berada di luar jangkauan. Silakan hubungi beberapa saat lagi."

"Duh, Ndin ...," kesahnya sebelum kembali mengulang panggilannya ke nomor Andini.

Lagi-lagi operator yang menjawab panggilan teleponnya.

Gilang meremas rambutnya sendiri, frustasi. Pikirannya semakin kacau saat melihat koper Andini tidak ada di tempatnya semula.

"Sial!!!" Dibanting ponselnya ke atas ranjang. Rahang lelaki itu seketika menegang, tangannya terkepal. Gilang tidak pernah mengumpat. Namun kali ini, rasanya ia ingin memaki kebodohannya sendiri.

"Kamu di mana, Ndin?" cemasnya.

🍁🍁🍁

Gilang terduduk lesu di kursi dengan wajah kalut. Rambutnya terlihat berantakan, pakaiannya masih sama dengan yang dikenakan sejak kemarin sore. Ia bahkan belum tidur semalaman, hanya demi mencari tahu keberadaan istrinya. Pencarian yang tidak membuahkan hasil.

Andini tidak ada di rumah ayah. Bahkan Mbok Siti dan suaminya ikut kaget saat mengetahui bahwa wanita itu pergi dari rumah. Andini juga tidak berada di rumah dan kos-kosan sahabat-sahabatnya. Tapi ia sudah memohon pada mereka, agar segera mengabari dirinya jika ada info mengenai keberadaan Andini.

"Ya Allah, Ndin. Di mana kamu, Nak?" Mama yang duduk di depan Gilang menangis. Sementara itu, Papa berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada, pandangan matanya menatap lurus ke halaman belakang.

ANDINI (SUDAH TERBIT NOVEL CETAKNYA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang