Part 13

51.6K 2.8K 139
                                    

Hidup selalu penuh kejutan. Terkadang, ketika kita berniat membuat kejutan untuk orang lain, justru kita sendiri yang dibuat terkejut oleh skenario kehidupan. Ya, hal inilah yang sedang dirasakan oleh Andini.

Ketika gadis itu ingin memberi kejutan pada sang suami soal tempat magangnya, saat ini justru dirinya lah yang terkejut. Selain harus menerima kenyataan bahwa Rana ternyata satu kantor dengan Gilang, Andini juga harus menerima kejutan lainnya.

"Jadi di divisi ini, kita lebih banyak mengurusi tender pengadaan barang dan jasa. Untuk job desc-nya, Bu Rana yang akan menjelasakan, beliau supervisor di sini. Nanti Bu Rana juga yang akan membimbing kalian selama magang." Pak Ganis, asisten manajer divisi pengadaan barang dan jasa memberikan pengarahan di hari pertama magang. "Bu Rana, tolong anak-anak ini dibimbing, ya," lanjutnya, mendelegasikan tugas pada bawahannya itu.

"Baik, Pak," balas Rana.

"Oke, sekian dulu dari saya. Mulai hari ini silakan kalian belajar di sini. Jika ada yang ingin ditanyakan atau ada yang kurang dipahami, langsung saja hubungi Bu Rana. Selain itu, kalian juga bisa belajar dari staf lainnya." Lelaki berusia tiga puluh-an itu mengakhiri pengarahannya, kemudian kembali ke mejanya untuk melanjutkan pekerjaan.

"Baik rekan-rekan, saya Kirana Sachi, silakan panggil saya Rana." Rana terdiam sejenak saat matanya beradu pandang dengan Andini.

Kedua perempuan itu terlihat sama-sama canggung. Sepertinya Rana masih terkejut, saat mengetahui bahwa salah satu peserta magang di divisinya adalah Andini, istri Gilang, mantan kekasihnya selama delapan tahun. Sama terkejutnya dengan Andini yang tidak menyangka bahwa Rana lah yang akan menjadi mentornya selama magang di sini.

"Fitri, jurusan teknik mesin dan Andini, jurusan ekonomi akuntansi ya," Rana membuka map di tangannya. "Untuk Fitri, tugas kamu setelah ini adalah mengecek dokumen permintaan barang yang masuk. Tolong cocokan dengan part catalog, apakah part number-nya sudah sesuai atau belum. Pastikan tidak ada kesalahan, karena salah satu angka saja, dampaknya fatal." Rana menunjuk tumpukan dokumen di meja.

"Dan Andini," Rana menempelkan kepalan tangannya ke mulut, lalu berdeham, berusaha mengusir rasa canggung, "tolong kamu cek dokumen yang sudah diperiksa Fitri, apakah harganya sudah sesuai dengan HPS terbaru atau belum. Kalau kamu menemukan ada harga yang masih menggunakan HPS lama, langsung diganti saja dengan yang terbaru."

"Ada yang mau kalian tanyakan?" tanya Rana sebelum mempersilakan kedua gadis dihadapannya untuk mulai bekerja.

"Tidak, Bu," jawab Andini dan Fitri, kompak.

"Baik, kalau belum ada yang mau ditanyakan, silakan kalian mulai bekerja. Tempat kalian di sana ya." Rana menunjuk meja kosong di sudut ruangan.

"Baik, Bu."

"Saya tinggal dulu ya? Saya ada meeting. Nanti kalau ada yang perlu kalian tanyakan, jangan segan ya."

"Baik, Bu. Terimakasih," jawab kedua gadis itu lagi.

Andini menatap Rana yang perlahan mulai melangkah ke meja kerjanya, mengambil beberapa dokumen yang diperlukan untuk rapat, kemudian meninggalkan ruangan menuju tempat rapat.

Suara sepasang heels yang beradu dengan keramik di lantai, langkahnya yang anggun, serta penampilannya yang dewasa dan terlihat profesional, mau tidak mau membuat Andini merasa minder.

Pantas saja suaminya sangat mencintai wanita itu. Setelah berinteraksi langsung, Andini bisa melihat bahwa Rana adalah gambaran wanita masa kini yang begitu sempurna. Siapa sih laki-laki yang bisa menolak pesona wanita seperti Rana? Bahkan jika dipikir-pikir lagi, tampaknya Gilang lebih serasi jika bersanding dengan Rana, dibanding dirinya.

ANDINI (SUDAH TERBIT NOVEL CETAKNYA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang