Part 9

45.8K 2.6K 94
                                    

Mobil putih Gilang memasuki area parkir sebuah mall besar di Jalan Pemuda, Kota Semarang. Meskipun ini bukan akhir pekan, namun ternyata pengunjung mall tetap saja membludak. Hal ini terlihat dari sulitnya mencari tempat parkir yang kosong.

"Ini orang-orang pada ngapain sih? Nggak akhir pekan atau hari libur, tapi tetep aja ke mall," gerutu Andini saat melihat satu-satunya tempat parkir yang kosong di lantai itu sudah lebih dulu ditempati pengendara lain. Sebelumnya, mereka sudah berburu tempat parkir di tiga lantai terbawah, namun nihil.

"Nah, kamu sendiri ngapain ke mall? Padahal nggak libur dan bukan akhir pekan?" goda Gilang.

"Kan diajak Mas Gilang, katanya mau beli mesin cuci," balas Andini, matanya awas mencari tempat parkir yang kosong di lantai selanjutnya.

"Ya sama, mereka juga mau beli mesin cuci atau elektronik lain. Kan lagi ada pameran elektronik rumah tangga di sini."

"Oooh ...." Andini mengangguk-angguk, mulutnya membentuk huruf O besar. "Eh, Mas, itu di sebelah sana kosong," tunjuknya pada tempat kosong di antara mobil Toyota Rush berwarna hitam dan Pajero Sport silver.

Gilang segera mengarahkan mobilnya ke tempat yang ditunjukkan Andini. Butuh keahlian khusus untuk bisa parkir di ruang sesempit itu.

"Eh, bentar. Jangan turun dulu." Gilang menahan Andini yang baru saja akan membuka pintu.

"Kenapa?" Andini mengernyit heran.

Gilang tidak membalas pertanyaan istrinya. Ia justru lebih dulu turun dan membukakan pintu untuk Andini.

"Nah, sekarang turun." Lelaki itu mempersilakan.

Andini mengulum senyumnya. Baru kali ini dirinya diperlakukan istimewa oleh lelaki.

"Terimakasih," ucap Andini lirih. Ia masih menikmati bunga-bunga yang bermekaran di hatinya.

"Sama-sama," balas Gilang. "Itu tadi sempit banget, aku takut kamu buka pintu terus nyenggol Pajero di sebelahmu," lanjutnya, dengan wajah datar. "Mobil mahal."

Oooh, takut aku bikin lecet mobil orang to? Kiraiiin...

Mendadak bunga-bunga di hati Andini layu.

"Eeeh, liat jalan, Ndin. Main nyelonong aja." Gilang menarik tangan Andini. Rupanya gadis itu hendak menyebrangi tempat parkir tanpa menyadari bahwa ada kendaraan yang mendekat.

Andini tersentak, jaraknya dengan mobil yang lewat sudah cukup dekat. Entah mengapa dia begitu ceroboh kali ini.

"Sini." Gilang berjalan selangkah di depan Andini, dengan posisi tangan yang masih menggandeng tangan gadis itu.

Andini pasrah mengikuti kemana saja suaminya melangkah. Hingga mereka tiba di dalam mall, Gilang masih belum melepaskan tangannya.

"Yang ini bagus kayaknya." Gilang menatap lurus ke depan, ke arah salah satu mesin cuci satu tabung yang dipamerkan. Tangan kirinya menyentuh dagunya sendiri, sementara tangan kanannya masih menggenggam tangan kiri Andini.

Lelaki itu sepertinya tidak tahu bahwa genggaman tangannya telah berhasil membuat lutut Andini lemas dan konsentrasinya terpecah.

"Kamu lebih suka yang satu tabung atau dua tabung?" tanya Gilang.

Bibir Andini masih kelu, ia belum sanggup menjawab.

"Yang satu tabung aja kayaknya ya? Biar nggak repot mindahin baju?" Gilang masih bermonolog.

"Yah, ini bocah diajak ngomong malah melamun," omel Gilang setelah pertanyaan-pertanyaannya tidak direspon oleh Andini.

Duh, Om, aku bukan melamun. Jantungku lemah kalau tanganku kamu genggam begini, jawab Andini. Tentu saja hanya berani ia kemukakan dalam hati.

ANDINI (SUDAH TERBIT NOVEL CETAKNYA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang