Part 10

50.9K 3K 143
                                    

Mobil yang ditumpangi Gilang dan Andini melaju menembus butiran hujan. Hari sudah larut, jalanan juga mulai sepi. Hanya beberapa kendaraan yang masih terlihat berlalu lalang. Sesekali roda kendaraan Gilang beradu dengan genangan air di atas jalan beraspal, menciptakan percikan kecil ke sekitarnya.

Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut suami istri itu di sepanjang perjalanan. Gilang menatap lurus ke depan, tanpa ekspresi, berusaha berkonsentrasi memegang kemudi.

Sedangkan Andini, memilih menatap jalanan yang basah dari jendela pintu penumpang. Sikunya dia sandarkan pada pintu dan telapak tangannya yang terkepal tampak menopang sisi kiri kepala. Sesekali, cahaya lampu jalanan menyusup masuk dan menyinari wajah keduanya.

Andini bergegas turun setelah mobil berbelok ke garasi rumah. Sebenarnya ia juga ingin segera masuk dan menyembunyikan dirinya di kamar. Tapi apa daya, kunci rumah miliknya tertinggal di ransel yang biasa dibawanya kuliah. Gadis itu pun terpaksa menunggu Gilang membukakan pintu.

"Ndin." Gilang menyentuh bahu Andini, berusaha menahannya yang terlihat terburu-buru memasuki rumah.

"Aku capek banget, Mas. Besok ada kuliah pagi." Andini berbohong, sebenarnya ia sama sekali belum mengantuk. Entah mengapa, ada perasaan kesal yang tertinggal di hatinya.

"Oke kalau begitu." Gilang menarik kembali tangannya dari bahu Andini. Lelaki itu menatap sosok gadis yang menghilang di balik pintu kamar.

Trrrttt

Ponsel Gilang bergetar, sebuah notifikasi muncul di layarnya.

[Terimakasih ya, Lang]

Demikian isi chat dari Rana yang masuk ke nomornya.

Gilang menghela napas. Ia terlihat ragu saat akan mengetik kalimat balasan. Dipandanginya pesan itu selama beberapa saat, dan akhirnya, ia justru menekan tombol back, menutup aplikasi chat-nya tanpa membalas pesan dari Rana.

Saat ini, bukan Rana yang sedang ia pikirkan, tetapi Andini. Gilang bisa menangkap perubahan sikap istrinya setelah kejadian tadi. Dan entah mengapa, perubahan sikap Andini itu sangat mengusik hatinya.

Lelaki itu melangkah ke depan pintu kamar Andini. Tangannya bersiap mengetuknya, tapi sebelum punggung tangannya menyentuh daun pintu yang sudah tertutup itu, ia malah memilih mengurungkan niatnya.

🍁🍁🍁

Andini sedang menyiapkan sarapan saat Gilang keluar dari kamarnya.

"Mau masak apa?" tanya Gilang, sekadar basa basi untuk mencairkan suasana yang terasa kaku.

"Nasi goreng," jawab Andini singkat.

"Sudah salat subuh?"

"Sudah."

"Nanti aku bawa bekal lagi?"

"Terserah Mas aja." Andini tetap tidak menoleh ke arah Gilang.

"Kamu kenapa? Dari semalam sikapmu aneh."

"Nggak kenapa-kenapa."

"Kamu marah?"

"Kenapa aku harus marah?"

"Tapi sikapmu seperti orang yang lagi marah."

"Ah, perasaan Mas aja kali."

Gilang menelan ludah. Sanggahan-sanggahan Andini justru menunjukkan kalau gadis itu memang sedang kesal.

"Kalau kamu ada ganjalan, bilang aja sama aku."

"Nggak ada kok."

"Ya daripada kamu marah-marah nggak jelas begini?"

ANDINI (SUDAH TERBIT NOVEL CETAKNYA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang