"Saya terima nikah dan kawinnya, Azalea Nisa Ramana Binti Deni Ramana dengan maskawin tersebut tunai!"
"Saksi?"
Sah
Sah
Sah
"Alhamdulillah...." Serangkaian doa di ucapkan dengan kedua tangan yang diangkat seluruh orang yang hadir mengikuti pria berpeci hitam mengucapkan doa selepas ijab qabul dilakukan. Tidak terkecuali dengan dua orang beda jenis yang duduk berdekatan menghadap pria tersebut.
Lea mengulurkan tanganya bermaksud untuk menyalimi sang suami, sampai beberapa detik lelaki itu tetap bergeming sampai Lea mendongak dan melihat wajah keras dan mata tajam yang menatapnya. Hingga dengan ketidak relaan tangan besar itu menyambutnya dan membiarkan Lea menciumnya, dan gadis itu tersentak karena segera setelah bibirnya menyentuh tangan itu, sang lelaki dengan cepat menarik tanganya kembali.
Lea mendesah, mengandung banyak arti akan desaha beratnya itu, baru saja acara resepsi selesai setengah jam yang lalu. Kini dirinya sedang duduk, masih di kursi pelaminan yang diletakan di ruang tamu milik keluarganya, yang beberapa hari telah disulapnya dengan berbagai hiasan untuk acara pernikahan sang anak gadis mereka.
"Apa artinya itu tadi?" Lea yang sedang menunduk untuk memijat betisnya yang terasa pegal mendongak, dilihatnya sang sahabat yang kini telah menjadi adik iparnya itu ikut duduk disampingnya sambil membawa segela minuman berwarna orange.
"Pegal" Jawabnya pendek, Lea menegakkan kembali punggungnya dan matanya mengedar keseluruh. Tidak ada lagi orang-orang yang meramaikan ruang tamu itu karena semua tamu telah pulang ke rumahnya masing-masing, hanya ada beberapa sanak saudara yang tetap tinggal disana. Dan beberapa pekerja yang membereskan sisa keramaian tersebut.
"Gue masih gak nyangka, ternyata elo yang jadi kakak ipar gue." Kembali Lea memutar kepalanya untuk melihat sang sahabat.
"Apalagi gue, bahkan gue aja baru tahu tadi pagi kalau calon suami gue itu kakak elo." Raisa tertawa, yang membuat Lea justru menyatukan kedua alisnya.
"Lo tahu, Za?" Panggil pada sahabatnya itu, "Gue terkejut, sekaligus lega, sekaligus seneng." Lea tersenyum sepintas lalu menggeleng.
"Itu bukan sekaligus Rica, itu duakaligus namanya." Lalu kembali melihat wajah Raisa. "Gue gak heran kalo lo kaget, guepun terkejutnya Ca. Tapi seneng dan lega?"
Raisa menatap sahabatnya dengan air muka bahagia sebelum menjawab "Karena abang gue nikah sama wanita yang tepat." Bingung, itulah yang Raisa lihat di wajah sang sahabat mendengar ucapannya, maka dia melanjutkan
"Elo pasti udah sering dengar gue sering ngomongin abang gue karena pacaran sama model celana dalam itu kan" Tentu, setiap bertemu jika ada kesempatan sahabantanya itu selalu menyelipkan topik tentang sang kakak dalam obrolannya dengan Lea. "Gue bukannya ngjudge wanita itu karena dia seorang model. Tapi gue udah lihat dengan mata kepala gue sendiri kalau kelakuan tuh cewek enggak bener, bahkan keluarga gue juga tahu dan enggak setuju waktu abang gue ngenalin tuh cewek kerumah." Apa ada maksud kenapa Raisa menceritakan lagi dan lagi kehidupan asmara sang kakak padanya.
"Maka dari itu gue seneng banget waktu tau kalau wanita yang dijodohin buat abang gue, itu elo!"
"Elo tau, tapi elo ga ngasih tau gue?" Nada kecewa itu buru-buru di tanggapi Raisa.
"Gue juga baru tau beberapa hari yang lalu waktu gue di suruh nyebar undangan ke temen-teman Mama. Dan gue pikir elo juga udah tau karena lihat di undangan ada nama abang gue." Bahu Lea lunglai seketika begitu dia sadar jika dirinya benar-benar bodoh, kenapa dia bisa tidak kenal dengan nama sang lelaki di undangan yang dia pegang untuk menuliskan nama-nama yang akan di undanganya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Go (Sudah Jadi Buku)
General FictionMenikah di usia muda otomatis membuatnya menjadi seorang ibu rumah tangga yang sama sekali bukan rencana Lea setelah lulus, tapi orangtuanya tidak berpikir demikian ketika Lea diminta menikah dengan lelaki pilihan mereka. Dan sikap tidak terduga sua...