Setelah pekerjaan rumah tangganya selesai ia kerjakan, siangnya Lea mempunyai janji bertemu dengan sahabatnya, Raisa. Mereka bertemu pada jam sebelum makan siang karena Raisa yang memintanya. Lea sudah memesan taxi untuk mengantarnya ke tempat mereka bertemu.
Taxi itu mengantar Lea sampai di depan cafe, Lea turun lalu melangkah masuk kedalam restoran yang menyuguhkan daging mentah sabagai menu andalan restoran tersebut. Lea mengedarkan pandangannya lalu lambaian tangan itu dilihatnya, di menghampirilah si empunya tangan.
"Udah lama?" Tanyanya seraya menggeser tempat duduk dan mendaratka bokongnya disana.
"Engga terlalu lama juga. Lo kesini naik taxi?"
"Ya." Jawab Lea sambari menerima buku menu yang di angsurkan Raisa.
"Numpang taxi mulu."
"Ya gimana lagi, dari pada naik becak, kapan sampenya gue."
"Maksud gue, lo belajar nyetir deh mending." Yang ditanggapai Lea dengan mengangkat kedua bahunya.
"Ponakan gue apa kabar yah? Udah lama banget gue gak maen ke tempat kalian."
"Itu karena tante Caca sibuk banget. Btw Kai baik, masih sekolah dia jam segini."
"Salahin aja tuh suami lo. Parah, kerjaan makin numpuk. Emang gila itu boss gue, ngasih kerjaan ga tanggung-tanggung." Lea tertawa melihat melihat wajah sebal sahabatnya yang mengatai kakak kandungnya sendiri. Raisa menempati kursi Manager dibawah naungan sang kakak, meski bekerja di perusahaan keluarganya sendiri, nyatanya gadis itu tidak lantas berleha-leha, dia masuk ke perusahaan itu seperti pegawai pada umunya dan memulai semuanya dari nol. Butuh kerja keras dan persaingan yang ketat untuk menempati posisinya sekarang ini.
Cukup lama mereka megobrol satu-sama lain hingga piring makanan keduanya kosong. Kemudian Raisa yang menyadari jika lupa waktu, melihat pergelangan tangannya yang terdapat sebuah jam melilit disana.
"Lo ga jemput? Ini udah waktunya Kai pulang kan?"
"Bapaknya yang jemput." Jawab Lea mengingat ucapan Rehan tadi pagi.
"Bang Rehan?" Lea menatap Raisa heran, memang siapa lagi jika bukan Rehan. Suaminya Cuma ada satu yaitu Rehan, ayah dari anaknya.
"Terus gimana hubungan lo sama bang Rehan?" Lea menaruh gelas yang berisi thai tea yang tinggal separuh, lalu menaruh gelasnya dan menjawab.
"Baik."
"Dia gak macem-macem kan?" Mata Raisa menyipit kala menangkap raut datar sang kakak ipar.
"Macem-macem kaya gimana maksudnya?"
"Waktu awal-awal bulan elo baru nikah, elo cerita sama gue kalo kak Rehan itu selalu judes sama lo dan gue hampir jantungan waktu lo bilang kalo lo ga sanggup meladeni sifat judesnya. Gue kira elo pengen pisah." Itu memang benar akan dilakukan Lea, jika saja ia tidak mendapati dirinya sedang hamil Kai.
"Terus yang terakhir kali itu, yang elo pernah tanya soal mantannya bang Rehan ke gue dulu, gue sempet khawatir. Kalau-kalau ada orang ketiga dalam rumah tangga kalian, gue sempet ngestalking bang Rehan waktu itu. Terus elo udah ga tanya-tanya lagi dan dari geraknya bang Rehan juga ga ada dia berhubungan dengan mantannya. Jadi gue ngira hubungan kalian aman sampai sekarang."
Hanya itu yang Raisa tau tentang rumah tangganya. Tidak ada yang tahu mengenai sikap Rehan pada Lea, tidak ada yang boleh tahu tentang rumah tangganya, termasuk keluarganya bahkan sahababatnya sendiri. Karena menurut Lea, cukup dia yang tahu tentang apa yang terjadi dalam pernikahannya. Baik dan buruknya sebuah pernikahan, hanya dia yang bisa merasakannya. Jadi cukup disimpan dalam hati saja. Biarlah orang mengira jika rumah tangganya baik-baik saja, dan akan diamininya sebagai doa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Go (Sudah Jadi Buku)
General FictionMenikah di usia muda otomatis membuatnya menjadi seorang ibu rumah tangga yang sama sekali bukan rencana Lea setelah lulus, tapi orangtuanya tidak berpikir demikian ketika Lea diminta menikah dengan lelaki pilihan mereka. Dan sikap tidak terduga sua...